Pejabat DKK Divonis 1,5 Tahun
A
A
A
PALEMBANG - Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan truk sampah pada Dinas Kebersihan Kota (DKK) Palembang, Suhrawardy, 56 dan Sunardi, 56 di vonis pidana 1,5 tahun penjara, oleh Pengadilan Tipikor pada PN Klas I A Khusus Palembang, kemarin.
Suhrawardy selaku ketua panitia pengadaan barang dan jasa sekaligus mantan Kepala Bidang (Kabid) Retribusi Sampah DKK Palembang juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara. Sama halnya dengan Sunardi (berkas terpisah), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Keduanya tidak diminta membayar Uang Pengganti (UP) karena tidak terbukti menikmati hasil tindak pidana korupsi proyek pengadaan truk sampahtersebut.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Pem berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/ 1999 tentang Pem be rantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar ketua majelis hakim Posma Nainggolan, kemarin.
Dikatakannya, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut kedua terdakwa untuk membayar UP. “Sebab, berdasarkan fakta persidangan kami (majelis hakim) berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti menikmati uang hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan,”imbuh Posma.
Atas putusan tersebut, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menerima, menolak, atau pikir-pikir terhadap putusan persidangan tersebut. Usai pembacaan vonis, kedua terdakwa sepakat menyatakan pikir-pikir terhadap putusantersebut.
Sementara itu, JPU Abdul Aziz dkk juga menyatakan masih pikir-pikir terhadap putu san tersebut. Sebab, putusan hakim memang lebih rendah dari tuntutan JPU, selain tidak menyertakan hukuman berupa kewajiban membayar UP, sebagai pengganti kerugian uang negara.
Menanggapi putusan hakim, penasihat hukum terdakwa Suhrawardy, Dahlan Kadir menegaskan, pihaknya memutuskan untuk pikir-pikir terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut.
“Kami berpendapat bahwa putusan tersebut tidak sesuai dan terkesan meragukan. Sebab, terdakwa pun tidak diminta membayar uang pengganti karena tidak terbukti menikmati. Itu sama artinya, terdakwa tidak terbukti memperkaya diri.
Jadi, pendapat kami harusnya terdakwa bisa lepas dari segala tuntutan. Namun, kami menyerahkan kepada terdakwa mau mengajukan banding atau menerima putusan,” tandasnya.
Retno Palupi
Suhrawardy selaku ketua panitia pengadaan barang dan jasa sekaligus mantan Kepala Bidang (Kabid) Retribusi Sampah DKK Palembang juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara. Sama halnya dengan Sunardi (berkas terpisah), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Keduanya tidak diminta membayar Uang Pengganti (UP) karena tidak terbukti menikmati hasil tindak pidana korupsi proyek pengadaan truk sampahtersebut.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Pem berantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/ 1999 tentang Pem be rantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar ketua majelis hakim Posma Nainggolan, kemarin.
Dikatakannya, majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut kedua terdakwa untuk membayar UP. “Sebab, berdasarkan fakta persidangan kami (majelis hakim) berpendapat bahwa terdakwa tidak terbukti menikmati uang hasil dari tindak pidana korupsi yang dilakukan,”imbuh Posma.
Atas putusan tersebut, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menerima, menolak, atau pikir-pikir terhadap putusan persidangan tersebut. Usai pembacaan vonis, kedua terdakwa sepakat menyatakan pikir-pikir terhadap putusantersebut.
Sementara itu, JPU Abdul Aziz dkk juga menyatakan masih pikir-pikir terhadap putu san tersebut. Sebab, putusan hakim memang lebih rendah dari tuntutan JPU, selain tidak menyertakan hukuman berupa kewajiban membayar UP, sebagai pengganti kerugian uang negara.
Menanggapi putusan hakim, penasihat hukum terdakwa Suhrawardy, Dahlan Kadir menegaskan, pihaknya memutuskan untuk pikir-pikir terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut.
“Kami berpendapat bahwa putusan tersebut tidak sesuai dan terkesan meragukan. Sebab, terdakwa pun tidak diminta membayar uang pengganti karena tidak terbukti menikmati. Itu sama artinya, terdakwa tidak terbukti memperkaya diri.
Jadi, pendapat kami harusnya terdakwa bisa lepas dari segala tuntutan. Namun, kami menyerahkan kepada terdakwa mau mengajukan banding atau menerima putusan,” tandasnya.
Retno Palupi
(ftr)