Kesawan, Titik Mula Medan Metropolitan
A
A
A
Kesawan merupakan wajah peradaban Kota Medan. Berbagai arsitektur yang menunjukkan denyut kehidupan kota tempo dulu masih tersaji dan menjadi saksi sejarah di kawasan itu sampai hari ini. Sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan pada masa lalu, boleh dibilang Kesawan merupakan titik mula dan cikal bakal Medan, kota metropolitan.
Sekitar tahun 1900, Kesawan sudah menjadi pusat perekonomian Kota Medan dengan memiliki pasar, stasiun kereta api, kantor pos, bank, restoran, bank, kantor pemerintahan, hingga masjid.
“Berbicara Kota Medan sebagai metropolitan, tidak lepas dari daerah Kesawan. Kesawan sudah mulai sejak tahun 1871, sejak kantor pemerintahan pindah dari Labuhan Deli. Kesawan mulai maju pada 1880, kawasan itu lalu menjadi daerah elite,” kata sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond Damanik, belum lama ini.
Kemajuan kawasan Kesawan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Masjid Gang Bengkok, yang berdiri sebelum Tjong A Fie mendirikan rumahnya (Tjong A Fie Mansion) pada 1895 di Jalan Ahmad Yani. Masjid Gang Bengkok didirikan Tjong A Fie sebagai penghormatan langsung kepada Kesultanan Deli.
Setelah selesai, kepengurusan masjid pun diberikan kepada Sultan Deli Makmun Al Rasyid pada 1874. Sampai kini, di dalamnya terdapat mimbar kayu yang mempunyai 13 anak tangga yang digunakan sebagai tempat khatib berdiri. Selain itu, ada juga mimbar berkaki empat, tempat bilal azan, setinggi 2,2 meter. Kesawan menjadi tujuan untuk semua kegiatan bisnis, perdagangan, dan politik dipusatkan.
Salah satunya kehadiran Bank Nederlandsche Handel Maatschappij pada 1888, yang bangunannya kini menjadi kantor Bank Mandiri, persis di persimpangan Jalan Pemuda- Jalan Ahmad Yani. Bank ini melayani orang Belanda yang menjadi penjajah di Tanah Deli.
Di sebelahnya, adalah gedung percetakan, Varekamp pada tahun 1909. Bangunan ini adalah tempat DDSumatra Post , surat kabar kedua yang terbit di Tanah Deli dicetak. Bangunan itu kini masih sama dengan aslinya. Tapi sayang tidak terawat meskipun dijadikan sebagai Kantor Dinas PariwisataProvinsi Sumut.
“Di sebelah Varekamp itulah rumah Tjong A Fie dibangun. Dia merupakan pengusaha, bankir, dan kapitan yang berasal dari Tiongkok, dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan, perdagangan, dan politik di Tanah Deli. Makanya, mendapatkan bangunan Balai Kota di Kesawan , yang sekarang sudah menjadi Hotel Grand Aston,” kata Eron.
Kesawan di masa lalu juga dikenal memiliki beragam fasilitas umum yang menunjukkan denyut sebuah kawasan metropolitan. Adalah rumah kopi, dulu disebut Club House of the Witte Societeit, dibangun pada 1879. Klub ini awalnya adalah sebagai tempat berkumpulnya tuantuan kebun yang jenuh dengan berbagai macam kepenatan pekerjaan.
Jadi, diperlukan ruang publik untuk minum kopi, dan berbincang-bincang mengenai banyak hal, seperti literatur, bisnis, politik, dan seni budaya. Gedung ini berada di Jalan Bukit Barisan sekarang, dan kini sudah menjadi pertapakan Bank BCA Medan.
Tidak jauh dari perumahan Tjong A Fie, kita akan menemukan Restoran Tip Top. Awalnya, restoran ini berdiri pada 1929 di Jalan Pandu, yang dulu disebut Kapitensweg dengan nama Restoran Jangkie, sesuai nama pemiliknya. Kemudian pada 1934 pindah ke Jalan Kesawan dan berganti nama menjadi Tip Top Restaurant.
Hingga saat ini, Tip Top masih konsisten walaupun dikelilingi bangunan-bangunan modern. Bangunannya masih mewarisi kafe gaya Eropa, dimana terdapat beberapa meja di bagian luar. Tidak jauh dari Tip Top, kita bisa menemukan sebuah bangunan bersejarah lain dan tetap difungsikan hingga saat ini, yakni Gedung PP London Sumatera (Lonsum).
Bangunan yang dibangun pada 1909 oleh pemilik perkebunan, Harrison and Crossfieeld. Bangunan ini sering dijadikan spot wajib mengabadikan momen lewat kamera. Ciri lain sebuah kawasan yang ramai dan aktif adalah keberadaan sarana penginapan seperti hotel.
