Sultan Minta Tambak Udang Ditertibkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Gubernurr DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X meminta Pemkab Bantul segera menertibkan tambak udang di sepanjang pantai selatan DIY. Sebab, keberadaan tambak tersebut menyalahi zona peruntukan lahan.
Sultan mengatakan, tambak udang menyalahi Peraturan Dae rah (Perda) DIY No 02/2010 tentang Rencana Tata Ruang Ta ta Wilayah (RTRW) DIY. "Ya itu jelas (melanggar RTRW). Masalahnya kan wewenangnya ada di kabupaten. Katanya, Bu B upati Bantul (Sri Suryawidati) mau menertibkan, ya sudah, tertibkan saja," kata Sultan seusai menghadiri rapat paripurna (rapur) di DPRD DIY kemarin.
Dalam Perda RTRW DIY dise butkan, kawasan sepadan pan tai selatan difungsikan se - ba gai kawasan lindung sepanjang 200 meter dari bibir pantai. Namun, mayoritas lahan tambak udang menerjang batas zona kawasan. Selain itu, lahan tam bak udang juga tidak ber izin dan mencemari lingkungan. Raja Keraton Yogyakarta ini menegaskan, banyak tambak udang yang seharusnya masuk rencana proyek jalur jalan lintas selatan (JJLS). "Itu sebagian juga terkena JJLS. Itu tanah Sultan Ground kok. Kebijakan bupati ya konsisten saja (menertibkan)," tandasnya. Ketua Pansus Raperda Perlin dungan dan Pengelolaan Ling kungan Hidup Anwar Hamid mengatakan, mayoritas tam bak udang yang melanggar zo nasi kawasan lindung tidak hanya di Bantul. "Di pesisir Kulonprogo juga banyak, bahkan ada yang hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai," kata dia.
Mantan Wakil Bupati Ku - lon progo ini mengungkapkan, ke beradaan tambak udang di pesisir pantai selatan juga tidak berizin serta tidak dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). "Limbah yang dikeluarkan dari tambak udang merusak dan mencemari lingkungan sekitar," ucapnya.
Anggota DPRD DIY Tustiyani mengatakan, sebenarnya Ban tul sudah membagi kawasan untuk perikanan. Kawasan ini meliputi pesisir Sanden dan Srandakan. "Jadi keberadaan lahan tambak udang di Kretek dan Depok memang menyalahi regulasi," kata dia.
Legislator PDIP dari Bantul ini mengungkapkan, pesisir di Kretek dan Depok diperuntukkan penunjang wisata. Keberadaan tambak udang selama ini juga sudah menggerus keberada an Gumuk Pasir sebagai habitat alami yang harus dilindungi. Menurut dia, luas Gumuk Pasir semula sekitar 15 hektare (ha), sekarang hanya tinggal 7 ha atau 6 ha. Keberadaan terus menyusut karena terdesak permukiman warga maupun tambak udang. "Jadi harus ditertibkan," ungkapnya.
Produktivitas Menurun
Sementara itu, sejumlah pe- nambak udang di kawasan pantai selatan, khususnya di Desa Poncosari, Kecamatan Srandak an, Bantul, mengeluhkan me nurunnya produktivitas udang mereka. Di panenan terakhir beberapa pekan lalu, panenan udang mereka mengalami penurunan. Jika biasanya da lam satu petak ukuran 700 meter persegi mampu menghasilkan udang sebanyak 20 ton, kali ini hanya sekitar 15–17 ton.
Ketua Kelompok Tambak Udang Poncosari, Suyanto, mengungkapkan, dalam beberapa bulan terakhir, udang-udang yang mereka budi dayakan sudah mulai terserang hama. Serangan hama putih ini salah satu nya ditengarai dari munculnya bercak putih pada udangudang yang mereka budi dayakan. Akibatnya, udang-udang me reka mengalami penurunan bobot.
