Izin Operasi Sekolah MI Akan Dicabut
A
A
A
SURABAYA - Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya menyikapi tegas kasus keterlambatan gaji guru sekolah Multiple Integences (MI) di Apartemen Metropolis, Jalan Tenggilis Mejoyo 127 Surabaya.
Dindik tidak bisa menoleransi kasus ini lantaran banyak yang guru keluar. Sementara guru yang bertahan tidak melaksanakan kewajiban mengajar secara optimal bahkan mereka sempat terlambat mengisi nilai rapor. Dindik mengultimatum, jika gaji ke-20 guru tidak tetap (GTT) tidak diberikan maksimal hingga akhir Maret ini, izin operasional sekolahan tersebut akan dicabut.
Peringatan keras ini disampaikan Kepala Pendidikan Menengah (Dikmen) Dindik Surabaya Sudarminto kemarin. “Kalau tidak selesai pembayaran gaji guru, kami akan cabut izin operasionalnya,” katanya kemarin. Kendati baru sebatas peringatan, mantan kepala SMAN 16 ini menilai pencabutan izin operasional sekolah milik Yayasan Generasi Kreatif tersebut sangat pantas.
Sebab, beberapa kali pihak yayasan selalu lari dari tanggung jawab. Sekadar diketahui, Rabu (18/3) Dindik telah mediasi antara yayasan, guru dan wali murid. Hasilnya, Dindik meminta sekolah yang terdiri SD, SMP dan SMA tersebut untuk membicarakan persoalan internalnya pada Jumat lalu. Ternyata rapat yang dimulai pukul 10.00 WIB tersebut tidak menghasilkan apa-apa.
Yayasan tidak berani berjanji deadline pembayaran tunggakan GTT sehingga jika tidak ada kesepakatan pembayaran maka proses pembelajaran tidak ada. Karena memang, selama yayasan belum membayar gaji, GTT tidak akan mengajar sama sekali. Yang lebih disesalkan para guru adalah yayasan justru membebankan tunggakkan gaji ke orang tua dan wali murid yang menunggak bayar SPP.
Guru dituntut kembali bersabar, menunggu uang SPP siswa. Terkait keputusan ini, para orang tua meragukan keseriusan yayasan. Mereka berpikir dua kali melanjutkan pendidikan anaknya di sekolahan tersebut. Selama ini selain harus rugi materi, para orang tua juga harus mengorbankan masa depan anaknya. Untuk SPP MI ini sangat mahal. Satu bulannya Rp700.000–Rp1 juta.
Jika memilih pindah sekolah, anak harus mengulang dari awal. Sekolah baru mau menampung siswa asal mau mengulang dari kelas satu. Pasalnya, sekolah baru melihat rapor siswa yang tidak terisi dan status MI yang bermasalah. Sementara itu, juru bicara Komunitas Guru MI, Didik Purwanto kecewa dengan sikap yayasan yang tidak memikirkan nasib guru dan masa depan siswanya.
“Kayaknya sekolah cuma dibuat bisnis, bukan mendidik anak bangsa,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, guru MI tidak dibayar gajinya mulai Agustus 2014. Kondisi ini memunculkan banyak masalah. Di antaranya GTT mogok kerja hingga sekarang. Bahkan, pada waktu pengisian rapor Desember 2014, beberapa GTT menahan nilai siswa. Rapor siswa baru dibagikan tanggal 16 Januari 2015 dengan kondisi beberapa nilai tetap kosong.
Lantaran gaji GTT belum dibayar, sebagian guru di sekolah yang terdiri atas SD, SMP, SMA tersebut akhirnya mengundurkan diri. Akibatnya, jumlah guru MI terus menurun dari jumlahnya puluhan orang kini hanya tersisa lima orang. Jumlah siswa pun turun drastis. Banyak orang tua yang memindahkan anaknya dan tidak mau membayar SPP.
Soeprayitno
Dindik tidak bisa menoleransi kasus ini lantaran banyak yang guru keluar. Sementara guru yang bertahan tidak melaksanakan kewajiban mengajar secara optimal bahkan mereka sempat terlambat mengisi nilai rapor. Dindik mengultimatum, jika gaji ke-20 guru tidak tetap (GTT) tidak diberikan maksimal hingga akhir Maret ini, izin operasional sekolahan tersebut akan dicabut.
Peringatan keras ini disampaikan Kepala Pendidikan Menengah (Dikmen) Dindik Surabaya Sudarminto kemarin. “Kalau tidak selesai pembayaran gaji guru, kami akan cabut izin operasionalnya,” katanya kemarin. Kendati baru sebatas peringatan, mantan kepala SMAN 16 ini menilai pencabutan izin operasional sekolah milik Yayasan Generasi Kreatif tersebut sangat pantas.
Sebab, beberapa kali pihak yayasan selalu lari dari tanggung jawab. Sekadar diketahui, Rabu (18/3) Dindik telah mediasi antara yayasan, guru dan wali murid. Hasilnya, Dindik meminta sekolah yang terdiri SD, SMP dan SMA tersebut untuk membicarakan persoalan internalnya pada Jumat lalu. Ternyata rapat yang dimulai pukul 10.00 WIB tersebut tidak menghasilkan apa-apa.
Yayasan tidak berani berjanji deadline pembayaran tunggakan GTT sehingga jika tidak ada kesepakatan pembayaran maka proses pembelajaran tidak ada. Karena memang, selama yayasan belum membayar gaji, GTT tidak akan mengajar sama sekali. Yang lebih disesalkan para guru adalah yayasan justru membebankan tunggakkan gaji ke orang tua dan wali murid yang menunggak bayar SPP.
Guru dituntut kembali bersabar, menunggu uang SPP siswa. Terkait keputusan ini, para orang tua meragukan keseriusan yayasan. Mereka berpikir dua kali melanjutkan pendidikan anaknya di sekolahan tersebut. Selama ini selain harus rugi materi, para orang tua juga harus mengorbankan masa depan anaknya. Untuk SPP MI ini sangat mahal. Satu bulannya Rp700.000–Rp1 juta.
Jika memilih pindah sekolah, anak harus mengulang dari awal. Sekolah baru mau menampung siswa asal mau mengulang dari kelas satu. Pasalnya, sekolah baru melihat rapor siswa yang tidak terisi dan status MI yang bermasalah. Sementara itu, juru bicara Komunitas Guru MI, Didik Purwanto kecewa dengan sikap yayasan yang tidak memikirkan nasib guru dan masa depan siswanya.
“Kayaknya sekolah cuma dibuat bisnis, bukan mendidik anak bangsa,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, guru MI tidak dibayar gajinya mulai Agustus 2014. Kondisi ini memunculkan banyak masalah. Di antaranya GTT mogok kerja hingga sekarang. Bahkan, pada waktu pengisian rapor Desember 2014, beberapa GTT menahan nilai siswa. Rapor siswa baru dibagikan tanggal 16 Januari 2015 dengan kondisi beberapa nilai tetap kosong.
Lantaran gaji GTT belum dibayar, sebagian guru di sekolah yang terdiri atas SD, SMP, SMA tersebut akhirnya mengundurkan diri. Akibatnya, jumlah guru MI terus menurun dari jumlahnya puluhan orang kini hanya tersisa lima orang. Jumlah siswa pun turun drastis. Banyak orang tua yang memindahkan anaknya dan tidak mau membayar SPP.
Soeprayitno
(bbg)