Daya Bendungan Batang Ilung Merosot
A
A
A
PADANGLAWAS UTARA - Gubenur Sumatera Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho, menginstruksikan optimalisasi Daerah Irigasi Batang Ilung seluas 4.194 hektare (ha) di Kabupaten Padanglawas Utara (Paluta).
Dalam kunjungan kerja ke Bendungan Batang Ilung di Desa Sibagasi, Kecamatan Padang Bolak, Gatot melihat kemampuan Daerah Irigasi Batang Ilung mengairi persawahan semakin merosot. Hal ini disebabkan pengambilan air secara tidakmerata dan pencurian air yang tidak terkendali pada irigasi tersebut.
Optimalisasi mendesak dilakukan karena daerah irigasi itu sangat menentukan tingkat produksi padi Sumut. Ini menjadi bagian dari upaya Sumut mendukung pencapaian target nasional swasembada pangan. “Saya minta segera lakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi persoalan yang terjadi agar Daerah Irigasi Batang Ilung ini dapat lebih optimal mengairi persawahan,” ujar Gatot kepada Wakil Bupati Paluta, Riskon Hasibuan; dan pejabat lainnya, Sabtu (4/4).
Bendungan itu mulai dibangun pada 1983, dan selesai pada 1991/1992 dengan dana pinjaman Asian Development Bank (ADB) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Daerah Irigasi Batang Ilung merupakan daerah dataran memanjang di sebelah kiri dan kanan Sungai Batang Pane yang berada sekitar 90 meter dari permukaan laut. Setelah pelaksanaan konstruksi selesai pada 1992, dan jaringannya dioperasikan, akhirnya terlaksana pola tanam dan musim tanam serentak seluas 4.194 ha.
Namun, sejak 2006 hingga kini, musim tanam tidak lagi bisa dilaksanakan secara serempak karena kemampuan jaringan irigasi mengairi areal sawah sudah berkurang akibat kerusakan jaringan irigasi. Gubernur Sumut meminta Dinas Pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluh membina dan mendampingi agar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) lebih terberdayakan. Dia juga meminta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumut sebagai pengelola bendungan dan jaringan irigasi, merehabilitasi jaringan irigasi.
“Tentunya masyarakat harus mengambil peran, tidak mengambil air secara liar yang dapat merusak jaringan irigasi sehingga pengairan dapat terlaksana dengan baik, dan areal persawahan dapat terairi secara kontinu,” tuturnya. Menurut Pejabat Pembuat Komitmen Irigasi dan Rawa III DinasPengelolaanSumberDaya Air (PSDA) Sumut, Amat Purba, kerusakan jaringan irigasi disebabkan berbagai hal.
Salah satunya tingginya sedimentasi pada hulu bendungan yang juga menyebabkan tingginya sedimentasi pada saluran induk dan saluran sekunder. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan fungsi jaringan pada saluran induk dan saluran sekunder serta tersier. “Hal lain yang menjadi persoalan adalah pengambilan air ke areal persawahan secara liar dan tidak merata, serta aktivitas pencurian air yang tidak terkendali,” paparnya.
Wakil Bupati Paluta, Riskon Hasibuan, menyambut baik program tanam perdana yang dilakukan. Pertanian merupakan sektor utama yang menopang perekonomian sebagian besar masyarakat Paluta. Hal ini ditunjukkan dengan luas sawah yang mencapai 17.385 ha dengan rata-rata produktivitas mencapai 5,2 ton per ha.
Fakhrur rozi
Dalam kunjungan kerja ke Bendungan Batang Ilung di Desa Sibagasi, Kecamatan Padang Bolak, Gatot melihat kemampuan Daerah Irigasi Batang Ilung mengairi persawahan semakin merosot. Hal ini disebabkan pengambilan air secara tidakmerata dan pencurian air yang tidak terkendali pada irigasi tersebut.
Optimalisasi mendesak dilakukan karena daerah irigasi itu sangat menentukan tingkat produksi padi Sumut. Ini menjadi bagian dari upaya Sumut mendukung pencapaian target nasional swasembada pangan. “Saya minta segera lakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi persoalan yang terjadi agar Daerah Irigasi Batang Ilung ini dapat lebih optimal mengairi persawahan,” ujar Gatot kepada Wakil Bupati Paluta, Riskon Hasibuan; dan pejabat lainnya, Sabtu (4/4).
Bendungan itu mulai dibangun pada 1983, dan selesai pada 1991/1992 dengan dana pinjaman Asian Development Bank (ADB) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Daerah Irigasi Batang Ilung merupakan daerah dataran memanjang di sebelah kiri dan kanan Sungai Batang Pane yang berada sekitar 90 meter dari permukaan laut. Setelah pelaksanaan konstruksi selesai pada 1992, dan jaringannya dioperasikan, akhirnya terlaksana pola tanam dan musim tanam serentak seluas 4.194 ha.
Namun, sejak 2006 hingga kini, musim tanam tidak lagi bisa dilaksanakan secara serempak karena kemampuan jaringan irigasi mengairi areal sawah sudah berkurang akibat kerusakan jaringan irigasi. Gubernur Sumut meminta Dinas Pertanian dan Badan Koordinasi Penyuluh membina dan mendampingi agar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) lebih terberdayakan. Dia juga meminta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumut sebagai pengelola bendungan dan jaringan irigasi, merehabilitasi jaringan irigasi.
“Tentunya masyarakat harus mengambil peran, tidak mengambil air secara liar yang dapat merusak jaringan irigasi sehingga pengairan dapat terlaksana dengan baik, dan areal persawahan dapat terairi secara kontinu,” tuturnya. Menurut Pejabat Pembuat Komitmen Irigasi dan Rawa III DinasPengelolaanSumberDaya Air (PSDA) Sumut, Amat Purba, kerusakan jaringan irigasi disebabkan berbagai hal.
Salah satunya tingginya sedimentasi pada hulu bendungan yang juga menyebabkan tingginya sedimentasi pada saluran induk dan saluran sekunder. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan fungsi jaringan pada saluran induk dan saluran sekunder serta tersier. “Hal lain yang menjadi persoalan adalah pengambilan air ke areal persawahan secara liar dan tidak merata, serta aktivitas pencurian air yang tidak terkendali,” paparnya.
Wakil Bupati Paluta, Riskon Hasibuan, menyambut baik program tanam perdana yang dilakukan. Pertanian merupakan sektor utama yang menopang perekonomian sebagian besar masyarakat Paluta. Hal ini ditunjukkan dengan luas sawah yang mencapai 17.385 ha dengan rata-rata produktivitas mencapai 5,2 ton per ha.
Fakhrur rozi
(ars)