NU Jangan Terkooptasi Kepentingan Politik

Senin, 20 April 2015 - 11:22 WIB
NU Jangan Terkooptasi Kepentingan Politik
NU Jangan Terkooptasi Kepentingan Politik
A A A
SURABAYA - Rais Suriyah PBNU KH Masdar Farid Masudi tidak mempersoalkan model apapun yang dipakai dalam memilih pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) pada muktamar ke-33 di Jombang pada Agustus mendatang.

Bagi Masdar, dua model pemilihan itu hanyalah teknis yang tidak perlu diperdebatkan. ”Mekanisme ini masih ditimbang dan baru akan diputuskan pada Muktamar nanti. Duaduanya ada plus minusnya. Ada yang mengunggulkan Ahwa karena kontrol terbatas. Hanya saja tidak banyak yang terlibat. Pun juga kalau pilihan langsung.

Plusnya bisa melibatkan sampai tingkat bawah. Minusnya bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya. Hanya yang patut diwaspadai adalah bilamana dalam proses memilihan nanti terjadi deal-deal yang tidak sepantasnya. Namun, masalah ini memang tidak gampang dibuktikan karena biasanya dilakukan di bawah tangan. Karena itu, semua dikembalikan kepada kesadaran masing-masing. ”NU ini organisasi keagamaan.

Jangan menggunakan hal-hal kotor semacam itu,” kata Masdar seusai acara tabayyun bertema ”Mengawal Suksesi Kepemimpinan NU” yang diselenggarakan ISNU Jatim di JX Internasional kemarin. Masdar berharap, siapa pun yang terpilih dalam muktamar nanti mampu membawa kebaikan bagi NU dan umat secara keseluruhan. Tidak hanya bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga Islam di muka bumi. Sebab, belakangan muncul kekhawatiran NU tengah terseret dalam pusaran kepentingan dan menjadi alat politik kekuasaan.

”Nauzubillah kalau terjadi. Itu dosa besar kalau untuk kepentingan kekuasaan pribadi,” turut Masdar Karena itulah, Masdar kurang sependapat bilamana ada campur tangan pemerintah dalam hal pendanaan. Alasannya, pendanaan itu bisa jadi akan menyandera kepentingan NU secara jamiyah. Lebih-lebih terseret dalam kepentingan politik praktis.

”Persoalan dana adalah hal hakiki dalam sebuah organisasi. Nah, untuk pemenuhan hal primer itu, mestinya dicukupi NU sendiri, tidak perlu melibatkan pemerintah, kecuali bila keterlibatan (kerja sama) tersebut berupa program-program kegiatan,” kata dia. Masdar menyambut baik usulan adanya iuran (syahriyah) di kalangan warga NU, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan. Pihaknya optimistis, jika hal itu terwujud, pendanaan tidak lagi menjadi persoalan bagi NU.

”Bayangkan kalau setiap anggota membayar syahriyah Rp1.000 saja. Sudah berapa banyak yang terkumpul. Ini keberkahannya luar biasa. Saya kira ini sudah saatnya. Toh, tidak akan ada ruginya. Yang penting ada audit serta pertanggungjawaban programnya jelas,” kata dia lagi.

Pernyataan Masdar ini muncul menyusul polemik di masyarakat terkait rencana bantuan Pemprov Jatim senilai Rp4,9 miliar untuk pendanaan mukmatar di Jombang, Agustus mendatang. Atas rencana itu, muncul berbagai spekulasi NU sengaja ditunggangi penumpang gelap untuk kepentingan sesaat. Hal senada disampaikan intelektual NU Masdar Hilmy. Menurut dia, NU ke depan harus kenyal terhadap perubahan. NU tidak boleh menutup terhadap terjadinya perubahan.

”Kalau memang perlu berevaluasi, ya sah-sah saja. Terpenting, doktrin nilai-nilai Islam aswaja tetap bisa dijalankan,” ujar dia. PunjugadengankonsepAhwa dalammuktamarnanti. Menurut Masdar, hal itu dilakukan sebagai penyelamatan terhadap NU atas berbagai kepentingan.

Ihya’ ulumuddin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6689 seconds (0.1#10.140)