71 Hari Koma, Habibi Akhirnya Meninggal
A
A
A
GRESIK - M Gathfan Habibi yang diduga menjadi korban malapraktik kemarin akhirnya meninggal setelah koma selama 71 hari. Bocah lima tahun ini meninggal disaksikan sang ibu di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ibnu Sina Gresik.
Meski berharap yang terbaik, meninggalnya Habibi membuat pasangan Pitono, 37, dan Lilik Setyawati, 35, terpukul. Putra kedua mereka ini dinyatakan meninggal pukul 11.06 WIB. Saat mengembuskan napas terakhir, siswa TK Bhakti GKB ini sedang ditunggui ibunya. Keluarga memang cemas setelah sehari sebelumnya Habibi kritis.
Tapi pagi itu, semuanya sudah terlihat membaik dan normal hingga tiba-tiba monitor stimulator menunjukkan garis lurus. “Istri saya langsung menjerit saat Habibi sudah tidak ada reaksi. Tapi sebenarnya, kami sudah dapat firasat sejak kemarin. Karena Kamis malam, Habibi juga sempat kritis,” ujar Pitono yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Tidak lama berselang kerabat berdatangan ke ICU RSUD Ibnu Sina. Mereka datang dari keluarga Pitono dari Desa Semampir, Kecamatan Cerme, dan keluarga Lilik Setyawati dari Dusun Sumber, Desa Krembangan, Kecamatan Kebomas. Namun, jenazah Habibi tidak langsung disucikan karena menunggu polisi.
Tidak lama berselang, dipimpin Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Iwan Hari Purwanto, polisi datang memeriksa Habibi. Mengingat orang tua Habibi melaporkan dugaan malapraktik dan menjaga netralitas, polisi menyarankan Habibi diautopsi di RSU dr Soetomo Surabaya.
“Kami ingin menjaga netralitas saja. Autopsi kami lakukan di RSU dr Soetomo. Karena yang dilaporkan adalah dua dokter RSUD Ibnu Sina yaitu dr Yanuar Syam dan dr Diki Tampubolon,” ujar AKP Iwan. Hingga saat ini polisi masih melanjutkan kasus dugaan malapraktik dalam operasi biopsi pada 2 Januari 2015 itu. Keinginan polisi memindahkan autopsi ke instansi di luar RSUD Ibnu Sina bisa dipahami untuk mempermudah penyidikan.
Sebab polisi faktanya masih kesulitan mendapatkan rekam medik ketika Habibi dioperasi biopsi di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Manajemen RSIA menolak memberikan rekam medik, baik kepada polisi maupun keluarga. Informasi yang beredar, rekam medik diambil kuasa hukum dr Diki Tampubolon untuk disimpan agar tidak ada bukti menguatkan terjadi malapraktik.
“Padahal dalam Undang- Undang Kedokteran, keluarga pasien berhak meminta dan menerima keluarga, bukan dokter maupun polisi. Tapi ini aneh, rekam medik Habibi disembunyikan pengacara dr Diki. Kami hanya dikasih resume medik,” ujar Dewi Murniati, kuasa hukum keluarga Habibi.
Satreskrim Polres Gresik sudah meningkatkan ke penyidikan. Apalagi saat ini polisi sudah memegang tiga dari 10 jenis bukti, yaitu bukti visum, surat pembayaran, dan resume medik. Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Iwan Heri Purwanto mengatakan, untuk melengkapi data-data penyidikan, pihaknya memeriksa pihak terkait di antaranya Dirut RSIA Nyai Ageng Penatih, dr Achmad Zayadi, Kepala Dinkes dr Soegeng Widodo, dan kedua dokter yang mengoperasi korban.
“Rencana kami hari ini kami periksa Dirut RSIA Nyai Ageng Pinatih, dr Zayadi, tapi minta ditunda Rabu. Karena itu, pemeriksaan akan kami barengkan dengan Kepala Dinkes dr Soegeng Widodo,” ujar AKP Iwan. Sementara pemeriksaan dr Yanura Syam dan dr Diki Tampubolon akan dilakukan Senin (16/3) lusa.
Keduanya yang mengoperasi spindle tumor di kaki kiri Habibi. Peran dr Yanur Syam selaku dokter bedah dan dokter anatesi dr Diki Tampubolon. “Paling utama itu kedua dokter yang mengoperasi Habibi. Keduanya yang mengetahui proses operasi biopsi yang dilakukan ke korban,” kata AKP Iwan.
