Ketika Sosmed Jadi Candu
A
A
A
SURABAYA - Sosial Media(Sosmed) membuat banyak orang kecanduan. Faceook, tweeter, instagram, dan sosmed lainnya tak ubahnya seperti narkotika, menjadikan pemilik gadget ketagihan.
Jelang tidur, bangun tidur, hingga mau tidur lagi tak lupa upload status. Bahkan untuk menu makan-minum (mamin) pagi, siang dan malam tidak jarang ikut diunggah. Selain sebagai gaya hidup agar tidak dikatakan katrok alias ndeso, ber-sosmed ria bisa untuk menunjukan eksistensi diri.
Bahkan ada yang bilang sebagai ajang narsis. Lantaran sudah menjadi candu, jangan kaget jika ada pengendara sepada motor menyempatkan mengotak-atik smartphone. Pengemudi mobil tak mau kalah. Disela berhenti karena lampu merah, dia langsung menyambar handphone di dashboard mobil. Ini menambah tinggi angka kecelakaan.
“Sekarang sosmet atau media online sudah mempengaruhi perilaku setiap orang. Media Sosial menciptakan ketergantungan pada setiap orang,” kata Isa Ansori, narasumber seminar psikologi abnormal bertema Diet Media Sosial, di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, kemarin.
Tanpa sosmed ada yang menganggap hidup belum lengkap atau ada sesuatu yang hilang. “Padahal orang yang kecanduan media sosial sering dikatakan sebagai orang autis. Autis bukan arti sebenarnya. Orang itu menunduk, sibuk dengan handphonenya, tanpa mempedulikan sekitar. Interaksi sosial telah hilang.
“Hal semacam ini sama dengan kecanduan zat aditif. Ini masuk kategori penyakit psikologis, yakni gangguan pemusatan perhatian, dan gangguan tingkah laku karena ketergantungan pada benda,” beber pria berkacamata minus ini. Mereka yang kecanduan narkotika bisa direhabilitasi dengan terapi klinik.
Lain halnya dengan pecandu sosmed, mereka ketakutan kehilangan informasi. “Jangan kecanduan media sosial menjadi penyakit sosial. Banyak kejadian negatif akibat orang kecanduan sosmed. Contoh, ada kasus kriminalitas terhadap korban yang dikenal pelaku melalui sosial media. Belum lagi tindak pelanggaran hukum lainnya,” rincinya.
Isa yang juga ketua Hotline Pendidikan Jatim ini membeber kasus Prita, Florence dan kasus lainnya yang mencuat akibat salah mengunggap status. “Jadi sosial media menyebabkan perubahan perilaku yang tidak terkontrol. Ini bisa diterapi dengan diet media sosial. Caranya bagaimana?.
Gunakan media sosial, media online secara sehat dan bijak. Pada situasi apa boleh mengunggah status, apa saja yang boleh diunggah,” pesannya. Mengedepankan wawasan hukum bisa menjadi filter seseorang sebelum mengunggah status. Ingin sosmed menjadi sarana berinteraksi dan bisnis sehat melalui dunia maya, Isa bersama Hotline Pendidikan Jatim aktif melakukan sosialisasi.
Sasaran sosialisasi sosmed sehat adalah bunda Pendidikan Anak usia Dini (Paud), kelompok masyarakat seperti halnya PKK dan lainnya.
Soeprayitno
Jelang tidur, bangun tidur, hingga mau tidur lagi tak lupa upload status. Bahkan untuk menu makan-minum (mamin) pagi, siang dan malam tidak jarang ikut diunggah. Selain sebagai gaya hidup agar tidak dikatakan katrok alias ndeso, ber-sosmed ria bisa untuk menunjukan eksistensi diri.
Bahkan ada yang bilang sebagai ajang narsis. Lantaran sudah menjadi candu, jangan kaget jika ada pengendara sepada motor menyempatkan mengotak-atik smartphone. Pengemudi mobil tak mau kalah. Disela berhenti karena lampu merah, dia langsung menyambar handphone di dashboard mobil. Ini menambah tinggi angka kecelakaan.
“Sekarang sosmet atau media online sudah mempengaruhi perilaku setiap orang. Media Sosial menciptakan ketergantungan pada setiap orang,” kata Isa Ansori, narasumber seminar psikologi abnormal bertema Diet Media Sosial, di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, kemarin.
Tanpa sosmed ada yang menganggap hidup belum lengkap atau ada sesuatu yang hilang. “Padahal orang yang kecanduan media sosial sering dikatakan sebagai orang autis. Autis bukan arti sebenarnya. Orang itu menunduk, sibuk dengan handphonenya, tanpa mempedulikan sekitar. Interaksi sosial telah hilang.
“Hal semacam ini sama dengan kecanduan zat aditif. Ini masuk kategori penyakit psikologis, yakni gangguan pemusatan perhatian, dan gangguan tingkah laku karena ketergantungan pada benda,” beber pria berkacamata minus ini. Mereka yang kecanduan narkotika bisa direhabilitasi dengan terapi klinik.
Lain halnya dengan pecandu sosmed, mereka ketakutan kehilangan informasi. “Jangan kecanduan media sosial menjadi penyakit sosial. Banyak kejadian negatif akibat orang kecanduan sosmed. Contoh, ada kasus kriminalitas terhadap korban yang dikenal pelaku melalui sosial media. Belum lagi tindak pelanggaran hukum lainnya,” rincinya.
Isa yang juga ketua Hotline Pendidikan Jatim ini membeber kasus Prita, Florence dan kasus lainnya yang mencuat akibat salah mengunggap status. “Jadi sosial media menyebabkan perubahan perilaku yang tidak terkontrol. Ini bisa diterapi dengan diet media sosial. Caranya bagaimana?.
Gunakan media sosial, media online secara sehat dan bijak. Pada situasi apa boleh mengunggah status, apa saja yang boleh diunggah,” pesannya. Mengedepankan wawasan hukum bisa menjadi filter seseorang sebelum mengunggah status. Ingin sosmed menjadi sarana berinteraksi dan bisnis sehat melalui dunia maya, Isa bersama Hotline Pendidikan Jatim aktif melakukan sosialisasi.
Sasaran sosialisasi sosmed sehat adalah bunda Pendidikan Anak usia Dini (Paud), kelompok masyarakat seperti halnya PKK dan lainnya.
Soeprayitno
(ftr)