Sisakan Hasil Kerja untuk Budi Daya Anggrek
A
A
A
Masih jelas di ingatannya saat terjadi erupsi Merapi pada 1994. Awan panas Wedhus Gembel bergerak ke arah selatan.
Dampaknya terhadap hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Sisi selatan, terutama yang berjarak sekitar 1 km dari Kam - pung Turgo, Purwobinangun, Pakem, Sleman, juga mendapatkan dampaknya. Tempat di mana sosok pria bernama Musimin tinggal. Atas kejadian tersebut, setelah kondisi dinyatakan aman, Musimin yang sempat mengungsi pun kembali ke rumahnya.
"Di hutan dekat rumah, ada banyak habitat anggrek. Tapi karena erupsi saat itu, mayoritas habis, hampir punah," katanya. Setelah melihat dampak bencana tersebut, dia sempat menyesal kenapa tidak dari dulu mengumpulkan tumbuhan-tumbuhan endemik Merapi untuk diamankan. Karena penyesalan tersebut, dia pun berniat melang - kahkan diri untuk menga walinya. Mulai 1996, hasil kerjanya berupa mengumpulkan pasir yang didapatkan dari daerah aliran sungai (DAS) berhulu Merapi, sedikit disisihkannya.
"Saya selalu sisakan hasil kerja untuk membeli tanaman anggrek yang masih disimpan warga," kata pria yang berumur 55 tahun tersebut. Berjalan sendiri dalam kegiatannya menyelamatkan anggrek yang hampir punah tersebut, kemudian selang empat tahun mulai ada bantuan. "Dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Yogya - karta saat itu. Ada sedikit bantuan dana dan membuat saya semakin semangat," tuturnya.
Budi daya Anggrek yang dilakukannya itu pun membuahkan hasil. Pada 2002, dia melepasliarkan 115 tanaman anggrek ke hutan Merapi. Setelah itu, bantuan kepadanya untuk terus melestarikannya datang dari beberapa pihak, seperti Yayasan Kanopi Indonesia dan TNGM sendiri. Hasilnya, kembali terlihat pada 2013. Dia berhasil melepasliarkan anggrek untuk kedua kalinya. Saat itu sebanyak 250 batang tanaman. Kemudian, pada awal 2015 ini, konsep budi daya anggrek pun ditingkatkan.
Masyarakat umum dapat berpartisipasi ke dalamnya, yaitu dengan melakukan adopsi. Menjadi orang tua asuhnya dengan menyetorkan sejumlah uang untuk perawatan tanaman tersebut selama dua tahun. Setelah itu, mereka berhak melepasliarkan ke hutan di Merapi. Selain jenis anggrek vanda tricolor, dia pun mengumpulkan beberapa jenis lainnya. "Anggrek yang hidup di Merapi itu kan sekitar 91 jenis. Sekarang yang saya kumpulkan sudah ada 75 jenis," tuturnya.
Selain itu, beberapa tanaman lain yang endemik Merapi, seperti sarangan dan gondang. Hampir sekitar 45 jenis. Dia berharap, dari aktivitasnya ini, generasi yang akan datang bisa secara nyata menikmatinya. Tidak hanya bisa melihat dari foto. "Jangan meninggalkan air mata pada anak cucu kita. Tetapi, tetaplah berusaha agar mata air selalu mengalir," katanya. Sosok Musimin memang perlu menjadi contoh.
"Kalau bisa kepedulian terhadap alam berimbas kepada teman-teman, tetangga lainnya. Pak Musimin memang orang yang sangat peduli terhadap alam," kata Kepala Resor Pakem dan Turi TNGM Teguh Wardoyo.
Ridho Hidayat
Sleman
Dampaknya terhadap hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Sisi selatan, terutama yang berjarak sekitar 1 km dari Kam - pung Turgo, Purwobinangun, Pakem, Sleman, juga mendapatkan dampaknya. Tempat di mana sosok pria bernama Musimin tinggal. Atas kejadian tersebut, setelah kondisi dinyatakan aman, Musimin yang sempat mengungsi pun kembali ke rumahnya.
"Di hutan dekat rumah, ada banyak habitat anggrek. Tapi karena erupsi saat itu, mayoritas habis, hampir punah," katanya. Setelah melihat dampak bencana tersebut, dia sempat menyesal kenapa tidak dari dulu mengumpulkan tumbuhan-tumbuhan endemik Merapi untuk diamankan. Karena penyesalan tersebut, dia pun berniat melang - kahkan diri untuk menga walinya. Mulai 1996, hasil kerjanya berupa mengumpulkan pasir yang didapatkan dari daerah aliran sungai (DAS) berhulu Merapi, sedikit disisihkannya.
"Saya selalu sisakan hasil kerja untuk membeli tanaman anggrek yang masih disimpan warga," kata pria yang berumur 55 tahun tersebut. Berjalan sendiri dalam kegiatannya menyelamatkan anggrek yang hampir punah tersebut, kemudian selang empat tahun mulai ada bantuan. "Dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Yogya - karta saat itu. Ada sedikit bantuan dana dan membuat saya semakin semangat," tuturnya.
Budi daya Anggrek yang dilakukannya itu pun membuahkan hasil. Pada 2002, dia melepasliarkan 115 tanaman anggrek ke hutan Merapi. Setelah itu, bantuan kepadanya untuk terus melestarikannya datang dari beberapa pihak, seperti Yayasan Kanopi Indonesia dan TNGM sendiri. Hasilnya, kembali terlihat pada 2013. Dia berhasil melepasliarkan anggrek untuk kedua kalinya. Saat itu sebanyak 250 batang tanaman. Kemudian, pada awal 2015 ini, konsep budi daya anggrek pun ditingkatkan.
Masyarakat umum dapat berpartisipasi ke dalamnya, yaitu dengan melakukan adopsi. Menjadi orang tua asuhnya dengan menyetorkan sejumlah uang untuk perawatan tanaman tersebut selama dua tahun. Setelah itu, mereka berhak melepasliarkan ke hutan di Merapi. Selain jenis anggrek vanda tricolor, dia pun mengumpulkan beberapa jenis lainnya. "Anggrek yang hidup di Merapi itu kan sekitar 91 jenis. Sekarang yang saya kumpulkan sudah ada 75 jenis," tuturnya.
Selain itu, beberapa tanaman lain yang endemik Merapi, seperti sarangan dan gondang. Hampir sekitar 45 jenis. Dia berharap, dari aktivitasnya ini, generasi yang akan datang bisa secara nyata menikmatinya. Tidak hanya bisa melihat dari foto. "Jangan meninggalkan air mata pada anak cucu kita. Tetapi, tetaplah berusaha agar mata air selalu mengalir," katanya. Sosok Musimin memang perlu menjadi contoh.
"Kalau bisa kepedulian terhadap alam berimbas kepada teman-teman, tetangga lainnya. Pak Musimin memang orang yang sangat peduli terhadap alam," kata Kepala Resor Pakem dan Turi TNGM Teguh Wardoyo.
Ridho Hidayat
Sleman
(ars)