Dua Napi Nusakambangan Bandar Sabu
A
A
A
SEMARANG - Dua narapidana penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Narkotika Nusakambangan, Sartoni alias Toni dan Sutrisno alias Pak Tris, jadi bandar atau pengendali peredaran sabu-sabu (sabu) di kawasan Solo dan sekitarnya.
Mereka diduga kuat merupakan sindikat yang masuk jaringan pengedar sabu asal Nigeria. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah Kombes Pol Soetarmono menjelaskan, terungkapnya sindikat ini berawal dari penangkapan Agung Sedayu Widiarso. Pria asal Solo yang menjadi kurir sabu-sabu ini ditangkap petugas BNN Jawa Tengah, Rabu (4/2) sekitar pukul 04.30 WIB.
Agung ditang kap di atas bus PO Raya yang di hentikan petugas BNN di SPBU Jalan Setia Budi, Kecamatan Banyumanik, Semarang. Saat digeledah, di dalam tasnya ditemukan kotak bedak berisi 297 gram sabusabu. Selanjutnya dari telepon seluler (ponsel) milik Agung yang turut disita, diketahui ada percakapan telepon dengan narapidana di Lapas Nusakambangan, yakni Sartoni dan Sutrisno.
Kedua narapidana itu diduga kuat merupakan bandar sabu-sabu. Setelah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Jawa Tengah, anggota BNN menggeledah Lapas Nusakambangan. Hasilnya, Sartoni dan Sutrisno diketahui merupakan tersangka utama pengendali jaringan ini. Sartoni berperan sebagai bandar pencari sabusabu jaringan asal Nigeria.
Sementara Sutrisno ber peran merekrut tersangka Agung untuk mengirim paket sabusabu ke kawasan Solo dan sekitarnya. Soetarmono menambahkan, dari hasil penggeledahan didapati dua narapidana itu mempunyai dua ponsel.
“Ponsel itu yang digunakan mengatur transaksi dan pengiriman sabu-sabu kekawasanSolo. Barang bukti sabusabu yang disita petugas kualitasnya tinggi, harganya kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per gram,” kata Soetarmono di Kantor BNN Jawa Tengah, Jalan Madukoro, Semarang, kemarin.
Saat ini BNN sedang mengembangkan kasus ini untuk mengungkap anggota sindikat lainnya yang terlibat. “Jadi pengendalinya dari dalam Lapas Nusakambangan, pasarnya di kawasan Solo. Saya bisa katakan kawasan Solo sudah darurat narkoba. Sebelumnya, Polda Jateng kan juga mengungkap peredaran 500 gram sabu-sabu di sana,” katanya.
Terpisah, Kepala Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah Asminan Mirza Zulkarnain menjelaskan, Sartoni sebenarnya saat ini sedang mengurus proses pembebasan bersyarat (PB). “Dia tinggal membayar denda. Namun, dengan ada kasus ini, pembebasan bersyaratnya dibatalkan. Sartoni sudah dipindah ke Lapas Kedungpane Semarang. Sedangkan Sutrisno masih dalam proses pemindahan ke Lapas Kedungpane. Pemindahan ini untuk memudahkan pemeriksaan,” ucapnya.
Terkait masih maraknya pon sel masuk ke lapas dengan pengamanan konon paling ketat se-Indonesia, Mirza mengaku kecolongan. Dia menyatakan bahwa pengawasan memang sudah dilakukan maksimal. Namun, diakuinya masih ada jalur-jalur rawan untuk masuk ke Nusakambangan.
“Ada beberapa jalur kecil tidak resmi untuk masuk Nusakambangan. Di belakang lapas narkotika, perahu kecil bisa merapat. Mungkin ponsel itu masuk dengan cara dilempar. Kalau dari pengunjung, kemungkinan kecil. Karena penjagaan begitu ketat,” ujarnya.
Percepat Eksekusi Mati
Mengingat banyaknya kasus peredaran gelap narkoba yang terjadi, termasuk di Jawa Tengah, Soetarmono mendesak pemerintah segera melaksanakan eksekusi mati bagi narapidana penerimanya. “Yang sudah divonis mati, lebih baik cepat dieksekusi. Karena sering mereka masih mengendalikan dari dalam lapas. Ada warga Nigeria yang tiga kali diduga mengendalikan peredaran sabu-sabu, padahal dia napi di Nusakambangan. Sebelumnya ada juga Adami Wilson, tapi dia sudah dieksekusi,” ujarnya.
Kejahatan ini, kata dia, efek buruknya sangat memprihatinkan. Sebab efek destruktifnya adalah merusak generasi. Kepala Divisi Pemasyara katan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah A Yuspahruddin menyebutkan di Lapas Nusa kambangan saat ini ada 53 terpidana mati. “Terpidana mati di Jawa Tengah semuanya di Nusakambangan. Paling banyak di Lapas Pasir Putih dan Batu,” katanya.
Terkait rencana eksekusi mati gelombang dua yang rencananya dilakukan Februari ini, Yuspahruddin mengaku belum menerima pemberitahuan dari pihak terkait. Termasuk dua pimpinan kelompok penyelundup heroin yang terkenal dengan sebutan Bali Nine, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, juga rencananya dieksekusi di Nusakambangan.
