Jejaring Sosial Pertemukan Sri Mulyati dengan Keluarga
A
A
A
MEDAN - Selama enam tahun bekerja dengan majikannya di Medan, Sri Mulyati, 19, tidak pernah bertemu keluarganya di Kampung Pabrik RT/RW 001/001, Desa Linggamukti, Kecamatan Sucinaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Tragisnya, Sri yang sudah bekerja selama enam tahun tidak pernah menerima gaji dari majikannya yang bernama Handoko. Sampai akhirnya semua penderitaan Sri terkuak melalui jejaring sosial. Dia pun dapat bertemu kembali dengan orang tuanya, Rukman, 56.
Informasi yang diperoleh KORAN SINDO MEDAN di Kantor KPAID Sumut, awal pertemuan Sri dengan orang tuanya ketika disuruh majikannya, Handoko, untuk bekerja di toko besi miliknya di Jalan Bogor, Medan, pada pertengahan Februari 2015. Saat itu, seorang pekerja di toko besi itu bertanya kepada Sri sudah berapa lama bekerja di rumah Handoko dan apakah sudah pernah bertemu orang tua di kampung.
Lantas, Sri Mulyati pun menjawab sudah bekerja selama enam tahun dan belum pernah bertemu keluarganya. Setelah mendapatkan jawaban dari Sri, timbullah niat baik rekannya itu untuk menolongnya. Kemudian rekannya itu memfoto dan mengunggahnya ke jejaring sosial.
Unggahan itu ternyata mendapat respons, khususnya yang pernah bersekolah di SD Negeri 2 Kampung Pabrik RT/RW 001/001, Desa Linggamukti, Kecamatan Sucinaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Singkat cerita hal tersebut sampai juga ke telinga orang tua Sri, Rukman. Selanjutnya Rukman dan keluarga mencari dana untuk berangkat ke Medan.
Hanya bermodal uang Rp2 juta akhirnya Rukman sampai ke Medan pada 26 Februari 2015. Kemudian Rukman didampingi personel dari angkatan udara dan Polda Sumut menggerebek rumah sang majikan, Handoko, di Perumahan Grand Polonia Blok H No 6, Medan Polonia.
Rukman akhirnya bertemu anak bungsunya. Setelah bertemu, mereka mendatangi Kantor KPAID Sumut di Jalan Perintis Kemerdekaan. Kasus Sri Mulyati sekarang ditangani Subdit IV Perempuan Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sumut. Sri Mulyati dalam sebuah tulisan mengatakan, selama enam tahun bekerja bersama Handoko mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
Dia tidur di garasi mobil selama tiga tahun, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan siapa pun, dan tidak boleh menggunakan alat komunikasi. Ironisnya, dia tidak pernah menerima gaji selama enam tahun. Padahal, dia dalam sehari bekerja 18 jam, dari pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB. Makannya pun dijatah dan sering diberi makanan basi serta biasa disuguhi daging babi.
Sri dalam keadaan apapun dipaksa bekerja sampai larut malam. Bila pekerjaannya tidak beres, dia akan disiksa. Bahkan, dia tidak memiliki hak libur. Untuk menonton televisi, dia terpaksa sembunyi-sembunyi bila tidak ada majikan.
Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Rina Sitompul, mengatakan, Handoko melakukan tindak pidana, yakni mempekerjakan anak di bawah umur dan trafficking. "Agen atau penyalur tenaga kerja yang ada di Jakarta juga kami pastikan ikut terlibat. Mereka seharusnya mengawasi anak (korban). Kami juga terus berkoordinasi dengan Polda Sumut," ujar Rina Sitompul.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf, mengatakan, pemeriksaan terkait kasus ini masih berlangsung. Subdit IV Renakta Poldasu sedang memeriksa saksi korban, orang tua, dan kepala lingkungan (kepling). Bukan itu saja, langkah selanjutnya Polda Sumut juga akan memeriksa yayasan yang mempekerjakan Sri.
Diduga kuat selama enam tahun yayasan tersebutlah yang menerima gaji Sri. "Hari ini majikan PRT tersebut, Handoko, akan dipanggil. Pemeriksaan juga akan mengarah ke yayasan yang mempekerjakan Sri," tandasnya.
