Kini Satwa Liar Diperdagangkan di Facebook
A
A
A
YOGYAKARTA - Mafia perdagangan gelap satwa liar di Indonesia semakin terorganisasi, bahkan melibatkan jaringan internasional.
Belakangan ini mereka memanfaatkan media sosial online untuk bertransaksi. Juru Kampanye Centre of Orangutan Protection (COP) Daniek Hendarto mengungkapkan, media sosial yang sering dimanfaatkan pelaku perdagangan gelap satwa liar, salah satunya adalah Facebook.
Berdasar penelusuran COP dan Ani mals Indonesia, antara penjual dan calon pembeli merasa lebih aman bertransaksi melalui Facebook. "Para penghobi dan pedagang berkumpul di suatu grup Facebook. Dari situ akan sangat mudah memperoleh informasi tentang jual beli satwa liar, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi pemerintah," paparnya di sela-sela aksi kampanye Stop Perdagangan Gelap Satwa Liar melalui Media Sosial Online di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta, kemarin.
Di grup itu, penjual dan calon pembeli bisa saling berkomunikasi seperti mengunggah foto satwa yang akan dijual disertai informasi detail. Setelah sepakat soal harga satwa, penjual kemudian mengirimkan nomor rekening kepada calon pembeli.
"Penjual cukup pintar, dia tidak mau tatap muka langsung. Modusnya beralih dari berjualan di pasar hewan ke pasar online. Transaksi murni melalui online dan pembayaran langsung transfer rekening. Satwa pesanan kemudian dikirim memakai jasa paket ke alamat pembeli," kata Daniek.
Modus seperti itu diakuinya cukup menyulitkan aparat berwenang untuk membongkar praktik mafia tersebut. Namun dalam kurun waktu 2012- 2015, COP berhasil membantu aparat berwenang melakukan operasi penyitaan dan penegakan hukum.
Total ada delapan kasus yang berhasil diungkap dari perdagangan gelap satwa liar online. Dengan barang bukti 28 jenis satwa liar dan yang dilindungi sebanyak 65 ekor. "Ada bayi orang utan yang dijual seharga Rp50 juta. Perdagangan gelap ini sindikat rapi dan terorganisasi, mencakup jaringan internasional," beber Daniek.
Juru Kampanye Animals Indonesia Elizabeth Laksmi menyebutkan adanya media sosial online seakan menjadi angin segar bagi para penjahat satwa. Pedagang secara bebas dan terang-terangan menjual satwa yang dilindungi. "Ini kejahatan serius dan perlu penanganan yang serius juga," katanya.
COP dan Animals Indonesia berharap petinggi Facebook me nerapkan sistem keamanan bagi pelaku perdagangan gelap satwa liar. Seperti yang telah dilakukan oleh forum media online Kaskus yang menerapkan sistem banned bagi akun yang hendak menjual satwa liar dilindungi. "Paling tidak bisa menekan laju dan memutus mata rantai sindikat perdagangan satwa liar," tandasnya.
Ristu hanafi
Belakangan ini mereka memanfaatkan media sosial online untuk bertransaksi. Juru Kampanye Centre of Orangutan Protection (COP) Daniek Hendarto mengungkapkan, media sosial yang sering dimanfaatkan pelaku perdagangan gelap satwa liar, salah satunya adalah Facebook.
Berdasar penelusuran COP dan Ani mals Indonesia, antara penjual dan calon pembeli merasa lebih aman bertransaksi melalui Facebook. "Para penghobi dan pedagang berkumpul di suatu grup Facebook. Dari situ akan sangat mudah memperoleh informasi tentang jual beli satwa liar, baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi pemerintah," paparnya di sela-sela aksi kampanye Stop Perdagangan Gelap Satwa Liar melalui Media Sosial Online di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta, kemarin.
Di grup itu, penjual dan calon pembeli bisa saling berkomunikasi seperti mengunggah foto satwa yang akan dijual disertai informasi detail. Setelah sepakat soal harga satwa, penjual kemudian mengirimkan nomor rekening kepada calon pembeli.
"Penjual cukup pintar, dia tidak mau tatap muka langsung. Modusnya beralih dari berjualan di pasar hewan ke pasar online. Transaksi murni melalui online dan pembayaran langsung transfer rekening. Satwa pesanan kemudian dikirim memakai jasa paket ke alamat pembeli," kata Daniek.
Modus seperti itu diakuinya cukup menyulitkan aparat berwenang untuk membongkar praktik mafia tersebut. Namun dalam kurun waktu 2012- 2015, COP berhasil membantu aparat berwenang melakukan operasi penyitaan dan penegakan hukum.
Total ada delapan kasus yang berhasil diungkap dari perdagangan gelap satwa liar online. Dengan barang bukti 28 jenis satwa liar dan yang dilindungi sebanyak 65 ekor. "Ada bayi orang utan yang dijual seharga Rp50 juta. Perdagangan gelap ini sindikat rapi dan terorganisasi, mencakup jaringan internasional," beber Daniek.
Juru Kampanye Animals Indonesia Elizabeth Laksmi menyebutkan adanya media sosial online seakan menjadi angin segar bagi para penjahat satwa. Pedagang secara bebas dan terang-terangan menjual satwa yang dilindungi. "Ini kejahatan serius dan perlu penanganan yang serius juga," katanya.
COP dan Animals Indonesia berharap petinggi Facebook me nerapkan sistem keamanan bagi pelaku perdagangan gelap satwa liar. Seperti yang telah dilakukan oleh forum media online Kaskus yang menerapkan sistem banned bagi akun yang hendak menjual satwa liar dilindungi. "Paling tidak bisa menekan laju dan memutus mata rantai sindikat perdagangan satwa liar," tandasnya.
Ristu hanafi
(ftr)