Utamakan Karakter Menuju Kualitas Global
A
A
A
BANDUNG - Aspek pendidikan karakter menjadi salah satu aspek pengembangan pendidikan yang perlu ditingkatkan di samping aspek kognitif.
Hal ini selain meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar, juga dalam rangka meningkatkan wawasan siswa menuju kompetisi di tingkat global. Hal itu terungkap dalam acara Open House Edu Global School yang digelar di Hotel Grand Serella, Jalan Riau, kemarin.
Founder Edu Global Indonesia Oki Earlivan Sampurno mengungkapkan, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Edu Global School (EGS) menekankan pada pendidikan karakter bagi setiap siswa. Untuk itu, dalam pola pembelajaran kepada para siswa, EGS memiliki tiga pilar utama, yakni kognitif (kemampuan akademis), karakter yang kokoh, serta mempunyai talenta yang bermanfaat.
“Ketiga pilar tersebut memiliki bobot yang sama dalam penilaian. Jadi tidak hanya aspek kognitif saja yang paling kuat yang lainnya hanya sebagai tambahan tetapi juga yang lainnya mepunyai nilai yang sama,”ujar Oki kepada KORAN SINDO. Oki menuturkan, program belajar mengajar di EGS sendiri di rancang untuk para siswa sehingga memiliki pemikiran global. Untuk satu kelas, lanjut dia, hanya dibatasi 15 siswa. Tujuannya agar proses belajar mengajar lebih efektif.
“Dimana di sekolah kami memiliki satu kelas itu 15 orang dan mereka menggunakan bahasa Ingris sebagai bahas keseharian mereka, selain mereka harus memiliki kemampuan bahasa Indonesia, Sunda dan bahasa asing lainnya. Dalam hal pelajaran kami tidak sebanyak SMA lain. Meskipun jumlah pelajaranya sama tetapi pelajaran itu tidak sama dimana pelajaran seperti agama, PPKN itu diajarkan di luar kelas dan bukan bersifat pelajaran,” katanya.
Selain itu juga kata Oki untuk pembinaan karakter dan pengembangan bakat, EGS menerapkan sistem pembinaan karakter terintegrasi di dalam seluruh kegiatan sekolah. Penemuan serta pengasahan bakat seluruh siswa siswi menjadi salah satu orientasi dari kegiatan pendidikan di EGS. Pengasahan bakat siswa siswi dilakukan oleh para Pembina bakat terbaik di bidang masing-masing.
“Kami memiliki klub dimana setiap siswa harus memiliki klub bukan eskul dan itu dibina oleh pembina masing-masing yang kompeten dan profesional seperti linguistik, olahraga, musik, jurnalistik, memasak,” katanya. Salah seorang orang tua siswa EGS Badriel Qameron mengungkapkan pola pendidikan di EGS sangat berbeda di bandingkan sekolah lain. Pola pendidikan di EGS mengajarkan beragam aspek pendidikan tidak hanya aspek kognitif saja.
“Di EGS itu tidak ada PR. Menurut saya karena kalo ada PR menunjukkan pembelajaran di sekolah tidak tuntas. Nah, saya gak mau anak saya stres. Dia pengen enjoy. Kedua dari moto kelihatan cerdas, kerkarakter, dan berwawasan global. Wah, ini luar bisa saya rasa di Indonesia belum ada seperti ini,” katanya.
Selain itu suasana belajarpun dibuat senyaman mungkin. sehingga membuat anaknya merasa betah di sekolah. “Suasanya hommy, kemudian masuknya tidak terlalu yakni jam 8 pagi, pulang juga jam setengah tiga. Tapi keadaannya terbalik, anak-anak jadi gak mau pulang. Berbeda dengan zaman saya dulu pengen cepet pulang, malah pengen tidur di sekolah,”ucap orang tua yang anaknya kini duduk di kelas XI ini. Salah seorang siswa SMA EGS Lely Ayusukma,16, mengaku sangat nyaman dengan pola kegiatan belajar mengajar yang diterapkan EGS.