Ashadi ik
Meski berharap yang terbaik, meninggalnya Habibi membuat pasangan Pitono, 37, dan Lilik Setyawati, 35, terpukul. Putra kedua mereka ini dinyatakan meninggal pukul 11.06 WIB. Saat mengembuskan napas terakhir, siswa TK Bhakti GKB ini sedang ditunggui ibunya. Keluarga memang cemas setelah sehari sebelumnya Habibi kritis.
Tapi pagi itu, semuanya sudah terlihat membaik dan normal hingga tiba-tiba monitor stimulator menunjukkan garis lurus. “Istri saya langsung menjerit saat Habibi sudah tidak ada reaksi. Tapi sebenarnya, kami sudah dapat firasat sejak kemarin. Karena Kamis malam, Habibi juga sempat kritis,” ujar Pitono yang tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Tidak lama berselang kerabat berdatangan ke ICU RSUD Ibnu Sina. Mereka datang dari keluarga Pitono dari Desa Semampir, Kecamatan Cerme, dan keluarga Lilik Setyawati dari Dusun Sumber, Desa Krembangan, Kecamatan Kebomas. Namun, jenazah Habibi tidak langsung disucikan karena menunggu polisi.
Tidak lama berselang, dipimpin Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Iwan Hari Purwanto, polisi datang memeriksa Habibi. Mengingat orang tua Habibi melaporkan dugaan malapraktik dan menjaga netralitas, polisi menyarankan Habibi diautopsi di RSU dr Soetomo Surabaya.
“Kami ingin menjaga netralitas saja. Autopsi kami lakukan di RSU dr Soetomo. Karena yang dilaporkan adalah dua dokter RSUD Ibnu Sina yaitu dr Yanuar Syam dan dr Diki Tampubolon,” ujar AKP Iwan. Hingga saat ini polisi masih melanjutkan kasus dugaan malapraktik dalam operasi biopsi pada 2 Januari 2015 itu. Keinginan polisi memindahkan autopsi ke instansi di luar RSUD Ibnu Sina bisa dipahami untuk mempermudah penyidikan.
Sebab polisi faktanya masih kesulitan mendapatkan rekam medik ketika Habibi dioperasi biopsi di RSIA Nyai Ageng Pinatih. Manajemen RSIA menolak memberikan rekam medik, baik kepada polisi maupun keluarga. Informasi yang beredar, rekam medik diambil kuasa hukum dr Diki Tampubolon untuk disimpan agar tidak ada bukti menguatkan terjadi malapraktik.
“Padahal dalam Undang- Undang Kedokteran, keluarga pasien berhak meminta dan menerima keluarga, bukan dokter maupun polisi. Tapi ini aneh, rekam medik Habibi disembunyikan pengacara dr Diki. Kami hanya dikasih resume medik,” ujar Dewi Murniati, kuasa hukum keluarga Habibi.
Satreskrim Polres Gresik sudah meningkatkan ke penyidikan. Apalagi saat ini polisi sudah memegang tiga dari 10 jenis bukti, yaitu bukti visum, surat pembayaran, dan resume medik. Kasat Reskrim Polres Gresik AKP Iwan Heri Purwanto mengatakan, untuk melengkapi data-data penyidikan, pihaknya memeriksa pihak terkait di antaranya Dirut RSIA Nyai Ageng Penatih, dr Achmad Zayadi, Kepala Dinkes dr Soegeng Widodo, dan kedua dokter yang mengoperasi korban.
“Rencana kami hari ini kami periksa Dirut RSIA Nyai Ageng Pinatih, dr Zayadi, tapi minta ditunda Rabu. Karena itu, pemeriksaan akan kami barengkan dengan Kepala Dinkes dr Soegeng Widodo,” ujar AKP Iwan. Sementara pemeriksaan dr Yanura Syam dan dr Diki Tampubolon akan dilakukan Senin (16/3) lusa.
Keduanya yang mengoperasi spindle tumor di kaki kiri Habibi. Peran dr Yanur Syam selaku dokter bedah dan dokter anatesi dr Diki Tampubolon. “Paling utama itu kedua dokter yang mengoperasi Habibi. Keduanya yang mengetahui proses operasi biopsi yang dilakukan ke korban,” kata AKP Iwan.
Ashadi ik
(bhr)