“Itu wewenang kejaksaan. Yang itu (pemindahan Myuran dan Andrew) sampai sekarang juga belum ada,” katanya.
Eka Setiawan
Mereka diduga kuat merupakan sindikat yang masuk jaringan pengedar sabu asal Nigeria. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah Kombes Pol Soetarmono menjelaskan, terungkapnya sindikat ini berawal dari penangkapan Agung Sedayu Widiarso. Pria asal Solo yang menjadi kurir sabu-sabu ini ditangkap petugas BNN Jawa Tengah, Rabu (4/2) sekitar pukul 04.30 WIB.
Agung ditang kap di atas bus PO Raya yang di hentikan petugas BNN di SPBU Jalan Setia Budi, Kecamatan Banyumanik, Semarang. Saat digeledah, di dalam tasnya ditemukan kotak bedak berisi 297 gram sabusabu. Selanjutnya dari telepon seluler (ponsel) milik Agung yang turut disita, diketahui ada percakapan telepon dengan narapidana di Lapas Nusakambangan, yakni Sartoni dan Sutrisno.
Kedua narapidana itu diduga kuat merupakan bandar sabu-sabu. Setelah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Jawa Tengah, anggota BNN menggeledah Lapas Nusakambangan. Hasilnya, Sartoni dan Sutrisno diketahui merupakan tersangka utama pengendali jaringan ini. Sartoni berperan sebagai bandar pencari sabusabu jaringan asal Nigeria.
Sementara Sutrisno ber peran merekrut tersangka Agung untuk mengirim paket sabusabu ke kawasan Solo dan sekitarnya. Soetarmono menambahkan, dari hasil penggeledahan didapati dua narapidana itu mempunyai dua ponsel.
“Ponsel itu yang digunakan mengatur transaksi dan pengiriman sabu-sabu kekawasanSolo. Barang bukti sabusabu yang disita petugas kualitasnya tinggi, harganya kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per gram,” kata Soetarmono di Kantor BNN Jawa Tengah, Jalan Madukoro, Semarang, kemarin.
Saat ini BNN sedang mengembangkan kasus ini untuk mengungkap anggota sindikat lainnya yang terlibat. “Jadi pengendalinya dari dalam Lapas Nusakambangan, pasarnya di kawasan Solo. Saya bisa katakan kawasan Solo sudah darurat narkoba. Sebelumnya, Polda Jateng kan juga mengungkap peredaran 500 gram sabu-sabu di sana,” katanya.
Terpisah, Kepala Kakanwil Kemenkumham Jawa Tengah Asminan Mirza Zulkarnain menjelaskan, Sartoni sebenarnya saat ini sedang mengurus proses pembebasan bersyarat (PB). “Dia tinggal membayar denda. Namun, dengan ada kasus ini, pembebasan bersyaratnya dibatalkan. Sartoni sudah dipindah ke Lapas Kedungpane Semarang. Sedangkan Sutrisno masih dalam proses pemindahan ke Lapas Kedungpane. Pemindahan ini untuk memudahkan pemeriksaan,” ucapnya.
Terkait masih maraknya pon sel masuk ke lapas dengan pengamanan konon paling ketat se-Indonesia, Mirza mengaku kecolongan. Dia menyatakan bahwa pengawasan memang sudah dilakukan maksimal. Namun, diakuinya masih ada jalur-jalur rawan untuk masuk ke Nusakambangan.
“Ada beberapa jalur kecil tidak resmi untuk masuk Nusakambangan. Di belakang lapas narkotika, perahu kecil bisa merapat. Mungkin ponsel itu masuk dengan cara dilempar. Kalau dari pengunjung, kemungkinan kecil. Karena penjagaan begitu ketat,” ujarnya.
Percepat Eksekusi Mati
Mengingat banyaknya kasus peredaran gelap narkoba yang terjadi, termasuk di Jawa Tengah, Soetarmono mendesak pemerintah segera melaksanakan eksekusi mati bagi narapidana penerimanya. “Yang sudah divonis mati, lebih baik cepat dieksekusi. Karena sering mereka masih mengendalikan dari dalam lapas. Ada warga Nigeria yang tiga kali diduga mengendalikan peredaran sabu-sabu, padahal dia napi di Nusakambangan. Sebelumnya ada juga Adami Wilson, tapi dia sudah dieksekusi,” ujarnya.
Kejahatan ini, kata dia, efek buruknya sangat memprihatinkan. Sebab efek destruktifnya adalah merusak generasi. Kepala Divisi Pemasyara katan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah A Yuspahruddin menyebutkan di Lapas Nusa kambangan saat ini ada 53 terpidana mati. “Terpidana mati di Jawa Tengah semuanya di Nusakambangan. Paling banyak di Lapas Pasir Putih dan Batu,” katanya.
Terkait rencana eksekusi mati gelombang dua yang rencananya dilakukan Februari ini, Yuspahruddin mengaku belum menerima pemberitahuan dari pihak terkait. Termasuk dua pimpinan kelompok penyelundup heroin yang terkenal dengan sebutan Bali Nine, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, juga rencananya dieksekusi di Nusakambangan.
“Itu wewenang kejaksaan. Yang itu (pemindahan Myuran dan Andrew) sampai sekarang juga belum ada,” katanya.
Eka Setiawan
(ftr)