Cerita Seru di Balik Perjalanan Bok Cinta Project
A
A
A
SEMARANG - Agenda kampung pada program Tengok Bustaman #2 di Kampung Bustaman, Kelurahan Purwodinatan, Semarang Utara yang dimulai sejak akhir Januari lalu kini telah selesai.
Bagi yang melewatkan beberapa kegiatannya, bisa melihat dokumentasinya yang dipamerkan di Grobak Art Kos Jalan Stonen Nomor 29 Bendanngisor, Gajahmungkur. Total ada 58 karya foto hasil jepretan tim dokumentasi dalam kegiatan bertema “Bok Cinta” tersebut.
Tak hanya foto, ada pula karya audio, video, serta sketsa awal para seniman yang terlibat. Kurator pameran Ahmad Khairudin mengatakan pemajangan foto-foto itu merupakan bagian dari program Tengok Bustaman #2 yang akan selesai akhir Februari. “Agenda kampungnya sudah selesai, sekarang pameran arsip dan proses kegiatan,” ucapnya.
Tak hanya berfungsi sebagai rekam jejak, foto menunjukkan proses-proses yang sudah dilalui sebelum dan selama program itu berlangsung. Proses pada hakikatnya menceritakan kronologi peristiwa, hal tersebut lazim dalam beberapa pameran sehingga pengunjung dapat melihat detil di balik layar peristiwa.
Satu foto mengungkapkan program bermula dari Ahmad Khairudin lolos seleksi mengikuti lokakarya kurator muda yang diselenggarakan Japan Foundation. Pameran berupa arsip dan proses pengunjung dapat melihat gagasan awal kenapa project ini direalisasikan.
Proses tersebut mengajak penikmat seni belajar tak hanya melihat bentuk akhir yang terkesan hura-hura, padahal ada gagasan yang menopang seluruh aktivitas. “Proses membuatnya berbeda sehingga membedakan dengan pameran fotografi atau seni-seni lain yang menekankan pada karya akhir,” kata pria kelahiran Sekarsari, 11 September 1985 ini.
Foto lain mengungkap serangkaian audiensi juga dilakukan, terutama dengan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang berkomitmen mendukung proses perizinan dan fasilitasi publikasi melalui media baliho. Baginya, ini penting supaya orang tahu bahwa “Bok Cinta” bukan sekadar festival, tetapi juga ada kerja-kerja intelektual di dalamnya.
Banyak proses yang tidak diketahui dari kegiatan ini, saya ingin menunjukkan gagasan yang menyertainya. Harapannya, pengunjung bisa belajar dan barangkali terinspirasi untuk membuat project serupa dan atau tertarik terlibat dalam kegiatan selanjutnya.
Salah satu pengunjung, Zsa Zsa Wulan Permatasari menilai deretan foto-foto tersebut membantu memahami apa yang terjadi dalam tengok Bustaman 2. Mahasiswi dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) ini bisa menilik kegiatan secara keseluruhan yang digelar selama hampir satu bulan ini.
“Sepintas acaranya seperti hura-hura, tapi setelah melihat prosesnya baru tahu kalau lebih dari sekadar itu,” ungkapnya.
Hendrati Hapsari
Bagi yang melewatkan beberapa kegiatannya, bisa melihat dokumentasinya yang dipamerkan di Grobak Art Kos Jalan Stonen Nomor 29 Bendanngisor, Gajahmungkur. Total ada 58 karya foto hasil jepretan tim dokumentasi dalam kegiatan bertema “Bok Cinta” tersebut.
Tak hanya foto, ada pula karya audio, video, serta sketsa awal para seniman yang terlibat. Kurator pameran Ahmad Khairudin mengatakan pemajangan foto-foto itu merupakan bagian dari program Tengok Bustaman #2 yang akan selesai akhir Februari. “Agenda kampungnya sudah selesai, sekarang pameran arsip dan proses kegiatan,” ucapnya.
Tak hanya berfungsi sebagai rekam jejak, foto menunjukkan proses-proses yang sudah dilalui sebelum dan selama program itu berlangsung. Proses pada hakikatnya menceritakan kronologi peristiwa, hal tersebut lazim dalam beberapa pameran sehingga pengunjung dapat melihat detil di balik layar peristiwa.
Satu foto mengungkapkan program bermula dari Ahmad Khairudin lolos seleksi mengikuti lokakarya kurator muda yang diselenggarakan Japan Foundation. Pameran berupa arsip dan proses pengunjung dapat melihat gagasan awal kenapa project ini direalisasikan.
Proses tersebut mengajak penikmat seni belajar tak hanya melihat bentuk akhir yang terkesan hura-hura, padahal ada gagasan yang menopang seluruh aktivitas. “Proses membuatnya berbeda sehingga membedakan dengan pameran fotografi atau seni-seni lain yang menekankan pada karya akhir,” kata pria kelahiran Sekarsari, 11 September 1985 ini.
Foto lain mengungkap serangkaian audiensi juga dilakukan, terutama dengan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi yang berkomitmen mendukung proses perizinan dan fasilitasi publikasi melalui media baliho. Baginya, ini penting supaya orang tahu bahwa “Bok Cinta” bukan sekadar festival, tetapi juga ada kerja-kerja intelektual di dalamnya.
Banyak proses yang tidak diketahui dari kegiatan ini, saya ingin menunjukkan gagasan yang menyertainya. Harapannya, pengunjung bisa belajar dan barangkali terinspirasi untuk membuat project serupa dan atau tertarik terlibat dalam kegiatan selanjutnya.
Salah satu pengunjung, Zsa Zsa Wulan Permatasari menilai deretan foto-foto tersebut membantu memahami apa yang terjadi dalam tengok Bustaman 2. Mahasiswi dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) ini bisa menilik kegiatan secara keseluruhan yang digelar selama hampir satu bulan ini.
“Sepintas acaranya seperti hura-hura, tapi setelah melihat prosesnya baru tahu kalau lebih dari sekadar itu,” ungkapnya.
Hendrati Hapsari
(ftr)