Dian rosadi
Hal ini selain meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar mengajar, juga dalam rangka meningkatkan wawasan siswa menuju kompetisi di tingkat global. Hal itu terungkap dalam acara Open House Edu Global School yang digelar di Hotel Grand Serella, Jalan Riau, kemarin.
Founder Edu Global Indonesia Oki Earlivan Sampurno mengungkapkan, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, Edu Global School (EGS) menekankan pada pendidikan karakter bagi setiap siswa. Untuk itu, dalam pola pembelajaran kepada para siswa, EGS memiliki tiga pilar utama, yakni kognitif (kemampuan akademis), karakter yang kokoh, serta mempunyai talenta yang bermanfaat.
“Ketiga pilar tersebut memiliki bobot yang sama dalam penilaian. Jadi tidak hanya aspek kognitif saja yang paling kuat yang lainnya hanya sebagai tambahan tetapi juga yang lainnya mepunyai nilai yang sama,”ujar Oki kepada KORAN SINDO. Oki menuturkan, program belajar mengajar di EGS sendiri di rancang untuk para siswa sehingga memiliki pemikiran global. Untuk satu kelas, lanjut dia, hanya dibatasi 15 siswa. Tujuannya agar proses belajar mengajar lebih efektif.
“Dimana di sekolah kami memiliki satu kelas itu 15 orang dan mereka menggunakan bahasa Ingris sebagai bahas keseharian mereka, selain mereka harus memiliki kemampuan bahasa Indonesia, Sunda dan bahasa asing lainnya. Dalam hal pelajaran kami tidak sebanyak SMA lain. Meskipun jumlah pelajaranya sama tetapi pelajaran itu tidak sama dimana pelajaran seperti agama, PPKN itu diajarkan di luar kelas dan bukan bersifat pelajaran,” katanya.
Selain itu juga kata Oki untuk pembinaan karakter dan pengembangan bakat, EGS menerapkan sistem pembinaan karakter terintegrasi di dalam seluruh kegiatan sekolah. Penemuan serta pengasahan bakat seluruh siswa siswi menjadi salah satu orientasi dari kegiatan pendidikan di EGS. Pengasahan bakat siswa siswi dilakukan oleh para Pembina bakat terbaik di bidang masing-masing.
“Kami memiliki klub dimana setiap siswa harus memiliki klub bukan eskul dan itu dibina oleh pembina masing-masing yang kompeten dan profesional seperti linguistik, olahraga, musik, jurnalistik, memasak,” katanya. Salah seorang orang tua siswa EGS Badriel Qameron mengungkapkan pola pendidikan di EGS sangat berbeda di bandingkan sekolah lain. Pola pendidikan di EGS mengajarkan beragam aspek pendidikan tidak hanya aspek kognitif saja.
“Di EGS itu tidak ada PR. Menurut saya karena kalo ada PR menunjukkan pembelajaran di sekolah tidak tuntas. Nah, saya gak mau anak saya stres. Dia pengen enjoy. Kedua dari moto kelihatan cerdas, kerkarakter, dan berwawasan global. Wah, ini luar bisa saya rasa di Indonesia belum ada seperti ini,” katanya.
Selain itu suasana belajarpun dibuat senyaman mungkin. sehingga membuat anaknya merasa betah di sekolah. “Suasanya hommy, kemudian masuknya tidak terlalu yakni jam 8 pagi, pulang juga jam setengah tiga. Tapi keadaannya terbalik, anak-anak jadi gak mau pulang. Berbeda dengan zaman saya dulu pengen cepet pulang, malah pengen tidur di sekolah,”ucap orang tua yang anaknya kini duduk di kelas XI ini. Salah seorang siswa SMA EGS Lely Ayusukma,16, mengaku sangat nyaman dengan pola kegiatan belajar mengajar yang diterapkan EGS.
Dian rosadi
(bhr)