“Terjadi penurunan yang cukup signifikan,” imbuhnya kemarin. Beberapa usaha telah dilakukan, hanya pertumbuhan udang tetap mengalami penu run an. Kemungkinan besar karena sirkulasi air yang kurang sehat di kawasan tambak tersebut se hing ga muncul hama yang me nye rang udang mereka. Mereka khawatir akan mengalami kegagalan karena serangan hama penyakit bintik putih (white spot) ini. Saat ini penyakit bintik pu tih mulai terlihat di beberapa tambak di kawasan Poncosari.
Di lahannya sendiri di sekitar 9 ha sudah ada dua petak tambak yang terserang penyakit ini. Sa at ini dia berusaha memutus ma ta rantai perkembangan ha ma putih yang mulai muncul da lam sejak tahun ini dengan cara memelihara ikan gabus. “Ikan gabus tersebut akan memakan hama atau penyakit ini,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bantul Edy Mahmud mengakui memang sudah banyak mendapatkan laporan adanya serangan hama atau penyakit bintik merah tersebut secara informal. Namun, yang melaporkan secara formal baru dua petak tambak ukuran 700 meter persegi di kawasan Poncosari. Edy mengatakan, munculnya penyakit bintik putih tersebut sebenarnya sudah diprediksi karena biasanya jika sebuah lahan pasir digunakan budi daya lebih dari tiga tahun berturut- turut, dipastikan akan timbul penyakit bintik putih ini.
Terlebih, ternyata kaidah pengelolaan tambak udang di sepanjang pantai selatan Bantul banyak diabaikan para penambak. “Contoh kecil saja terkait bu angan air limbah yang belum dikelola, padahal airnya sudah tidak sehat lagi,” tambahnya.
Dengan serangan penyakit ini, salah satu dampaknya adalah penurunan produktivitas. Se bab, ketika udang mereka sudah mulai diserang penyakit ini, biasanya udang-udang tersebut jadi kosong tidak ada isinya. Biasanya para penambak menyias tinya dengan cara menyebar he wan predator penyakit ini dan berusaha memutus mata rantai penyakit ini.
Ridwan anshori/ erfanto linangkung
Sultan mengatakan, tambak udang menyalahi Peraturan Dae rah (Perda) DIY No 02/2010 tentang Rencana Tata Ruang Ta ta Wilayah (RTRW) DIY. "Ya itu jelas (melanggar RTRW). Masalahnya kan wewenangnya ada di kabupaten. Katanya, Bu B upati Bantul (Sri Suryawidati) mau menertibkan, ya sudah, tertibkan saja," kata Sultan seusai menghadiri rapat paripurna (rapur) di DPRD DIY kemarin.
Dalam Perda RTRW DIY dise butkan, kawasan sepadan pan tai selatan difungsikan se - ba gai kawasan lindung sepanjang 200 meter dari bibir pantai. Namun, mayoritas lahan tambak udang menerjang batas zona kawasan. Selain itu, lahan tam bak udang juga tidak ber izin dan mencemari lingkungan. Raja Keraton Yogyakarta ini menegaskan, banyak tambak udang yang seharusnya masuk rencana proyek jalur jalan lintas selatan (JJLS). "Itu sebagian juga terkena JJLS. Itu tanah Sultan Ground kok. Kebijakan bupati ya konsisten saja (menertibkan)," tandasnya. Ketua Pansus Raperda Perlin dungan dan Pengelolaan Ling kungan Hidup Anwar Hamid mengatakan, mayoritas tam bak udang yang melanggar zo nasi kawasan lindung tidak hanya di Bantul. "Di pesisir Kulonprogo juga banyak, bahkan ada yang hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai," kata dia.
Mantan Wakil Bupati Ku - lon progo ini mengungkapkan, ke beradaan tambak udang di pesisir pantai selatan juga tidak berizin serta tidak dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). "Limbah yang dikeluarkan dari tambak udang merusak dan mencemari lingkungan sekitar," ucapnya.
