Pembunuh Siswa SMAK Divonis 8 Tahun
A
A
A
PASURUAN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan akhirnya menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Anjas Eko Legowo, 17, terdakwa pembunuh Alexander Axel Elleaza, 16, siswa SMAK Santo Albertus (Dempo) Malang.
Vonis majelis hakim tersebut dua tahun lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Kejari Pasuruan yang meminta hakim menghukum Anjas selama 10 tahun penjara. Menurut hakim, hal yang meringankan Anjas di antaranya belum pernah terlibat kasus pidana. Sementara hal memberatkan, Anjas menghilangkan nyawa orang lain dilakukan dengan sadis.
Dalam sidang kemarin, Ketua Majelis Hakim Morris Sihombing menyatakan Anjas terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, melanggar Pasal 340 KUHP, dan memerintahkan supaya Anjas dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) anak.
Hukuman badan kepada Anjas setelah majelis hakim mendengarkan berbagai pertimbangan dan keterangan saksi-saksi, di antaranya rekomendasi atas penelitian kemasyarakatan menyangkut lingkungan sosial tempat terdakwa tinggal.
“Ancaman hukuman maksimal tindak pidana ini 20 tahun penjara. Namun dengan pertimbangan terdakwa masih tergolong anak-anak, dalam sistem peradilan anak ancaman hukumannya dikurangi setengahnya. Majelis hakim juga memerintahkan terdakwa ditahan di lapas anak di Blitar,” kata Morris Sihombing.
Kasus pembunuhan ini terjadi pada Natal 2014. Alex dibunuh saat siswa SMAK Dempo Malang itu akan melaksanakan Misa Natal. Dalam persidangan terungkap bahwa Alex dan Anjas sudah lama menjalin hubungan lebih dari sekadar sahabat.
Pembunuhan itu dilatarbelakangi hubungan asmara sesama jenis. Hubungan yang sudah terjalin sejak SMP itu dipisahkan jarak karena Anjas bersekolah di Jember dan Alex di Malang. Suatu ketika Anjas menyatakan keinginan untuk bertemu yang disampaikan melalui jejaring sosial Facebook .
Kesempatan ini dipergunakan Alex untuk mengajak Anjas berhubungan intim. Namun, Anjas menolak lantaran Alex tidak bersedia memberikan uang setelah berhubungan intim. Alex pun marah. Dia meluapkan amarah dengan balik menagih utang Anjas sebesar Rp1 juta. Bila tak segera dilunasi, Alex mengancam akan menyebarkan foto-foto hubungan intim mereka.
Takut hubungan intim tidak wajar itu tersebar luas dan diketahui orang tuanya, Anjas naik pitam. Dia pergi ke rumah Alex dan menghujamkan pisau yang sudah disiapkan ke tubuh Alex beberapa kali hingga tewas. Anjas melalui penasihat hukumnya, Sudiono menyatakan, masih pikir-pikir putusan majelis hakim itu.
Menurut dia, vonis hakim terlalu berat untuk kliennya karena terjadi pembunuhan itu lebih didasarkan atas emosi dan kekecewaan kliennya. Sebab kliennya merasa tersudut atas ancaman Alex akan menyebarkan foto-foto berhubungan intim mereka.
“Terdakwa sudah mengakui perbuatannya. Pembunuhan ini terjadi karena terdakwa meluapkan emosi karena korban mengancam akan menyebarkan foto-foto saat berhubungan intim. Kami masih mempertimbangkan vonis majelis hakim yang terlalu berat,” kata Sudiono.
Pada pihak lain, keluarga Alex sebagai korban mengungkapkan kekecewaan. Natalia Evivani, ibu Alex mengatakan, hukuman penjara yang dijatuhkan hakim tidak sebanding dengan perbuatan Anjas yang menghilangkan nyawa anak semata wayangnya. “Hukuman itu terlalu ringan, mestinya dihukum mati. Saya sudah kehilangan anak,” kata Natalia seusai persidangan.
Arie Yoenianto
Vonis majelis hakim tersebut dua tahun lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Kejari Pasuruan yang meminta hakim menghukum Anjas selama 10 tahun penjara. Menurut hakim, hal yang meringankan Anjas di antaranya belum pernah terlibat kasus pidana. Sementara hal memberatkan, Anjas menghilangkan nyawa orang lain dilakukan dengan sadis.
Dalam sidang kemarin, Ketua Majelis Hakim Morris Sihombing menyatakan Anjas terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, melanggar Pasal 340 KUHP, dan memerintahkan supaya Anjas dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) anak.
Hukuman badan kepada Anjas setelah majelis hakim mendengarkan berbagai pertimbangan dan keterangan saksi-saksi, di antaranya rekomendasi atas penelitian kemasyarakatan menyangkut lingkungan sosial tempat terdakwa tinggal.
“Ancaman hukuman maksimal tindak pidana ini 20 tahun penjara. Namun dengan pertimbangan terdakwa masih tergolong anak-anak, dalam sistem peradilan anak ancaman hukumannya dikurangi setengahnya. Majelis hakim juga memerintahkan terdakwa ditahan di lapas anak di Blitar,” kata Morris Sihombing.
Kasus pembunuhan ini terjadi pada Natal 2014. Alex dibunuh saat siswa SMAK Dempo Malang itu akan melaksanakan Misa Natal. Dalam persidangan terungkap bahwa Alex dan Anjas sudah lama menjalin hubungan lebih dari sekadar sahabat.
Pembunuhan itu dilatarbelakangi hubungan asmara sesama jenis. Hubungan yang sudah terjalin sejak SMP itu dipisahkan jarak karena Anjas bersekolah di Jember dan Alex di Malang. Suatu ketika Anjas menyatakan keinginan untuk bertemu yang disampaikan melalui jejaring sosial Facebook .
Kesempatan ini dipergunakan Alex untuk mengajak Anjas berhubungan intim. Namun, Anjas menolak lantaran Alex tidak bersedia memberikan uang setelah berhubungan intim. Alex pun marah. Dia meluapkan amarah dengan balik menagih utang Anjas sebesar Rp1 juta. Bila tak segera dilunasi, Alex mengancam akan menyebarkan foto-foto hubungan intim mereka.
Takut hubungan intim tidak wajar itu tersebar luas dan diketahui orang tuanya, Anjas naik pitam. Dia pergi ke rumah Alex dan menghujamkan pisau yang sudah disiapkan ke tubuh Alex beberapa kali hingga tewas. Anjas melalui penasihat hukumnya, Sudiono menyatakan, masih pikir-pikir putusan majelis hakim itu.
Menurut dia, vonis hakim terlalu berat untuk kliennya karena terjadi pembunuhan itu lebih didasarkan atas emosi dan kekecewaan kliennya. Sebab kliennya merasa tersudut atas ancaman Alex akan menyebarkan foto-foto berhubungan intim mereka.
“Terdakwa sudah mengakui perbuatannya. Pembunuhan ini terjadi karena terdakwa meluapkan emosi karena korban mengancam akan menyebarkan foto-foto saat berhubungan intim. Kami masih mempertimbangkan vonis majelis hakim yang terlalu berat,” kata Sudiono.
Pada pihak lain, keluarga Alex sebagai korban mengungkapkan kekecewaan. Natalia Evivani, ibu Alex mengatakan, hukuman penjara yang dijatuhkan hakim tidak sebanding dengan perbuatan Anjas yang menghilangkan nyawa anak semata wayangnya. “Hukuman itu terlalu ringan, mestinya dihukum mati. Saya sudah kehilangan anak,” kata Natalia seusai persidangan.
Arie Yoenianto
(ftr)