Hendak Lakukan Pembongkaran, Satpol PP Dipukul Mundur Warga
A
A
A
SEMARANG - Ratusan petugas Satpol PP Kota Semarang, gagal melakukan pembongkaran puluhan rumah di Jalan Kumudasmoro Pamularsih Semarang Barat, Rabu (8/4/2015).
Warga yang menempati rumah dengan tanah diduga milik salah satu perusahaan tersebut menghalang-halangi petugas dan menolak dibongkar, karena petugas tidak membawa surat resmi pembongkaran dari pengadilan.
Ketegangan sempat terjadi saat ratusan petugas datang membawa satu alat berat ke lokasi. Dalam kesempatan yang sama, warga sudah berkumpul di gang masuk kampung mereka dan berteriak menolak pembongkaran.
Bahkan, sempat terjadi dorong-dorongan antara warga dan petugas saat petugas sampai ke lokasi. "Kami siap mati mempertahankan rumah kami. Tolak pembongkaran sepihak," teriak warga.
Untuk mengatasi masa, petugas Satpol PP Kota Semarang telah menyiapkan pasukan khusus anti huru-hara yang lengkap dengan tameng serta pemukul.
"Satpol PP tidak berhak melakukan pembongkaran tehadap rumah warga di lokasi ini. Sebab, ini adalah masalah sengketa lahan antara warga dengan pihak PT Widjati Aji dan bukan pelanggaran Peraturan Daerah (Perda)," kata kuasa hukum warga, Aris Septiono.
Aris menambahkan, Satpol PP dapat melakukan pembongkaran hanya jika telah mengantongi surat rekomendasi pembongkaran dari Pengadilan Negeri (PN) Semarang setelah kasus sengketa dipersidangkan.
Sementara hingga kini, kasus tersebut belum masuk ke ranah persidangan. "Ini bentuk arogansi dari Satpol PP dan mereka jelas telah melanggar peraturan sesuai tugas dan fungsinya," tegasnya.
Tentu akan kami laporkan hal ini ke DPRD lanjut Aris, agar membentuk panitia khusus menyelidiki hal ini." Kami menduga kuat Satpol PP mendapatkan bayaran untuk melakukan pembongkaran ini," tegasnya.
Diakui Aris, sebuah keanehan tejadi saat Satpol PP menjadi alat dari perseorangan atau sebuah badan hukum. Padahal, keberadaan mereka bukanlah untuk mengurusi hal tersebut.
"Ini perkara perdata, jadi bukan ranahnya Satpol PP. Kalau sampai berani membongkar, maka akan kami laporkan ke kantor polisi," imbuhnya.
Menurut Aris, sengketa antara warga dengan PT Widjati Aji sudah berlangsung sejak lama. PT Widjati Aji meminta warga pindah karena mengklaim jika lahan yang dibangun rumah oleh warga adalah lahan sah milik PT Widjati Aji.
"Padahal sejarahnya, dulu ini lahan kosong kemudian dibangun rumah oleh warga. Selain itu, PT Widjati Aji juga tidak dapat menunjukkan sertifikat resmi kepemilikan lahan ini," sebutnya.
Sebetulnya kaya Aris, warga mau saja pindah jika pihak perusahan memiliki sertifikat resmi atas kepemilikan tanah ini.
Sementara salah seorang warga, Abdi (35), membenarkan jika lokasi itu sudah lama ditempati oleh warga. Dulunya lanjut Abdi, lokasi itu adalah tanah kosong yang tidak diketahui pemiliknya.
"Kami kemudian membangun rumah di sini. Kami memang tidak memiliki sertifikat, tapi PT Widjati Aji juga tidak dapat menunjukkan sertifikat kepada kami sehingga kami memutuskan untuk bertahan," kata dia.
Sementara itu, setelah melakukan dialog bersama warga dan kuasa hukumnya, petugas Satpol PP Kota Semarang akhirnya menunda proses eksekusi. Mereka kemudian menarik semua petugas dari lokasi menuju Mako Satpol PP.
Disinggung tudingan Satpol PP menerima bayaran, Kabid Trantibum Satpol PP kota Semarang membantahnya.
Menurutnya, pembongkaran dilakukan karena adanya permohonan dari warga mengenai asetnya yang ditempati warga lain secara illegal selama bertahun-tahun.