Dody ferdiansyah/ Frans marbun
Tragisnya, Sri yang sudah bekerja selama enam tahun tidak pernah menerima gaji dari majikannya yang bernama Handoko. Sampai akhirnya semua penderitaan Sri terkuak melalui jejaring sosial. Dia pun dapat bertemu kembali dengan orang tuanya, Rukman, 56.
Informasi yang diperoleh KORAN SINDO MEDAN di Kantor KPAID Sumut, awal pertemuan Sri dengan orang tuanya ketika disuruh majikannya, Handoko, untuk bekerja di toko besi miliknya di Jalan Bogor, Medan, pada pertengahan Februari 2015. Saat itu, seorang pekerja di toko besi itu bertanya kepada Sri sudah berapa lama bekerja di rumah Handoko dan apakah sudah pernah bertemu orang tua di kampung.
Lantas, Sri Mulyati pun menjawab sudah bekerja selama enam tahun dan belum pernah bertemu keluarganya. Setelah mendapatkan jawaban dari Sri, timbullah niat baik rekannya itu untuk menolongnya. Kemudian rekannya itu memfoto dan mengunggahnya ke jejaring sosial.
Unggahan itu ternyata mendapat respons, khususnya yang pernah bersekolah di SD Negeri 2 Kampung Pabrik RT/RW 001/001, Desa Linggamukti, Kecamatan Sucinaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Singkat cerita hal tersebut sampai juga ke telinga orang tua Sri, Rukman. Selanjutnya Rukman dan keluarga mencari dana untuk berangkat ke Medan.
Hanya bermodal uang Rp2 juta akhirnya Rukman sampai ke Medan pada 26 Februari 2015. Kemudian Rukman didampingi personel dari angkatan udara dan Polda Sumut menggerebek rumah sang majikan, Handoko, di Perumahan Grand Polonia Blok H No 6, Medan Polonia.
Rukman akhirnya bertemu anak bungsunya. Setelah bertemu, mereka mendatangi Kantor KPAID Sumut di Jalan Perintis Kemerdekaan. Kasus Sri Mulyati sekarang ditangani Subdit IV Perempuan Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Sumut. Sri Mulyati dalam sebuah tulisan mengatakan, selama enam tahun bekerja bersama Handoko mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
Dia tidur di garasi mobil selama tiga tahun, tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan siapa pun, dan tidak boleh menggunakan alat komunikasi. Ironisnya, dia tidak pernah menerima gaji selama enam tahun. Padahal, dia dalam sehari bekerja 18 jam, dari pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB. Makannya pun dijatah dan sering diberi makanan basi serta biasa disuguhi daging babi.
Sri dalam keadaan apapun dipaksa bekerja sampai larut malam. Bila pekerjaannya tidak beres, dia akan disiksa. Bahkan, dia tidak memiliki hak libur. Untuk menonton televisi, dia terpaksa sembunyi-sembunyi bila tidak ada majikan.
Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Rina Sitompul, mengatakan, Handoko melakukan tindak pidana, yakni mempekerjakan anak di bawah umur dan trafficking. "Agen atau penyalur tenaga kerja yang ada di Jakarta juga kami pastikan ikut terlibat. Mereka seharusnya mengawasi anak (korban). Kami juga terus berkoordinasi dengan Polda Sumut," ujar Rina Sitompul.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumut, Kombes Pol Helfi Assegaf, mengatakan, pemeriksaan terkait kasus ini masih berlangsung. Subdit IV Renakta Poldasu sedang memeriksa saksi korban, orang tua, dan kepala lingkungan (kepling). Bukan itu saja, langkah selanjutnya Polda Sumut juga akan memeriksa yayasan yang mempekerjakan Sri.
Diduga kuat selama enam tahun yayasan tersebutlah yang menerima gaji Sri. "Hari ini majikan PRT tersebut, Handoko, akan dipanggil. Pemeriksaan juga akan mengarah ke yayasan yang mempekerjakan Sri," tandasnya.
Dody ferdiansyah/ Frans marbun
(ftr)