Warga Tuntut Penambangan Liar Dihentikan
A
A
A
SLEMAN - Warga Purwobinangung, Pakem dan Girikerto, Turi yang mengatas namakan Bela Lereng Merapi kemarin menggelar unjuk rasa. Mereka menuntut penghentian dan penertiban penambangan pasir dengan alat berat di daerah mereka.
Tuntutan ini lantaran penambangan pasir dengan alat berat backhoe masih saja beroperasi. Padahal penambangan di tempat itu, baik di sungai maupun lahan pekarangan warga sudah dilarang. Penambangan itu juga dikhawatirkan merusak lingkungan, termasuk ancaman hilangnya sumber mata air.
Sebab dengan pengerukan pasir hingga 10 meter, tidak hanya akan merusak tanah, tetapi juga hilangnya mata air. Indikasinya, banyak sumur warga yang debitnya mulai berkurang. Bukan itu saja, dengan banyaknya truk pengakut pasir dengan beban yang melebihi tonase menyebabkan jalan menjadi rusak.
Rusaknya jalan ini, selain mengganggu aktivitas warga, juga keselamatan penggunanya. Dalam aksi unjuk rasa di pertigaan Dusun Candi, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem ini warga juga sempat memblokir jalan dengan menumbangkan pohon di sebelah timur pertigaan Dusun Candi.
Akibatnya, arus lalu lintas dari arah Watuadeg atau selatan yang akan menuju utara dan barat (Turgo atau Desa Girikerto) harus melewati jalan kampung atau memutar, begitu juga dari arah sebaliknya. Aksi berjalan dengan lancar, hanya saja saat warga meminta backhoe yang masih beroperasi di lokasi penambangan diturunkan, tidak ada titik temu. Sebab dengan alasan tidak ada trailer truk pengangkut backhoe, petugas tidak bisa menuruti tuntutan tersebut.
Untungnya setelah ada penjelasan, warga bisa mengerti sehingga tidak sampai memanas. “Kami menuntut penghentian penambangan pasir dengan alat berat backhoe. Jika tetap beroperasi, kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi,” ungkap salah satu peserta aksi Basuki, kemarin.
Basuki mengatakan aktivitas penambangan pasir dengan backhoe berlangsung dari pukul 11.00 WIB sampai 17.00 WIB setiap hari, dari aktivitas itu, rata-rata ada 900-an truk yang selalu hilir mudik mengangkut pasir. Di wilayah Girikerto dan Purwobinangun ada 11 titik penambangan di lahan pekarangan.
“Tujuh di Purwobinangun dan empat di Girikerto. Dari jumlah itu sedikitnya ada 19 backhoe,” paparnya. Menurut Basuki, masih maraknya penambangan pasir dengan backhoe tersebut diduga karena ada backing dari institusi terkait. Indikasinya di lokasi penambangan selalu ada yang menjaganya, termasuk intimidasi kepada warga yang menentang adanya kegiatan itu.
“Untuk lokasi penambangan itu, pengusaha memberikan uang kepada pemilik lahan Rp10 juta dan Rp15.000 per truk,” katanya. Baik Kades Purwobinangun, Pakem Heri Suasana maupun Kades Girikerto, Turi, Maryanto sama-sama mendukung aspirasi warga menolak alat berat untuk penambangan pasir.
Sebagai bukti dukungan sejak Desember 2014 normalisasi di Sungai Boyong dihentikan, tidak lagi mengajukan ulang. “Penambangan itu bukan hanya merusak lingkungan, namun juga melanggar aturan karena itu kami mendukung,” kata Heri.
Kasie Penegakan Perundang- undangan dan Peraturan Daerah Satpol PP Sleman Rusdi Rais mengatakan, untuk penertiban backhoetersebut meminta waktu satu pekan, termasuk bagi yang melanggar akan melakukan tindakan tegas. Untuk tindakan sendiri mulai dari pembinaan sampai yuridis. “Saat ini kami sudah mengajukan pengusaha dan pemilik lahan ke kepolisian untuk proses hukum,” tandasnya.
