Jadi Pemimpin Harus Menyenangkan

Sabtu, 07 Februari 2015 - 10:23 WIB
Jadi Pemimpin Harus Menyenangkan
Jadi Pemimpin Harus Menyenangkan
A A A
SEMARANG - Kunci menjadi pimpinan tidak hanya pintar mengelola anak buah. Pemimpin harus menyenangkan untuk bisa sukses.

Penulis buku Fun Leader, Funtastic Result , Vitayani Wardoyo mengupas dalam wedangan dan ngobrol seputar buku di Terrace Bernic Castle, Jumat (5/2) malam. Vita, begitu dia disapa, dikenal sebagai Certified Master Coach and Trainer, Managing Director and Founder Dynargie menuangkan pengalaman dalam buku setebal 189 halaman. “Pemimpin harus menyenangi pekerjaan yang dilakukan. Kalau pemimpin saja tidak senang, bagaimana dengan orang lain (anak buah),” ungkapnya.

Buku ini mengungkapkan 25 langkah menjadi pemimpin yang fun , efektif, dan produktif dengan anak buah. Tema lain membahas langkah memiliki kinerja tinggi dan loyal. Inspirasi menulis buku tentang kepemimpinan diperoleh dari pengalaman berkarier di bidang pelayanan konsumen dan perbankan dalam kurun waktu 2004-2010 menempatkan sebagai bos dengan banyak anak buah.

“Saya melihat ada beberapa kesalahan seorang pemimpin seperti sulit mendengarkan orang lain. Orang yang berkuasa biasanya susah mendengarkan orang lain apalagi anak buahnya,” kata wanita kelahiran Bandung, 4 Juni 1971. Pemimpin harus mau mengakui kesalahan dan meminta maaf. Sikap ini kadang sulit diterapkan karena pemimpin merasa berkuasa.

Padahal meminta maaf ketika membuat kesalahan membuat pemimpin lebih disegani anak buah. “Pemimpin salah biasanya merasa gengsi meminta maaf. Seperti ada peraturan pertama bos pasti benar, jika salah melihat peraturan pertama,” ujar Vita. Dia mengklaim buku perdana tentang kepemimpinan tersebut lebih unik. Hal tersebut dipertegas karena tidak adanya teori dalam buku ini.

Budayawan Semarang Prie GS hadir sebagai salah satu pembedah buku. Dia memandang proses menjadi pemimpin yang fun membutuhkan tahapan panjang. “Jika belum fun jangan jadi bos malah ngrepoti anak buah,” ujarnya dengan nada lugas.

Pekerjaan memungkinkan pertemuan pemimpin dan anak buah setiap hari, sebaiknya tidak membosankan. Pemimpin harus jeli mengatasi kebosanan dalam dunia kerja. Dia menilai buku karya Vita sangat empirik karena ada rasa “aku” di dalamnya. “Seperti ada aku di dalam buku, jarak yang jauh menjadi dekat. Ibarat film kelas Oscar, temanya sangat jauh dengan kehidupan kita tetapi serasa sangat dekat,” ucapnya.

Situasi tersebut berbeda dengan sinetron-sinetron yang setiap hari ditonton. Tema yang diangkat sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, seperti cerita ibu tiri atau kernet angkot namun terasa serasa jauh.

“Sinetron-sinetron temanya dekat sekali dengan masyarakat kita seperti kisah ibu tiri dan sebagainya. Namun, apa yang dipertontonkan terasa sangat jauh,” ucapnya.

Hendrati Hapsari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6906 seconds (0.1#10.140)