Selain memiliki Hotel De Boer (Dharma Deli), Kesawan juga memiliki hotel paling digemari masyarakat Belanda dan tuan-tuan tanah kala itu, yakni Hotel Grand Medan (1881) yang terletak di Jalan Pulau Pinang. Saat ini bangunan hotel itu sudah tidak tampak lagi karena sudah diubah pemerintah, dan kini menjadi Kantor Wilayah Bank Mandiri Sumut-Aceh.
Kesawan juga tidak bisa dilepaskan dari Pasar (Pajak) Ikan Lama, yang kini dikenal sebagai pusat pedagang kain. Padahal, dulunya merupakan salah satu pasar ikan terbesar yang dipindahkan dari Belawan. Tjong A Fie sangat berperan menjadikan pasar ikan terbesar ini.
Tjong A Fie yang di awal kedatangannya ke Tanah Deli menetap di Labuhan Deli, kemudian memindahkan emporium bisnisnya ke Medan, termasuk membangun bisnis pasar ikan, sayuran dan obat-obatan. Kemudian pada 1970, pajak tersebut beralih menjadi pedagang kain.
Selain pasar, Kesawan juga sudah memiliki sebuah pusat perbelanjaan layaknya department store di masa lalu. Dikutip dari situs tembakaudeli.blogspot.com, pusat perbelanjaan itu bernama Seng Hap yang dibangun Tan TangHo. Seng Hap didirikan pada 1881, yang ciri bangunannya seperti pilar-pilar zaman Romawi yang masih eksis di daerah Kesawan.
Pada masanya, pusat perbelanjaan ini sangat terkenal di Pantai Timur Sumatera. Tan Tang Ho disebutkan meninggal dunia 1918, dan usahanya dilanjutkan anak lelakinya, Tan Boen An (1890-1946). Tan Boen An juga sempat aktif dalam bidang politik pada 1918 setelah pengunduran diri Tjong A Fie, dan terpilih sebagai anggota Dewan kota yang mewakili masyarakat Tionghoa.
Tapi jangan tanya di mana bangunan Seng Hap pernah berdiri, karena saat ini sudah hilang dari pandangan. Menurut sejarawan Muhammad TWH, nama Kesawan diambil dari bahasa Karo dari akar kata kesawahen yang artinya kampung.
Tampaknya Kesawan berhasil menjadi kampung besar untuk kebudayaan semua kalangan di Tanah Deli berpadu. Sebab, goresan dan sentuhan sejarah Melayu, Tionghoa, dan Eropa tersaji di tempat itu.
Irwan siregar/ fakhrur rozi
Sekitar tahun 1900, Kesawan sudah menjadi pusat perekonomian Kota Medan dengan memiliki pasar, stasiun kereta api, kantor pos, bank, restoran, bank, kantor pemerintahan, hingga masjid.
“Berbicara Kota Medan sebagai metropolitan, tidak lepas dari daerah Kesawan. Kesawan sudah mulai sejak tahun 1871, sejak kantor pemerintahan pindah dari Labuhan Deli. Kesawan mulai maju pada 1880, kawasan itu lalu menjadi daerah elite,” kata sejarawan dari Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond Damanik, belum lama ini.
Kemajuan kawasan Kesawan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Masjid Gang Bengkok, yang berdiri sebelum Tjong A Fie mendirikan rumahnya (Tjong A Fie Mansion) pada 1895 di Jalan Ahmad Yani. Masjid Gang Bengkok didirikan Tjong A Fie sebagai penghormatan langsung kepada Kesultanan Deli.
Setelah selesai, kepengurusan masjid pun diberikan kepada Sultan Deli Makmun Al Rasyid pada 1874. Sampai kini, di dalamnya terdapat mimbar kayu yang mempunyai 13 anak tangga yang digunakan sebagai tempat khatib berdiri. Selain itu, ada juga mimbar berkaki empat, tempat bilal azan, setinggi 2,2 meter. Kesawan menjadi tujuan untuk semua kegiatan bisnis, perdagangan, dan politik dipusatkan.
Salah satunya kehadiran Bank Nederlandsche Handel Maatschappij pada 1888, yang bangunannya kini menjadi kantor Bank Mandiri, persis di persimpangan Jalan Pemuda- Jalan Ahmad Yani. Bank ini melayani orang Belanda yang menjadi penjajah di Tanah Deli.
Di sebelahnya, adalah gedung percetakan, Varekamp pada tahun 1909. Bangunan ini adalah tempat DDSumatra Post , surat kabar kedua yang terbit di Tanah Deli dicetak. Bangunan itu kini masih sama dengan aslinya. Tapi sayang tidak terawat meskipun dijadikan sebagai Kantor Dinas PariwisataProvinsi Sumut.