Priyo setyawan
Tuntutan ini lantaran penambangan pasir dengan alat berat backhoe masih saja beroperasi. Padahal penambangan di tempat itu, baik di sungai maupun lahan pekarangan warga sudah dilarang. Penambangan itu juga dikhawatirkan merusak lingkungan, termasuk ancaman hilangnya sumber mata air.
Sebab dengan pengerukan pasir hingga 10 meter, tidak hanya akan merusak tanah, tetapi juga hilangnya mata air. Indikasinya, banyak sumur warga yang debitnya mulai berkurang. Bukan itu saja, dengan banyaknya truk pengakut pasir dengan beban yang melebihi tonase menyebabkan jalan menjadi rusak.
Rusaknya jalan ini, selain mengganggu aktivitas warga, juga keselamatan penggunanya. Dalam aksi unjuk rasa di pertigaan Dusun Candi, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem ini warga juga sempat memblokir jalan dengan menumbangkan pohon di sebelah timur pertigaan Dusun Candi.
Akibatnya, arus lalu lintas dari arah Watuadeg atau selatan yang akan menuju utara dan barat (Turgo atau Desa Girikerto) harus melewati jalan kampung atau memutar, begitu juga dari arah sebaliknya. Aksi berjalan dengan lancar, hanya saja saat warga meminta backhoe yang masih beroperasi di lokasi penambangan diturunkan, tidak ada titik temu. Sebab dengan alasan tidak ada trailer truk pengangkut backhoe, petugas tidak bisa menuruti tuntutan tersebut.
Untungnya setelah ada penjelasan, warga bisa mengerti sehingga tidak sampai memanas. “Kami menuntut penghentian penambangan pasir dengan alat berat backhoe. Jika tetap beroperasi, kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi,” ungkap salah satu peserta aksi Basuki, kemarin.
Basuki mengatakan aktivitas penambangan pasir dengan backhoe berlangsung dari pukul 11.00 WIB sampai 17.00 WIB setiap hari, dari aktivitas itu, rata-rata ada 900-an truk yang selalu hilir mudik mengangkut pasir. Di wilayah Girikerto dan Purwobinangun ada 11 titik penambangan di lahan pekarangan.
“Tujuh di Purwobinangun dan empat di Girikerto. Dari jumlah itu sedikitnya ada 19 backhoe,” paparnya. Menurut Basuki, masih maraknya penambangan pasir dengan backhoe tersebut diduga karena ada backing dari institusi terkait. Indikasinya di lokasi penambangan selalu ada yang menjaganya, termasuk intimidasi kepada warga yang menentang adanya kegiatan itu.
“Untuk lokasi penambangan itu, pengusaha memberikan uang kepada pemilik lahan Rp10 juta dan Rp15.000 per truk,” katanya. Baik Kades Purwobinangun, Pakem Heri Suasana maupun Kades Girikerto, Turi, Maryanto sama-sama mendukung aspirasi warga menolak alat berat untuk penambangan pasir.
Sebagai bukti dukungan sejak Desember 2014 normalisasi di Sungai Boyong dihentikan, tidak lagi mengajukan ulang. “Penambangan itu bukan hanya merusak lingkungan, namun juga melanggar aturan karena itu kami mendukung,” kata Heri.
Kasie Penegakan Perundang- undangan dan Peraturan Daerah Satpol PP Sleman Rusdi Rais mengatakan, untuk penertiban backhoetersebut meminta waktu satu pekan, termasuk bagi yang melanggar akan melakukan tindakan tegas. Untuk tindakan sendiri mulai dari pembinaan sampai yuridis. “Saat ini kami sudah mengajukan pengusaha dan pemilik lahan ke kepolisian untuk proses hukum,” tandasnya.
Priyo setyawan
(bhr)