Sadis, Para Begal Remaja Bacok Korbannya untuk Hiburan

Senin, 16 Maret 2015 - 17:50 WIB
Sadis, Para Begal Remaja...
Sadis, Para Begal Remaja Bacok Korbannya untuk Hiburan
A A A
SEMARANG - Sepuluh begal remaja dibekuk tim gabungan Polsek Pedurungan dan Polrestabes Semarang. Komplotan ini dikenal sadis, karena membacok korbannya dengan aneka senjata tajam. Empat di antaranya diketahui masih berstatus pelajar SMK.

Masing–masing pelaku diketahui berinisial TP (17), F (16), MAS (18), MUN (15), DW (16), HAR (16), SN (17), RH (14), AR (17), dan AS (17). Semua tersangka merupakan warga Kecamatan Mranggen, kecuali AS yang merupakan warga Kecamatan Sayung.

Berdasarkan catatan pihak kepolisian, komplotan ini telah beraksi di 16 lokasi, mulai dari Kabupaten Demak hingga Kota Semarang. Aksi terakhir komplotan ini dilakukan pada Minggu 15 Maret 2015, sekira pukul 01.00 WIB.

Korbannya berinsial NH (18), warga Pedurungan Kota Semarang. Korban dibacok sebanyak tiga kali, di kepala, dan jari tangan. Akibatnya, korban harus mendapat 25 jahitan. Para pelaku menyerang korban untuk merampas telepon selulernya.

“Saat berkendara motor, korbannya langsung dibacok tanpa basa basi. Jadi tidak menghentikan dulu seperti modus–modus yang sudah pernah terungkap," kata Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono, di Mapolrestabes Semarang, Senin (16/3/2015).

Ditambahkan dia, dalam aksinya para pelaku ini berboncengan pakai empat motor. Semua tersangka berhasil dibekuk, kecuali satu orang yang identitasnya sudah dikantongi masih buron.

Sebelum beraksi, para ABG ini pesta miras jenis ciu di rumah pelaku AR. Kemudian mereka bersama–sama keluar mencari mangsa. Ternyata, sebelum membacok korban NH, kelompok ini juga sudah mengeroyok korban lain di daerah Horison Demak.

"Mereka juga melakukan pemerasan di Jembatan Layang Genuk Semarang, sempat membeli bensin di SPBU, Jalan Wolter Monginsidi, Semarang. Mereka juga beraksi di daerah Perumahan Klipang Tembalang," sambung Djihartono.

Di Perumahan Tembalang, mereka memukuli dua orang tak dikenal tanpa sebab. Tak berhenti di situ, mereka melanjutkan aksinya di sekitar Jembatan Penggaron, dengan memukuli dan merusak motor dua orang warga lainnya.

“Satu malam sampai empat TKP. Penyidikan sementara, mereka ini sudah beraksi di 16 TKP,” tambah Djihartono.

Pengakuan mengejutkan datang dari salah satu tersangka AS. Dalam komplotan ini, AS tergolong sadis. Pada korban NH, AS memukul kepala korban dengan gir sepeda onthel yang diikatkan pada sabuk.

“Saya ikut (begal), cuma untuk cari hiburan saja kok,” ungkap AS dengan wajah tertutup sebo, saat ditanya wartawan.

Para pembawa sajam lainnya di kelompok ini, diketahui berinisial SN. Dia yang melakukan pembacokan korban dengan celurit. Selain SN, pembacokan juga dilakukan oleh RH dan AR dengan menggunakan parang.

“Mereka ini pelaku pencurian dengan kekerasan alias begal. Kami jerat Pasal 365 KUHP. Ancaman hukumannya bisa 12 tahun penjara. Mereka semua ditahan,” jelas Djihartono.

Dari tangan para tersangka, polisi menyita empat motor, aneka senjata tajam, dan sebuah ponsel sebagai barang bukti.

Terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang AKBP Sugiarto menambahkan, aksi para begal remaja ini tergolong sadis. Namun, hanya berniat mengambil handphone, uang, dan meminta rokok.

"Motor korban rata–rata dirusak dengan sajam, tak dirampas. Ini perlu peran orangtua untuk pengawasan anak–anaknya. Lingkungan itu penting (membawa pengaruh),” tambahnya.

Dihubungi terpisah, Psikolog Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Hastaning Sakti mengatakan, fenomena anak–anak muda yang melakukan tindak kriminal bisa terjadi karena faktor lingkungan, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah.

“Mereka (para pelaku) bisa jadi adalah anak–anak yang tumbuh dalam ocehan, dan labeling bahwa mereka nakal. Ini bisa dari orangtua maupun para guru di sekolah. Mereka dicap sebagai anak nakal," terangnya.

Hasta, sapaan akrabnya, menganalisis fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru. Namun, berpola. Dia menyebut, pada sekitaran tahun 2000, muncul fenomena geng motor hingga geng Nero di Pati, Jawa Tengah.

“Saya melihatnya ini sebuah siklus. Pada tahun 1980 pendidikan budi pekerti di SMP dan SMA dihapus. Efeknya sampai sekarang ini, walaupun ada kurikulum baru di 2006, dan 2013 baru lagi. Sistem pendidikan sangat berpengaruh,” pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1103 seconds (0.1#10.140)