Harga BBM Pukul Sektor Transportasi

Rabu, 01 April 2015 - 09:59 WIB
Harga BBM Pukul Sektor Transportasi
Harga BBM Pukul Sektor Transportasi
A A A
TEGAL - Kenaikan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) makin meresahkan pengusaha maupun awak angkutan.

Mereka dihadapkan pada kondisi dilematis karena kenaikan harga BBM tak bisa langsung diikuti dengan penyesuaian tarif angkutan. Berdasarkan pantauan di sejumlah daerah, para awak angkutan umumnya tak berani menaikkan tarif karena takut akan mendapat protes dari penumpang. Mereka semakin bingung karenapihakberwenangjugatak segera menetapkan tarif baru setelah pemerintah menaikkan harga BBM, Sabtu lalu (28/3). Di Kota Tegal, Jawa Tengah, para sopir angkutan masih menggunakan tarif lama kendati risikonya akan mengurangi pendapatan harian.

Tarmo, 50, sopir angkutan kota jurusan Kaligangsa–Terminal mengaku belum menaikkan tarif karena belum ada sosialisasi penyesuaian tarif dari dinas terkait. ”Tarif masih tetap. Kami belum tahu ada keputusan perubahan tarif,” katanya kemarin. Tarif yang berlaku saat ini adalah ketetapan pada pertengahan Januari lalu. Tarmo mengatakan, kenaikan harga BBM membuat sopir angkutan dihadapkan pada posisi dilematis. Sebab penumpang akan protes jika tarif dinaikkan mengikuti kenaikan harga BBM.

Di sisi lain, jika tidak dinaikkan, biaya operasional telanjur membengkak. Jika biasanya sekali beroperasi dia mengeluarkan Rp120.000 untuk membeli premium, kini membengkak menjadi Rp200.000. “Kalau dinaikkan tarif tanpa ada dasar aturan yang bisa ditunjukkan ke penumpang ya ribut akhirnya,” timpal Toro, 42, sopir angkutan jurusan Kemantran– Tegal.

Di Kabupaten Bantul DIY, Organisasi Angkutan Daerah (Organda) setempat masih menunggu petunjuk pusat untuk mengusulkan kenaikan tarif. Ketua Organda Bantul Slamet Wijayanto mengaku kenaikan harga BBM sangat membingungkan pengelola angkutan umum lantaran terjadi dengan cepat. Ketidakpastian harga BBM berakibat pada ketidakpastian biaya produksi yang ditanggung pengelola angkutan.

Saat ini, penetapan tarif masih berdasarkan ketentuan lama. Organda masih berpegang pada tarif lama, yaitu Rp210 per kilometer untuk batas atas dan batas bawah sebesar Rp143 per kilometer. Dia berharap agar penetapan harga BBM diusulkan dilakukan minimal enam bulan sekali sehingga awak angkutan umum bisa melakukan antisipasi dan penyesuaian sebelumnya. “Kalau tiap bulan berubah, kami jadi bingung,” katanya.

Sebelumnya, saat di Bantul, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X enggan berkomentar terkait dengan kenaikan BBM tersebut. Sultan menyarankan agar awak media menanyakan langsung tanggapan tentang kenaikan BBM tersebut ke masyarakat. Di Kulonprogo, lantaran tak kunjung ada kejelasan tarif baru, awak angkutan nekat menaikkan sendiri tarif. Kenaikan bervariasi tergantung jarak tempuh.

Rata-rata awak angkutan menaikkan Rp1.000 dengan alasan tidak ingin merugi. “Kenaikan sebesar itu masih wajar dan tidak mungkin kami naikkan lebih tinggi,” papar sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) Binaryo. Menurut Ketua Organda Kulonprogo Djuwardi, mestinya dalam setiap mengeluarkan kebijakan harga BBM, pemerintah juga menentukan penyesuaian tarif.

“Kalau harga naik turun seperti ini, kita yang dibuat bingung,” jelasnya. Rencananya baru hari ini Organda kabupaten/kota di DIY juga akan diundang untuk berkoordinasi dalam penentuan tarif baru bersama Dinas Perhubungan( Dishub) DIY. “Agartidak ada gejolak memang tarif ini harus segera dinaikkan,” sebutnya.

FPDIP Inisiasi Hak Angket

Kalangan DPR juga terus menyoroti kebijakan Presiden Jokowi yang menaikkan harga BBM untuk kesekian kalinya. Bahkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) tengah menggulirkan hak angket. Anggota Komisi VII dari FPDIP Effendi Simbolon menginisiasi usulan tersebut karena kebijakan pemerintah yang menaikturunkan harga BBM sudah tidak relevan lagi.

”Kita mengkritisi Jokowi dalam pengelolaan energi, khususnya BBM yang sangat kuat tendensinya dari pihak asing,” ujarnya. Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) Kwik Kian Gie menyatakan Presiden Jokowi telah melakukan pelanggaran terhadap konstitusi karena telah menyerahkan harga BBM kepada mekanisme pasar. Dia menyatakan pelanggaran atas konstitusi yang dilakukan Jokowi karena menyalahi Pasal 33 UUD 1945.

”Buat saya sudah terbukti Presiden Jokowi melanggar konstitusi,” ujarnya kemarin dalam diskusi di Gedung DPR. Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika meminta Menteri ESDM mempertimbangkan kembali kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM sebesar Rp500.

Menurut Kardaya, di samping pemilihan waktu pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok, pemerintah juga perlu menjelaskan dan menyosialisasikan secara masif, khususnya tentang skema pengalihan subsidi ke sektor infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Farid firdaus/erfanto linangkung/kuntadi/mula akmal/rarasati syarief/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6057 seconds (0.1#10.140)