Mantan Dokter RSCM Mohon Keadilan ke Menteri Agraria
A
A
A
JAKARTA - Pensiunan dokter RSCM dr Adjit Sing Gill memohon keadilan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan karena persoalan sengketa tanahnya hingga bertahun-tahun tak kunjung selesai.
Padahal sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan saat raker dengan Komisi II DPR pada 16 April 2015 lalu menjanjikan persoalan penyelesaian sengketa tanah akan dipercepat penanganannya. (Baca : Penanganan Sengketa Tanah Dipercepat)
Mantan staf pengajar pasca sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sebelumnya pada 10 September 2012 telah meminta BPN segera membatalkan Sertifikat No 52 dan 53 di Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat, atas nama Partono Wiraputra. Namun hingga kini tidak mendapat kejelasan.
Permohonannya ini bukan tanpa alasan karena didasari pada putusan pengadilan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) dan telah berkekuatan hukum tetap yang telah menguatkan putusan Kasasi No 3297k/Pdt/1998 tanggal 30 Mei 2000.
Dalam putusan tersebut dinyatakan, akta-akta jual beli sebagai dasar peralihan dan yang mendasari terbitnya sertifikat hak milik (SHM) No52 dan 53 adalah akta palsu.
Karena jual beli dilakukan tidak dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan tidak disertai penyerahan tanah dari penjual dan pembeli.
"Seharusnya Menteri Agraria selaku kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Republik Indonesia harus segera membatalkan sertifikat tersebut karena cacat hukum dan semua proses hukum perdata soal tanah tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (incrach)," kata Adjit, Minggu (26/4/2015).
Menurut dokter ahli jantung ini, dirinya selaku pemilik tanah tersebut sebelumnya sudah mengirim surat permohonan pembatalan sertifikat tersebut ke Kepala Kanwil BPN Jawa Barat dan Kepala BPN RI.
Sehingga Kepala BPN RI dengan surat No 5148/27.3/600/XII/2013 tanggal 23 Desember 2013 yang ditandatangani Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah menyampaikan surat kepada Kepala Kanwil BPN Jawa Barat untuk melakukan penelitian fisik dan yuridis mengenai permasalahan tanah ini agar dapat diselesaikan.
"Tapi hingga sekarang ini tidak ada kelanjutannya. Karenanya saya berharap pak Menteri bisa segera membatalkan sertifikat tanah atas nama Partono Saputra dan segera membenahi jajarannya di Kanwil BPN Jawa Barat dan Depok, " timpal Adjit. (Baca juga : Menteri Agraria Diminta Segera Batalkan Sertifikat Partono Wiraputra)
Adjit juga menjelaskan, berdasarkan hasil telaah Direktur Perkara di Kantor BPN Pusat, membuktikan bahwa sertifikat tanah tersebut lahir dari pecahan Sertifikat No35/Ratujaya yang riwayat tanahnya tidak terdaftar pada letter C di Kelurahan Ratujaya.
Selain itu pada tahun 1981 belum ada sertipikat yang diterbitkan diatas tanah tersebut, padahal pada warkah tanah Kantor BPN Depok, Sertifikat No35 Ratujaya diterbitkan pada tahun 1981.
"Jadi dengan bukti-bukti dan hasil gelar perkara serta telaah tersebut tidak ada alasan lagi bagi Menteri Agraria selaku kepala BPN RI untuk segera membatalkan Serifikat No52 dan 53 atas nama Partono Wiraputra, " tandas Adjit.
Padahal sebelumnya Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan saat raker dengan Komisi II DPR pada 16 April 2015 lalu menjanjikan persoalan penyelesaian sengketa tanah akan dipercepat penanganannya. (Baca : Penanganan Sengketa Tanah Dipercepat)
Mantan staf pengajar pasca sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini sebelumnya pada 10 September 2012 telah meminta BPN segera membatalkan Sertifikat No 52 dan 53 di Ratu Jaya, Depok, Jawa Barat, atas nama Partono Wiraputra. Namun hingga kini tidak mendapat kejelasan.
Permohonannya ini bukan tanpa alasan karena didasari pada putusan pengadilan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) dan telah berkekuatan hukum tetap yang telah menguatkan putusan Kasasi No 3297k/Pdt/1998 tanggal 30 Mei 2000.
Dalam putusan tersebut dinyatakan, akta-akta jual beli sebagai dasar peralihan dan yang mendasari terbitnya sertifikat hak milik (SHM) No52 dan 53 adalah akta palsu.
Karena jual beli dilakukan tidak dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan tidak disertai penyerahan tanah dari penjual dan pembeli.
"Seharusnya Menteri Agraria selaku kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Republik Indonesia harus segera membatalkan sertifikat tersebut karena cacat hukum dan semua proses hukum perdata soal tanah tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (incrach)," kata Adjit, Minggu (26/4/2015).
Menurut dokter ahli jantung ini, dirinya selaku pemilik tanah tersebut sebelumnya sudah mengirim surat permohonan pembatalan sertifikat tersebut ke Kepala Kanwil BPN Jawa Barat dan Kepala BPN RI.
Sehingga Kepala BPN RI dengan surat No 5148/27.3/600/XII/2013 tanggal 23 Desember 2013 yang ditandatangani Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah menyampaikan surat kepada Kepala Kanwil BPN Jawa Barat untuk melakukan penelitian fisik dan yuridis mengenai permasalahan tanah ini agar dapat diselesaikan.
"Tapi hingga sekarang ini tidak ada kelanjutannya. Karenanya saya berharap pak Menteri bisa segera membatalkan sertifikat tanah atas nama Partono Saputra dan segera membenahi jajarannya di Kanwil BPN Jawa Barat dan Depok, " timpal Adjit. (Baca juga : Menteri Agraria Diminta Segera Batalkan Sertifikat Partono Wiraputra)
Adjit juga menjelaskan, berdasarkan hasil telaah Direktur Perkara di Kantor BPN Pusat, membuktikan bahwa sertifikat tanah tersebut lahir dari pecahan Sertifikat No35/Ratujaya yang riwayat tanahnya tidak terdaftar pada letter C di Kelurahan Ratujaya.
Selain itu pada tahun 1981 belum ada sertipikat yang diterbitkan diatas tanah tersebut, padahal pada warkah tanah Kantor BPN Depok, Sertifikat No35 Ratujaya diterbitkan pada tahun 1981.
"Jadi dengan bukti-bukti dan hasil gelar perkara serta telaah tersebut tidak ada alasan lagi bagi Menteri Agraria selaku kepala BPN RI untuk segera membatalkan Serifikat No52 dan 53 atas nama Partono Wiraputra, " tandas Adjit.
(sms)