“Di sebelah Varekamp itulah rumah Tjong A Fie dibangun. Dia merupakan pengusaha, bankir, dan kapitan yang berasal dari Tiongkok, dan sukses membangun bisnis besar dalam bidang perkebunan, perdagangan, dan politik di Tanah Deli. Makanya, mendapatkan bangunan Balai Kota di Kesawan , yang sekarang sudah menjadi Hotel Grand Aston,” kata Eron.
Kesawan di masa lalu juga dikenal memiliki beragam fasilitas umum yang menunjukkan denyut sebuah kawasan metropolitan. Adalah rumah kopi, dulu disebut Club House of the Witte Societeit, dibangun pada 1879. Klub ini awalnya adalah sebagai tempat berkumpulnya tuantuan kebun yang jenuh dengan berbagai macam kepenatan pekerjaan.
Jadi, diperlukan ruang publik untuk minum kopi, dan berbincang-bincang mengenai banyak hal, seperti literatur, bisnis, politik, dan seni budaya. Gedung ini berada di Jalan Bukit Barisan sekarang, dan kini sudah menjadi pertapakan Bank BCA Medan.
Tidak jauh dari perumahan Tjong A Fie, kita akan menemukan Restoran Tip Top. Awalnya, restoran ini berdiri pada 1929 di Jalan Pandu, yang dulu disebut Kapitensweg dengan nama Restoran Jangkie, sesuai nama pemiliknya. Kemudian pada 1934 pindah ke Jalan Kesawan dan berganti nama menjadi Tip Top Restaurant.
Hingga saat ini, Tip Top masih konsisten walaupun dikelilingi bangunan-bangunan modern. Bangunannya masih mewarisi kafe gaya Eropa, dimana terdapat beberapa meja di bagian luar. Tidak jauh dari Tip Top, kita bisa menemukan sebuah bangunan bersejarah lain dan tetap difungsikan hingga saat ini, yakni Gedung PP London Sumatera (Lonsum).
Bangunan yang dibangun pada 1909 oleh pemilik perkebunan, Harrison and Crossfieeld. Bangunan ini sering dijadikan spot wajib mengabadikan momen lewat kamera. Ciri lain sebuah kawasan yang ramai dan aktif adalah keberadaan sarana penginapan seperti hotel.
Selain memiliki Hotel De Boer (Dharma Deli), Kesawan juga memiliki hotel paling digemari masyarakat Belanda dan tuan-tuan tanah kala itu, yakni Hotel Grand Medan (1881) yang terletak di Jalan Pulau Pinang. Saat ini bangunan hotel itu sudah tidak tampak lagi karena sudah diubah pemerintah, dan kini menjadi Kantor Wilayah Bank Mandiri Sumut-Aceh.
Kesawan juga tidak bisa dilepaskan dari Pasar (Pajak) Ikan Lama, yang kini dikenal sebagai pusat pedagang kain. Padahal, dulunya merupakan salah satu pasar ikan terbesar yang dipindahkan dari Belawan. Tjong A Fie sangat berperan menjadikan pasar ikan terbesar ini.
Tjong A Fie yang di awal kedatangannya ke Tanah Deli menetap di Labuhan Deli, kemudian memindahkan emporium bisnisnya ke Medan, termasuk membangun bisnis pasar ikan, sayuran dan obat-obatan. Kemudian pada 1970, pajak tersebut beralih menjadi pedagang kain.
Selain pasar, Kesawan juga sudah memiliki sebuah pusat perbelanjaan layaknya department store di masa lalu. Dikutip dari situs tembakaudeli.blogspot.com, pusat perbelanjaan itu bernama Seng Hap yang dibangun Tan TangHo. Seng Hap didirikan pada 1881, yang ciri bangunannya seperti pilar-pilar zaman Romawi yang masih eksis di daerah Kesawan.
Pada masanya, pusat perbelanjaan ini sangat terkenal di Pantai Timur Sumatera. Tan Tang Ho disebutkan meninggal dunia 1918, dan usahanya dilanjutkan anak lelakinya, Tan Boen An (1890-1946). Tan Boen An juga sempat aktif dalam bidang politik pada 1918 setelah pengunduran diri Tjong A Fie, dan terpilih sebagai anggota Dewan kota yang mewakili masyarakat Tionghoa.
Tapi jangan tanya di mana bangunan Seng Hap pernah berdiri, karena saat ini sudah hilang dari pandangan. Menurut sejarawan Muhammad TWH, nama Kesawan diambil dari bahasa Karo dari akar kata kesawahen yang artinya kampung.
Tampaknya Kesawan berhasil menjadi kampung besar untuk kebudayaan semua kalangan di Tanah Deli berpadu. Sebab, goresan dan sentuhan sejarah Melayu, Tionghoa, dan Eropa tersaji di tempat itu.
Irwan siregar/ fakhrur rozi
(ftr)