Kongres Pemuda Surabaya Ditandai Film Tjokroaminoto
A
A
A
SURABAYA - Kongres Pemuda Surabaya 2015 yang digelar Yayasan Keluarga Besar Raden Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto menandai peluncuran film Guru Besar Tjokroaminoto di Surabaya, kemarin.
”Kongres merupakan salah satu rangkaian kegiatan film untuk menyosialisasikan semangat dan nilai perjuangan seorang tokoh pergerakan nasional,” ujar Ketua YKB HOS Tjokroaminoto, Ai Tjokroaminoto, di sela peluncuran film, tepat di pelataran rumah peninggalan Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII Nomor 29-31, Surabaya.
Kongres digelar di Balai Pemuda Surabaya diikuti sekitar 450 mahasiswa dari sejumlah universitas dengan menghadirkan aktris senior dan produser Christine Hakim mewakili Garin Nugroho; aktor muda dan pemeran tokoh utama, Reza Rahardian; Sabrang Noe (artis), serta keluarga besar HOS Tjokroaminoto.
Menurut dia, tujuan utama kongres ini yakni mengumpulkan anak muda Indonesia di tiga kota, masing-masing Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta, serta membuat kesepakatan Resolusi Anak Muda Indonesia (RAMI) 2015 mengenai empat hal, yakni kemerdekaan, persamaan, persaudaraan dan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Christine Hakim yang juga produser film Guru Besar Tjokroaminoto mengaku terharu dan bangga bisa menyelesaikan film yang menceritakan dan mengajarkan tentang pentingnya nasionalisme. ”Tjokroaminoto adalah guru besar. Dia adalah guru Presiden Soekarno, KH Hasyim Asyaari, Tan Malaka, Semaoen, Alimin, Muso, Kartosuwiryo, dan beberapa tokoh bangsa lainnya,” ucapnya sambil menitikkan air mata.
Hal senada disampaikan Reza Rahardian, aktor sekaligus pemeran utama yang mengaku bersyukur bisa memerankan tokoh sebesar Tjokroaminoto. ”Film ini sangat penting untuk menyosialisasikan sejarah berdirinya Indonesia yang mulai dilupakan. Buktinya, saat ada pertanyaan siapa Tjokroaminoto, yang kita tahu hanya nama pahlawan, tapi tidak sejarahnya. Ironisnya, kita juga tahu hanya sekadar nama jalan,” ucapnya.
Sementara itu, cucu Tjokroaminoto, Harjono Sigit Bahrul Salam, mengaku senang ketika perjuangan sang kakek dibuat film, karena sebagai bentuk rekonstruksi kembali sejarah yang mulai dilupakan.
”Semoga ceritanya mampu mempengaruhi generasi muda sekaligus inspirasi untuk semakin bangga dan cinta terhadap Tanah Air,” kata ayah kandung penyanyi Maia Estianti, yang juga pernah menjabat rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.
Soeprayitno/ant
”Kongres merupakan salah satu rangkaian kegiatan film untuk menyosialisasikan semangat dan nilai perjuangan seorang tokoh pergerakan nasional,” ujar Ketua YKB HOS Tjokroaminoto, Ai Tjokroaminoto, di sela peluncuran film, tepat di pelataran rumah peninggalan Tjokroaminoto di Jalan Peneleh VII Nomor 29-31, Surabaya.
Kongres digelar di Balai Pemuda Surabaya diikuti sekitar 450 mahasiswa dari sejumlah universitas dengan menghadirkan aktris senior dan produser Christine Hakim mewakili Garin Nugroho; aktor muda dan pemeran tokoh utama, Reza Rahardian; Sabrang Noe (artis), serta keluarga besar HOS Tjokroaminoto.
Menurut dia, tujuan utama kongres ini yakni mengumpulkan anak muda Indonesia di tiga kota, masing-masing Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta, serta membuat kesepakatan Resolusi Anak Muda Indonesia (RAMI) 2015 mengenai empat hal, yakni kemerdekaan, persamaan, persaudaraan dan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Christine Hakim yang juga produser film Guru Besar Tjokroaminoto mengaku terharu dan bangga bisa menyelesaikan film yang menceritakan dan mengajarkan tentang pentingnya nasionalisme. ”Tjokroaminoto adalah guru besar. Dia adalah guru Presiden Soekarno, KH Hasyim Asyaari, Tan Malaka, Semaoen, Alimin, Muso, Kartosuwiryo, dan beberapa tokoh bangsa lainnya,” ucapnya sambil menitikkan air mata.
Hal senada disampaikan Reza Rahardian, aktor sekaligus pemeran utama yang mengaku bersyukur bisa memerankan tokoh sebesar Tjokroaminoto. ”Film ini sangat penting untuk menyosialisasikan sejarah berdirinya Indonesia yang mulai dilupakan. Buktinya, saat ada pertanyaan siapa Tjokroaminoto, yang kita tahu hanya nama pahlawan, tapi tidak sejarahnya. Ironisnya, kita juga tahu hanya sekadar nama jalan,” ucapnya.
Sementara itu, cucu Tjokroaminoto, Harjono Sigit Bahrul Salam, mengaku senang ketika perjuangan sang kakek dibuat film, karena sebagai bentuk rekonstruksi kembali sejarah yang mulai dilupakan.
”Semoga ceritanya mampu mempengaruhi generasi muda sekaligus inspirasi untuk semakin bangga dan cinta terhadap Tanah Air,” kata ayah kandung penyanyi Maia Estianti, yang juga pernah menjabat rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tersebut.
Soeprayitno/ant
(ftr)