Dolanan Tradisional Hidup di Istana Gebang
A
A
A
BLITAR - Rumah masa kecil Proklamator RI, Ir Soekarno, di Jalan Sultan Agung, Kota Blitar, menjadi tempat menghidupkan kembali permainan tradisional anak-anak.
Di belakang bangunan kuno yang akrab disebut Istana Gebang atau Ndalem Gebang , para pelajar tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri/swasta di Kota Blitar menggelar dolanan gobag sodor. “Kami memang ingin menghidupkan kembali semua dolanan tradisional yang pernah ada,” tutur Kepala Pengelola Kawasan Wisata Makam Bung Karno sekaligus panitia acara, Heru Santoso.
Di tanah lapang seluas tiga kali lapangan bola voli, sekelompok anak-anak berlari-lari. Sebanyak delapan anak berdiri dengan kedua tangan terbentang lebar. Mereka menjaga garis melintang dan vertikal dari terobosan kelompok lainnya. Total ada 79 kelompok, tingkat SD 63 kelompok dan tingkat SMP 16 kelompok. “Setiap sekolah mengirimkan delegasi dua kelompok,” ucap Heru.
Setiap kelompok terdiri dari delapan anak. Kelompok penjaga bertugas menjaga garis, sedangkan kelompok pembobol membawa misi menerobos garis mulai penjaga yang berdiri terdepan hingga paling belakang. Aturan mainnya, pembobol yang tersentuh tangan penjaga dinyatakan kalah, dan tim penjaga otomatis yang menang.
Sebaliknya bila tim pembobol berhasil melewati penjaga garis terdepan hingga paling belakang, akan dinyatakan sebagai pemenang. Gobag sodor, permainan tradisional yang pernah jaya di era 60-70-an. Permainan ini mengajarkan semangat sportivitas dan kebersamaan. Suasana di belakang rumah yang kini berstatus museum Bung Karno itu pun meriah.
Beberapa guru yang mendampingi anak didiknya berteriak- teriak mengarahkan tim harus berlari cepat sekaligus bagaimana cara berkelit dan menghindar yang benar. Menurut Heru, semua dolanan tradisional itu kini nyaris mati dan terlupakan. “Kalah dengan game digital semacam playstation dari negara barat. Karenanya, menghidupkan kembali dolanan tradisional ini merupakan bagian perlawanan budaya,” ujarnya.
Selain sobag odor, dolanan tradisional asli Indonesia seperti bentengan, kasti, suramanda, petak umpet, cirak, dan voli plastik juga akan dimainkan secara rutin di lingkungan Istana Gebang. Semua itu dimulai dari momentum peringatan Hari Jadi Kota Blitar ke-109. “Apa yang kami lakukan ini sebagai bentuk nguri uri (melestarikan) budaya nenek moyang,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kota Blitar, Tri Iman Prasetyo, mengatakan, acara gobag sodor ini digelar selama sepekan. “Dibuka mulai 9 April dan ditutup 16 April 2015. Ini digelar sebagaimana kompetisi dengan juara satu sampai tiga sekaligus hadiahnya,” ujarnya.
Santi, salah satu siswi SMP mengaku baru kali ini memainkan permainan tradisional dengan sungguh- sungguh.“Sebab, sebelumnya hanya mendengar cerita dari orang tua. Selain itu, tidak semua teman-teman saya tahu dengan permainan tradisional gobag sodor,” tuturnya.
Solichan arif
Di belakang bangunan kuno yang akrab disebut Istana Gebang atau Ndalem Gebang , para pelajar tingkat sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) negeri/swasta di Kota Blitar menggelar dolanan gobag sodor. “Kami memang ingin menghidupkan kembali semua dolanan tradisional yang pernah ada,” tutur Kepala Pengelola Kawasan Wisata Makam Bung Karno sekaligus panitia acara, Heru Santoso.
Di tanah lapang seluas tiga kali lapangan bola voli, sekelompok anak-anak berlari-lari. Sebanyak delapan anak berdiri dengan kedua tangan terbentang lebar. Mereka menjaga garis melintang dan vertikal dari terobosan kelompok lainnya. Total ada 79 kelompok, tingkat SD 63 kelompok dan tingkat SMP 16 kelompok. “Setiap sekolah mengirimkan delegasi dua kelompok,” ucap Heru.
Setiap kelompok terdiri dari delapan anak. Kelompok penjaga bertugas menjaga garis, sedangkan kelompok pembobol membawa misi menerobos garis mulai penjaga yang berdiri terdepan hingga paling belakang. Aturan mainnya, pembobol yang tersentuh tangan penjaga dinyatakan kalah, dan tim penjaga otomatis yang menang.
Sebaliknya bila tim pembobol berhasil melewati penjaga garis terdepan hingga paling belakang, akan dinyatakan sebagai pemenang. Gobag sodor, permainan tradisional yang pernah jaya di era 60-70-an. Permainan ini mengajarkan semangat sportivitas dan kebersamaan. Suasana di belakang rumah yang kini berstatus museum Bung Karno itu pun meriah.
Beberapa guru yang mendampingi anak didiknya berteriak- teriak mengarahkan tim harus berlari cepat sekaligus bagaimana cara berkelit dan menghindar yang benar. Menurut Heru, semua dolanan tradisional itu kini nyaris mati dan terlupakan. “Kalah dengan game digital semacam playstation dari negara barat. Karenanya, menghidupkan kembali dolanan tradisional ini merupakan bagian perlawanan budaya,” ujarnya.
Selain sobag odor, dolanan tradisional asli Indonesia seperti bentengan, kasti, suramanda, petak umpet, cirak, dan voli plastik juga akan dimainkan secara rutin di lingkungan Istana Gebang. Semua itu dimulai dari momentum peringatan Hari Jadi Kota Blitar ke-109. “Apa yang kami lakukan ini sebagai bentuk nguri uri (melestarikan) budaya nenek moyang,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kota Blitar, Tri Iman Prasetyo, mengatakan, acara gobag sodor ini digelar selama sepekan. “Dibuka mulai 9 April dan ditutup 16 April 2015. Ini digelar sebagaimana kompetisi dengan juara satu sampai tiga sekaligus hadiahnya,” ujarnya.
Santi, salah satu siswi SMP mengaku baru kali ini memainkan permainan tradisional dengan sungguh- sungguh.“Sebab, sebelumnya hanya mendengar cerita dari orang tua. Selain itu, tidak semua teman-teman saya tahu dengan permainan tradisional gobag sodor,” tuturnya.
Solichan arif
(ftr)