Lima Jam Menikmati Tarian, Musik, Puisi, dan Lukis
A
A
A
MALANG - Hari Musik dan Hari Tari Sedunia dirayakan mahasiswa, dosen, seniman, dan pelajar dengan penampilan atraktif tarian, musik, nyanyian, puisi dan lukisan di jalanan kampus Universitas Negeri Malang (UM). “Inilah seni.
Semuanya menyatu. Tidak ada yang terkotak- kotak,” ujar Robby Hidajat, dosen tari program studi tari Fakultas Sastra UM kemarin. Kegiatan ini merupakan sebuah rangkaian ziarah tanah leluhur, sekaligus ucap syukur atas limpahan berkah yang sudah diturunkan Yang Kuasa kepada manusia. Melalui seni, semua makhluk diajak menghayati, meramaikan, dan membangun hubungan dengan tanah leluhur yang dipijak.
Kegiatan ini diawali dengan Suguh, yakni acara persembahan yang ditampilkan dalam bentuk seni musik. “Musik adalah kesenian tertua di dunia. Semua manusia, begitu lahir akan mengeluarkan suara tangisan. Suara itu adalah bentuk kesenian musik,” kata Robby.
Setelah Suguh dilanjutkan dengan acara tolak bala. Rombonganpenari, pemusik, pelukis, dan pembaca puisi, berjalan dari Fakultas Sastra menuju Menara UM. Di sini, para seniman menggelar acara menolak bala dalam bentuk tarian mengusir Leak. Leak digambarkan sebagai sebuah makhluk jahat yang mengganggu kehidupan manusia.
Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan upacara kesuburan, sebuah upacara ucap syukur atas berkah yang diberikan Yang Kuasa. Upacara kesuburan dilanjutkan di depan kantor Rektorat UM dengan menampilkan tarian yang mengisahkan Mahabarata dengan judul Gendari Bowo Rogo. “Tarian yang menggambarkan kejujuran manusia melalui suara tubuh,” kata Robby.
Rangkaian upacara ditutup dengan tarian bersama di atas kanvas sepanjang 100 meter. Sepanjang rangkaian upacara, juga dibacakan puisi setebal 100 halaman. “Penutupnya memainkan gerak tarian, bersama melukis di atas kanvas, dan diiringi irama musik. Tujuannya, kita menyatu, menikmati seni tanpa terkotak-kotak,” ujar Robby, yang juga menjadi koreografi dalam rangkaian tarian ini.
Seluruh rangkaian tarian dilaksanakan selama lima jam, mulai pukul 07.00–11.00 WIB. Setelah seluruh rangkaian tarian selesai dilakukan, dilanjutkan dengan ziarah ke makam para seniman tari di Malang, yaitu makam Mbah Reni di Polowijen Kota Malang. Berdasarkan catatan sejarah dari Belanda, Mbah Reni diduga menjadi seniman tari topeng Malangan tertua.
Makam seniman lainnya yang diziarahi, yaitu makam Munawi di Kedalsari Kota Malang; makam Rasimun di Tumpang Kabupaten Malang; makam Karimun di Pakisaji Kabupaten Malang; dan makam Katam di Gadingkasri Kota Malang. Para seniman yang sudah wafat itu telah mengabdikan dirinya untuk dunia seni.
Aksi penggabungan seni tari, musik, dan lukis, dalam memperingati hari musik dan hari tari itu, menurut Ketua Program Studi Seni Tarik dan Musik Fakultas Sastra UM Wara Suprihatin, sudah dilaksanakan sejak 2010 silam. “Kegiatan ini diikuti 500 orang lebih, terdiri dari mahasiswa, seniman, dosen, dan pelajar,” ujar dia.
Yuswantoro
Semuanya menyatu. Tidak ada yang terkotak- kotak,” ujar Robby Hidajat, dosen tari program studi tari Fakultas Sastra UM kemarin. Kegiatan ini merupakan sebuah rangkaian ziarah tanah leluhur, sekaligus ucap syukur atas limpahan berkah yang sudah diturunkan Yang Kuasa kepada manusia. Melalui seni, semua makhluk diajak menghayati, meramaikan, dan membangun hubungan dengan tanah leluhur yang dipijak.
Kegiatan ini diawali dengan Suguh, yakni acara persembahan yang ditampilkan dalam bentuk seni musik. “Musik adalah kesenian tertua di dunia. Semua manusia, begitu lahir akan mengeluarkan suara tangisan. Suara itu adalah bentuk kesenian musik,” kata Robby.
Setelah Suguh dilanjutkan dengan acara tolak bala. Rombonganpenari, pemusik, pelukis, dan pembaca puisi, berjalan dari Fakultas Sastra menuju Menara UM. Di sini, para seniman menggelar acara menolak bala dalam bentuk tarian mengusir Leak. Leak digambarkan sebagai sebuah makhluk jahat yang mengganggu kehidupan manusia.
Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan upacara kesuburan, sebuah upacara ucap syukur atas berkah yang diberikan Yang Kuasa. Upacara kesuburan dilanjutkan di depan kantor Rektorat UM dengan menampilkan tarian yang mengisahkan Mahabarata dengan judul Gendari Bowo Rogo. “Tarian yang menggambarkan kejujuran manusia melalui suara tubuh,” kata Robby.
Rangkaian upacara ditutup dengan tarian bersama di atas kanvas sepanjang 100 meter. Sepanjang rangkaian upacara, juga dibacakan puisi setebal 100 halaman. “Penutupnya memainkan gerak tarian, bersama melukis di atas kanvas, dan diiringi irama musik. Tujuannya, kita menyatu, menikmati seni tanpa terkotak-kotak,” ujar Robby, yang juga menjadi koreografi dalam rangkaian tarian ini.
Seluruh rangkaian tarian dilaksanakan selama lima jam, mulai pukul 07.00–11.00 WIB. Setelah seluruh rangkaian tarian selesai dilakukan, dilanjutkan dengan ziarah ke makam para seniman tari di Malang, yaitu makam Mbah Reni di Polowijen Kota Malang. Berdasarkan catatan sejarah dari Belanda, Mbah Reni diduga menjadi seniman tari topeng Malangan tertua.
Makam seniman lainnya yang diziarahi, yaitu makam Munawi di Kedalsari Kota Malang; makam Rasimun di Tumpang Kabupaten Malang; makam Karimun di Pakisaji Kabupaten Malang; dan makam Katam di Gadingkasri Kota Malang. Para seniman yang sudah wafat itu telah mengabdikan dirinya untuk dunia seni.
Aksi penggabungan seni tari, musik, dan lukis, dalam memperingati hari musik dan hari tari itu, menurut Ketua Program Studi Seni Tarik dan Musik Fakultas Sastra UM Wara Suprihatin, sudah dilaksanakan sejak 2010 silam. “Kegiatan ini diikuti 500 orang lebih, terdiri dari mahasiswa, seniman, dosen, dan pelajar,” ujar dia.
Yuswantoro
(ftr)