Giliran Aisyiah Kecam Tes Perawan
A
A
A
JEMBER - Wacana tentang tes keperawanan sebagai prasyarat kelulusan siswa masih menimbulkan polemik. Kemarin, giliran Pimpinan Daerah Aisyiah Jember yang mendatangi gedung DPRD Jember.
Rombongan PD Aisyiah Jember yang diterima Komisi D dalam pertemuan menyampaikan keberatan mereka bila wacana tes keperawanan itu direalisasikan. Keperawanan merupakan hal sensitif di kalangan masyarakat. Karena itu, mengenai tes keperawanan menunjukkan ketidakpekaananggotadewan, terlebih pada isu kesetaraan gender.
“Jika mereka mampu melontarkan pernyataan seperti itu, berarti mereka tidak paham dan tidak menghargai kesetaraan gender. Ini diskriminasi. Jangan- jangan anggota dewan ini sedikit sekali pemahamannya tentang kesetaraan gender,” tutur Ketua PD Aisyiah Jember Menik Chumaidah seusai pertemuan kemarin.
Menurut Menik, seharusnya usulan mengenai tes keperawanan tidak pernah terlontar lagi setelah beberapa kali menjadi isu bahkan dalam skala nasional. Dia memandang tidak tepat bila usulan tes keperawanan itu dilontarkan dalam nada santai dan guyon. Sebab faktanya, isu tersebut beberapa kali membuat kegelisahan di masyarakat. “Saya sampai ditelepon Pengurus Pusat Aisyiah di Yogyakarta terkait dengan isu ini,” tuturnya.
Menik mengatakan, dewan seharusnya bisa berempati bagaimana bila benar diketahui ada siswa yang tidak perawan lalu sampai tersebar ke masyarakat. Betapa jatuh mentalnya dan tak mampu menatap masa depan. Dia sepakat bahwa seluruh lapisan masyarakat harus bisa mengerem perilaku seks bebas di kalangan pelajar, tapi tidak harus dengan metode tes keperawanan.
“Ada banyak hal positif untuk mengampanyekan menolak seks bebas. Jadi tidak perlu membuat pernyataan kontroversial,” ujar dia. Ketua Komisi D DPRD Jember Hafidi mengakui kekhilafan komisinya mengenai isu tes keperawanan itu. Namun, dia meminta polemik ini tidak lagi diteruskan karena semua pihak sudah menerima klarifikasi dari Komisi D. Dia pun setuju bahwa penanggulangan masalah kerusakan moral remaja menjadi tanggung jawab semua pihak.
“Insya Allah, sudah selesai dan tidak ada apa-apa. Kami secara kelembagaan juga sudah meminta maaf,” tutur Hafidi. Isa Mahdi, anggota dewan dari Partai Hanura, pun mengklarifikasi isu tes keperawanan yang dilontarkannya beberapa waktu lalu itu. Menurut Isa, wacana tersebut terlontar karena dia melihat fenomena sosial remaja yang memprihatinkan di Jember, khususnya berkaitan dengan seksualitas.
Menurutnya, saat ini kondisi umat semakin terancam oleh budaya barat. Terbukti dengan banyaknya anak pelajar menyimpan gambar dan video porno di dalam telepon seluler. Tidak hanya itu, akibat dari seringnya mengonsumsi tayangan dewasa itu, menyebabkan pelajar terjebak dalam perzinaan. “Bahkan anak-anak tidak malu mengaku sudah pernah melakukannya.
Dan untuk urusan seperti itu kadang lebih pintar dari orang dewasa,” kata Isa. Dampaknya, banyak pelajar yang melakukan hubungan seksual di luar nikah terkena HIV/AIDS. Dari data yang dirilis Dinas Kesehatan Jember, ada sekitar 1.335 kasus HIV di Jember sampai dengan pertengahan tahun lalu. Dari jumlah itu, 10% di antaranya pelajar.
P Juliatmoko
Rombongan PD Aisyiah Jember yang diterima Komisi D dalam pertemuan menyampaikan keberatan mereka bila wacana tes keperawanan itu direalisasikan. Keperawanan merupakan hal sensitif di kalangan masyarakat. Karena itu, mengenai tes keperawanan menunjukkan ketidakpekaananggotadewan, terlebih pada isu kesetaraan gender.
“Jika mereka mampu melontarkan pernyataan seperti itu, berarti mereka tidak paham dan tidak menghargai kesetaraan gender. Ini diskriminasi. Jangan- jangan anggota dewan ini sedikit sekali pemahamannya tentang kesetaraan gender,” tutur Ketua PD Aisyiah Jember Menik Chumaidah seusai pertemuan kemarin.
Menurut Menik, seharusnya usulan mengenai tes keperawanan tidak pernah terlontar lagi setelah beberapa kali menjadi isu bahkan dalam skala nasional. Dia memandang tidak tepat bila usulan tes keperawanan itu dilontarkan dalam nada santai dan guyon. Sebab faktanya, isu tersebut beberapa kali membuat kegelisahan di masyarakat. “Saya sampai ditelepon Pengurus Pusat Aisyiah di Yogyakarta terkait dengan isu ini,” tuturnya.
Menik mengatakan, dewan seharusnya bisa berempati bagaimana bila benar diketahui ada siswa yang tidak perawan lalu sampai tersebar ke masyarakat. Betapa jatuh mentalnya dan tak mampu menatap masa depan. Dia sepakat bahwa seluruh lapisan masyarakat harus bisa mengerem perilaku seks bebas di kalangan pelajar, tapi tidak harus dengan metode tes keperawanan.
“Ada banyak hal positif untuk mengampanyekan menolak seks bebas. Jadi tidak perlu membuat pernyataan kontroversial,” ujar dia. Ketua Komisi D DPRD Jember Hafidi mengakui kekhilafan komisinya mengenai isu tes keperawanan itu. Namun, dia meminta polemik ini tidak lagi diteruskan karena semua pihak sudah menerima klarifikasi dari Komisi D. Dia pun setuju bahwa penanggulangan masalah kerusakan moral remaja menjadi tanggung jawab semua pihak.
“Insya Allah, sudah selesai dan tidak ada apa-apa. Kami secara kelembagaan juga sudah meminta maaf,” tutur Hafidi. Isa Mahdi, anggota dewan dari Partai Hanura, pun mengklarifikasi isu tes keperawanan yang dilontarkannya beberapa waktu lalu itu. Menurut Isa, wacana tersebut terlontar karena dia melihat fenomena sosial remaja yang memprihatinkan di Jember, khususnya berkaitan dengan seksualitas.
Menurutnya, saat ini kondisi umat semakin terancam oleh budaya barat. Terbukti dengan banyaknya anak pelajar menyimpan gambar dan video porno di dalam telepon seluler. Tidak hanya itu, akibat dari seringnya mengonsumsi tayangan dewasa itu, menyebabkan pelajar terjebak dalam perzinaan. “Bahkan anak-anak tidak malu mengaku sudah pernah melakukannya.
Dan untuk urusan seperti itu kadang lebih pintar dari orang dewasa,” kata Isa. Dampaknya, banyak pelajar yang melakukan hubungan seksual di luar nikah terkena HIV/AIDS. Dari data yang dirilis Dinas Kesehatan Jember, ada sekitar 1.335 kasus HIV di Jember sampai dengan pertengahan tahun lalu. Dari jumlah itu, 10% di antaranya pelajar.
P Juliatmoko
(bbg)