"Selain itu, rumah-rumah di sini juga telah melanggar Perda nomor 5 tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jadi kalau tudingan Satpol PP menerima bayaran dari seseorang untuk proses ini, itu tidak benar," tegasnya.
Warga yang menempati rumah dengan tanah diduga milik salah satu perusahaan tersebut menghalang-halangi petugas dan menolak dibongkar, karena petugas tidak membawa surat resmi pembongkaran dari pengadilan.
Ketegangan sempat terjadi saat ratusan petugas datang membawa satu alat berat ke lokasi. Dalam kesempatan yang sama, warga sudah berkumpul di gang masuk kampung mereka dan berteriak menolak pembongkaran.
Bahkan, sempat terjadi dorong-dorongan antara warga dan petugas saat petugas sampai ke lokasi. "Kami siap mati mempertahankan rumah kami. Tolak pembongkaran sepihak," teriak warga.
Untuk mengatasi masa, petugas Satpol PP Kota Semarang telah menyiapkan pasukan khusus anti huru-hara yang lengkap dengan tameng serta pemukul.
"Satpol PP tidak berhak melakukan pembongkaran tehadap rumah warga di lokasi ini. Sebab, ini adalah masalah sengketa lahan antara warga dengan pihak PT Widjati Aji dan bukan pelanggaran Peraturan Daerah (Perda)," kata kuasa hukum warga, Aris Septiono.
Aris menambahkan, Satpol PP dapat melakukan pembongkaran hanya jika telah mengantongi surat rekomendasi pembongkaran dari Pengadilan Negeri (PN) Semarang setelah kasus sengketa dipersidangkan.
Sementara hingga kini, kasus tersebut belum masuk ke ranah persidangan. "Ini bentuk arogansi dari Satpol PP dan mereka jelas telah melanggar peraturan sesuai tugas dan fungsinya," tegasnya.
Tentu akan kami laporkan hal ini ke DPRD lanjut Aris, agar membentuk panitia khusus menyelidiki hal ini." Kami menduga kuat Satpol PP mendapatkan bayaran untuk melakukan pembongkaran ini," tegasnya.
Diakui Aris, sebuah keanehan tejadi saat Satpol PP menjadi alat dari perseorangan atau sebuah badan hukum. Padahal, keberadaan mereka bukanlah untuk mengurusi hal tersebut.
"Ini perkara perdata, jadi bukan ranahnya Satpol PP. Kalau sampai berani membongkar, maka akan kami laporkan ke kantor polisi," imbuhnya.
Menurut Aris, sengketa antara warga dengan PT Widjati Aji sudah berlangsung sejak lama. PT Widjati Aji meminta warga pindah karena mengklaim jika lahan yang dibangun rumah oleh warga adalah lahan sah milik PT Widjati Aji.
"Padahal sejarahnya, dulu ini lahan kosong kemudian dibangun rumah oleh warga. Selain itu, PT Widjati Aji juga tidak dapat menunjukkan sertifikat resmi kepemilikan lahan ini," sebutnya.
Sebetulnya kaya Aris, warga mau saja pindah jika pihak perusahan memiliki sertifikat resmi atas kepemilikan tanah ini.
Sementara salah seorang warga, Abdi (35), membenarkan jika lokasi itu sudah lama ditempati oleh warga. Dulunya lanjut Abdi, lokasi itu adalah tanah kosong yang tidak diketahui pemiliknya.
"Kami kemudian membangun rumah di sini. Kami memang tidak memiliki sertifikat, tapi PT Widjati Aji juga tidak dapat menunjukkan sertifikat kepada kami sehingga kami memutuskan untuk bertahan," kata dia.
Sementara itu, setelah melakukan dialog bersama warga dan kuasa hukumnya, petugas Satpol PP Kota Semarang akhirnya menunda proses eksekusi. Mereka kemudian menarik semua petugas dari lokasi menuju Mako Satpol PP.
Disinggung tudingan Satpol PP menerima bayaran, Kabid Trantibum Satpol PP kota Semarang membantahnya.
Menurutnya, pembongkaran dilakukan karena adanya permohonan dari warga mengenai asetnya yang ditempati warga lain secara illegal selama bertahun-tahun.
"Selain itu, rumah-rumah di sini juga telah melanggar Perda nomor 5 tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Jadi kalau tudingan Satpol PP menerima bayaran dari seseorang untuk proses ini, itu tidak benar," tegasnya.
(nag)