Saya Mohon Ampun Bu Menteri

Kamis, 19 Maret 2015 - 11:41 WIB
Saya Mohon Ampun Bu...
Saya Mohon Ampun Bu Menteri
A A A
SITUBONDO - Asyani tak kuasa menahan tangis. Begitu melihat Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, air mata nenek 63 tahun langsung bercucuran dari kedua kelopak matanya yang berkerut.

“Saya mohon ampun Bu Menteri, saya ingin bebas,” tutur Asyani sambil meneteskan air mata. Kepada sang menteri, Asyani pun mengungkapkan apa yang selama ini dirasakannya. Seluruh uangnya kini habis untuk mengurus proses hukum dari polisi, penjara, hingga pengadilan. Namun yang paling membuatnya bersedih, Asyani merasakan batinnya tertekan.

“Saya sekarang sudah tidak punya uang,” kata Asyani masih dengan air mata berlinang. Melihat situasi itu, sang menteri berinisiatif menenangkan Asyani yang baru merasakan kembali “kebebasan” setelah majelis hakim menangguhkan penahanan yang dijalaninya selama tiga bulan. Menteri Siti mendekati Asyani yang rebahan di atas sebuah ranjang sederhana.

Tangannya segera menyeka air mata Asyani sembari berusaha meredakan kesedihan nenek berstatus menjanda itu. “Jangan nangis , ibu harus kuat. Banyak yang bantu di sini, ibu istirahat saja,” kata Menteri Siti. Tak lebih dari 20 menit berkunjung, sang menteri pun berpamitan.

“Saya pamit dulu ya Bu, Assalamualaikum,” kata Menteri Siti. Menteri Siti mengaku sengaja berkunjung menemui Asyani di rumahnya di Dusun Kristal, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Siti, dia ingin melihat dan mendengar langsung apa yang menimpa Asyani.

Dalam kunjungannya, Menteri Siti didampingi Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, Muspida Situbondo, dan para pejabat Perum Perhutani Jatim dan Situbondo. Belajar dari kasus Asyani, Siti meminta agar Perhutani lebih berhati-hati dalam menerapkan UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Siti mengaku banyak menerima masukan berkaitan dengan UU tersebut. Karena itu, dia akan menerbitkan surat edaran terkait dengan implementasi aturan khusus tersebut.

“Kami meminta Perhutani berhati-hati dalam membina hubungan dengan masyarakat dan jangan sampai represif,” katanya. Kasus yang menimpa Asyani berawal dari laporan Perhutani ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014. Perhutani mengaku kehilangan dua pohon jati berdiameter 115 cm dan 105 cm.

Tiga hari kemudian, Perhutani menemukan 38 papan kayu jati di rumah nenek yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional itu dan menyitanya. Menurut Asyani, papan kayu itu berasal dari pohon yang ditebang almarhum suaminya di lahan milik mereka sendiri. Setelah lima tahun disimpan, Asyani ingin membuat dipan (tempat tidur).

Dia meminta menantunya, Ruslan, membawa kayu-kayu itu kepada tukang kayu bernama Sucipto. Tapi sial, dari rumah Sucipto itu petaka malah menimpanya. Asyani dituduh melanggar Pasal 12 huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a UU No 18/2013 dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun.

Dia dijebloskan ke tahanan sejak 15 Desember 2014 sebelum akhirnya ditangguhkan majelis hakim PN Situbondo pada 16 Maret 2015. Wakil Bupati Situbondo Rachmad berharap kasus Asyani merupakan yang terakhir terjadi di Indonesia. Dia tak ingin muncul kasus-kasus serupa, baik di Situbondo atau daerah lain.

“Kami berharap nenek Asyani ini adalah kasus terakhir, jangan ada Asyani-Asyani lagi,” kata Rachmad. Dia menjelaskan, kawasan hutan Kabupaten Situbondo masuk dalam tiga wilayah Perhutani, yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Probolinggo Timur, KPH Bondowoso Utara, dan KPH Banyuwangi Utara. “Kita tidak bisa menutup mata, banyak penduduk kita yang masih bergantung pada hutan.

Ada yang memanfaatkan lahan Perhutani sebagai tumpang sari,” katanya. Namun, dia menjamin Pemkab Situbondo tidak pernah berhenti menyosialisasikan kepada masyarakat pentingnya memperlakukan hutan sebagai media yang baik, melestarikan hutan dengan menerima manfaatnya, dan mencegah kerusakan hutan.

P juliatmoko
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1035 seconds (0.1#10.140)