Anggota DPRD DIY Tustiyani mengatakan, sebenarnya Ban tul sudah membagi kawasan untuk perikanan. Kawasan ini meliputi pesisir Sanden dan Srandakan. "Jadi keberadaan lahan tambak udang di Kretek dan Depok memang menyalahi regulasi," kata dia.
Legislator PDIP dari Bantul ini mengungkapkan, pesisir di Kretek dan Depok diperuntukkan penunjang wisata. Keberadaan tambak udang selama ini juga sudah menggerus keberada an Gumuk Pasir sebagai habitat alami yang harus dilindungi. Menurut dia, luas Gumuk Pasir semula sekitar 15 hektare (ha), sekarang hanya tinggal 7 ha atau 6 ha. Keberadaan terus menyusut karena terdesak permukiman warga maupun tambak udang. "Jadi harus ditertibkan," ungkapnya.
Produktivitas Menurun
Sementara itu, sejumlah pe- nambak udang di kawasan pantai selatan, khususnya di Desa Poncosari, Kecamatan Srandak an, Bantul, mengeluhkan me nurunnya produktivitas udang mereka. Di panenan terakhir beberapa pekan lalu, panenan udang mereka mengalami penurunan. Jika biasanya da lam satu petak ukuran 700 meter persegi mampu menghasilkan udang sebanyak 20 ton, kali ini hanya sekitar 15–17 ton.
Ketua Kelompok Tambak Udang Poncosari, Suyanto, mengungkapkan, dalam beberapa bulan terakhir, udang-udang yang mereka budi dayakan sudah mulai terserang hama. Serangan hama putih ini salah satu nya ditengarai dari munculnya bercak putih pada udangudang yang mereka budi dayakan. Akibatnya, udang-udang me reka mengalami penurunan bobot.
“Terjadi penurunan yang cukup signifikan,” imbuhnya kemarin. Beberapa usaha telah dilakukan, hanya pertumbuhan udang tetap mengalami penu run an. Kemungkinan besar karena sirkulasi air yang kurang sehat di kawasan tambak tersebut se hing ga muncul hama yang me nye rang udang mereka. Mereka khawatir akan mengalami kegagalan karena serangan hama penyakit bintik putih (white spot) ini. Saat ini penyakit bintik pu tih mulai terlihat di beberapa tambak di kawasan Poncosari.
Di lahannya sendiri di sekitar 9 ha sudah ada dua petak tambak yang terserang penyakit ini. Sa at ini dia berusaha memutus ma ta rantai perkembangan ha ma putih yang mulai muncul da lam sejak tahun ini dengan cara memelihara ikan gabus. “Ikan gabus tersebut akan memakan hama atau penyakit ini,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bantul Edy Mahmud mengakui memang sudah banyak mendapatkan laporan adanya serangan hama atau penyakit bintik merah tersebut secara informal. Namun, yang melaporkan secara formal baru dua petak tambak ukuran 700 meter persegi di kawasan Poncosari. Edy mengatakan, munculnya penyakit bintik putih tersebut sebenarnya sudah diprediksi karena biasanya jika sebuah lahan pasir digunakan budi daya lebih dari tiga tahun berturut- turut, dipastikan akan timbul penyakit bintik putih ini.
Terlebih, ternyata kaidah pengelolaan tambak udang di sepanjang pantai selatan Bantul banyak diabaikan para penambak. “Contoh kecil saja terkait bu angan air limbah yang belum dikelola, padahal airnya sudah tidak sehat lagi,” tambahnya.
Dengan serangan penyakit ini, salah satu dampaknya adalah penurunan produktivitas. Se bab, ketika udang mereka sudah mulai diserang penyakit ini, biasanya udang-udang tersebut jadi kosong tidak ada isinya. Biasanya para penambak menyias tinya dengan cara menyebar he wan predator penyakit ini dan berusaha memutus mata rantai penyakit ini.
Ridwan anshori/ erfanto linangkung
(ars)