Situs Perahu Kuno Perlu Diselamatkan
A
A
A
BOJONEGORO - Situs perahu kuno yang terletak di Desa Padang, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, kondisinya memprihatinkan.
Perahu kuno yang ditemukan warga dari dasar Sungai Bengawan Solo itu kondisinya kini pecah dan hancur sehingga tidak menyerupai perahu lagi. Begitu pula bangunan mirip kolam yang digunakan untuk menyimpan perahu kuno itu kini juga rusak parah. Perahu kuno itu merupakan salah satu peninggalan sejarah yang bernilai tinggi.
Dulu pada masa Kerajaan Majapahit dan masa kolonial Belanda, transportasi utama masyarakat di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo menggunakan perahu ini. Kegiatan perdagangan dari Solo hingga ke Gresik menggunakan perahu kayu tersebut. Beberapa pihak telah mengecek kondisi perahu kuno yang kini hancur itu, di antaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur (Jatim), dan Tim Balai Konservasi Borobudur.
Mereka kini berupaya menyelamatkan perahu kuno tersebut. Menurut pemerhati sejarah dari komunitas Banyu Nggawan Boedjanegara, Rahmat, pihaknya sangat menyayangkan kondisi perahu kuno yang seolah tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah tersebut.
Pria yang juga warga Desa Padang, Kecamatan Trucuk, ini berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan temuan perahu kuno yang bernilai sejarah tinggi tersebut. “Kalau tidak segera dilakukan upaya penyelamatan, perahu kuno itu akan hilang,” ujarnya.
Sementara itu, Nahar Cahyandaru dari Tim Balai Konservasi Borobudur saat mengunjungi situs perahu kuno Padang mengaku menyayangkan kondisi perahu yang saat ini telah hancur. Pihaknya akan menyurati Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPJP) Jawa Timur untuk segera melakukan rekonstruksi atau pemugaran. “Kondisi perahu sangat menyedihkan. Segera kami laporkan pada BPCB Jatim untuk tindak lanjutnya,” lanjutnya.
Dia menuturkan, untuk mempertahankan keberadaan perahu kuno ini dibutuhkan kerja sama berbagai pihak. Dari awal pengangkatan perahu dari dasar sungai terpanjang di Pulau Jawa ini berada di bawah naungan BPCB Jawa Timur yang bekerja sama dengan Disbudpar Bojonegoro yang menyediakan lahan 3.000 meter persegi untuk lokasi perahu.
“Kami harap segera ada pemugaran dari BPCB Jatim dan perawatan selanjutnya bisa dilakukan Pemkab Bojonegoro,” ujarnya.
Muhammad roqib
Perahu kuno yang ditemukan warga dari dasar Sungai Bengawan Solo itu kondisinya kini pecah dan hancur sehingga tidak menyerupai perahu lagi. Begitu pula bangunan mirip kolam yang digunakan untuk menyimpan perahu kuno itu kini juga rusak parah. Perahu kuno itu merupakan salah satu peninggalan sejarah yang bernilai tinggi.
Dulu pada masa Kerajaan Majapahit dan masa kolonial Belanda, transportasi utama masyarakat di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo menggunakan perahu ini. Kegiatan perdagangan dari Solo hingga ke Gresik menggunakan perahu kayu tersebut. Beberapa pihak telah mengecek kondisi perahu kuno yang kini hancur itu, di antaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur (Jatim), dan Tim Balai Konservasi Borobudur.
Mereka kini berupaya menyelamatkan perahu kuno tersebut. Menurut pemerhati sejarah dari komunitas Banyu Nggawan Boedjanegara, Rahmat, pihaknya sangat menyayangkan kondisi perahu kuno yang seolah tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah tersebut.
Pria yang juga warga Desa Padang, Kecamatan Trucuk, ini berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan temuan perahu kuno yang bernilai sejarah tinggi tersebut. “Kalau tidak segera dilakukan upaya penyelamatan, perahu kuno itu akan hilang,” ujarnya.
Sementara itu, Nahar Cahyandaru dari Tim Balai Konservasi Borobudur saat mengunjungi situs perahu kuno Padang mengaku menyayangkan kondisi perahu yang saat ini telah hancur. Pihaknya akan menyurati Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPJP) Jawa Timur untuk segera melakukan rekonstruksi atau pemugaran. “Kondisi perahu sangat menyedihkan. Segera kami laporkan pada BPCB Jatim untuk tindak lanjutnya,” lanjutnya.
Dia menuturkan, untuk mempertahankan keberadaan perahu kuno ini dibutuhkan kerja sama berbagai pihak. Dari awal pengangkatan perahu dari dasar sungai terpanjang di Pulau Jawa ini berada di bawah naungan BPCB Jawa Timur yang bekerja sama dengan Disbudpar Bojonegoro yang menyediakan lahan 3.000 meter persegi untuk lokasi perahu.
“Kami harap segera ada pemugaran dari BPCB Jatim dan perawatan selanjutnya bisa dilakukan Pemkab Bojonegoro,” ujarnya.
Muhammad roqib
(ftr)