Pemkab Harus Tegas soal Tambak
A
A
A
BANTUL - Kalangan Dewan meminta Pemkab Bantul bertindak tegas terhadap aktivitas petambak.
Meskipun tambak udang sudah mengantongi izin seperti PT Indokor Bangun Desa, jika menyalahi aturan sempadan jalan ataupun sempadan pantai, maka Pemkab tidak boleh tebang pilih. Ketua Komisi C DPRD Bantul Wil dan Nafis menandaskan, pemkab dalam melakukan penutupan, harus tegas. Ketegasan ini diperlukan agar tidak ada kecemburuan dan potensi merusak lingkungan bisa diminimalisasi.
Apalagi ditengarai banyak pemilik tambak udang yang nekat dan tidak mengin dah kan perintah dari Pemkab Ban tul. “Kami tunggu keberani an dari Pemkab Bantul,” tuturnya, di sela-sela inspeksi mendadak (sidak) tambak udang di kawasan Kuwaru dan Gumuk Pasir Pantai Depok, kemarin.
Menurut Wildan, pemkab harus tegas karena dari dalam sidak kemarin pihaknya menemukan fenomena pertumbuhan jumlah tambak udang yang sangat mengejutkan. Terakhir kali dia melakukan sidak bersama anggota Dewan periode sebelumnya beberapa bulan silam, jumlah tambak udang yang ada di sepanjang pantai selatan Bantul tidak seperti saat ini.
Hal tersebut menunjukkan jika para pengusaha tambak udang tidak mengindahkan perintah dari Pemkab Bantul yang menginginkan tidak ada tambak udang baru usai kesepakatan penutupan tambak pada pertengahan tahun lalu. Tambak-tambak udang tersebut harus dikontrol dan ditata agar potensi kerusakan bisa diminimalisasi. “Ternyata jumlahnya sekarang sampai ratusan. Beberapa bulan lalu belum sebanyak ini, karena itu pemkab harus tegas,” katanya.
Wildan menyangsikan alasan dari para pemilik tambak udang yang mengatakan mereka harus menanggung utang banyak untuk modal ketika tambak udang tersebut ditutup. Karena dia menengarai, sebenarnya pemilik tambak udang tersebut adalah investorinvestor dari luar dengan mengatasnamakan warga setempat sebagai kedok menutupi usaha mereka.
Wildan mengaku sangsi karena tidak mungkin masyarakat di pesisir selatan mampu mengeluarkan uang sampai ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk membuka usaha tambak udang. Jika berutang di perbankan, maka dia mempertanyakan apakah bank akan bersedia mengucurkan kreditnya untuk usaha ilegal seperti tambak udang tersebut.
“Tidak mung kin bank mau memberi pin jaman untuk usaha ilegal. Ke pemilikan warga sekitar itu hanya sekadar kedok, padahal pemilik tambak adalah investor dari luar,” ungkapnya. Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Haryono mengatakan, memang ada tambak udang termasuk yang berizin yaitu PT Indokor yang menyalahi sempadan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).
Tambak-tambak udang tersebut menyalahi sempadan karena jaraknya kurang 27 meter dari garis tengah (as) JJLS seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34/2006 tentang Jalan. “Kalau sempadan jalannya itu aturannya belum keluar, menunggu Peraturan Bupati. Akan tetapi berdasarkan PP Nomor 34/2006 tersebut, aturannya berbunyi badan jalan itu 12 meter dan ruang pengawasan jalan 15 meter. Tambak harus di luar itu,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, General Manajer PT Indokor Bangun Desa, Indrawan Prasetya Hu da menandaskan PT Indokor akan menaati aturan dari pemerintah setempat. Jika m emang mereka harus menutup turut tambak udang yaitu sebanyak enam petak karena melanggar sempadan JJLS, maka mereka akan menurutinya.
Bahkan pihaknya menyambut baik jika enam petak tambak udang tersebut direlokasi ke tempat lain yang konon tidak menyalahi aturan. “Kalau mau direlokasi justru kami senang. Karena di sini wind barrier-nya sudah hilang,” ujarnya.
Erfanto Linangkung
Meskipun tambak udang sudah mengantongi izin seperti PT Indokor Bangun Desa, jika menyalahi aturan sempadan jalan ataupun sempadan pantai, maka Pemkab tidak boleh tebang pilih. Ketua Komisi C DPRD Bantul Wil dan Nafis menandaskan, pemkab dalam melakukan penutupan, harus tegas. Ketegasan ini diperlukan agar tidak ada kecemburuan dan potensi merusak lingkungan bisa diminimalisasi.
Apalagi ditengarai banyak pemilik tambak udang yang nekat dan tidak mengin dah kan perintah dari Pemkab Ban tul. “Kami tunggu keberani an dari Pemkab Bantul,” tuturnya, di sela-sela inspeksi mendadak (sidak) tambak udang di kawasan Kuwaru dan Gumuk Pasir Pantai Depok, kemarin.
Menurut Wildan, pemkab harus tegas karena dari dalam sidak kemarin pihaknya menemukan fenomena pertumbuhan jumlah tambak udang yang sangat mengejutkan. Terakhir kali dia melakukan sidak bersama anggota Dewan periode sebelumnya beberapa bulan silam, jumlah tambak udang yang ada di sepanjang pantai selatan Bantul tidak seperti saat ini.
Hal tersebut menunjukkan jika para pengusaha tambak udang tidak mengindahkan perintah dari Pemkab Bantul yang menginginkan tidak ada tambak udang baru usai kesepakatan penutupan tambak pada pertengahan tahun lalu. Tambak-tambak udang tersebut harus dikontrol dan ditata agar potensi kerusakan bisa diminimalisasi. “Ternyata jumlahnya sekarang sampai ratusan. Beberapa bulan lalu belum sebanyak ini, karena itu pemkab harus tegas,” katanya.
Wildan menyangsikan alasan dari para pemilik tambak udang yang mengatakan mereka harus menanggung utang banyak untuk modal ketika tambak udang tersebut ditutup. Karena dia menengarai, sebenarnya pemilik tambak udang tersebut adalah investorinvestor dari luar dengan mengatasnamakan warga setempat sebagai kedok menutupi usaha mereka.
Wildan mengaku sangsi karena tidak mungkin masyarakat di pesisir selatan mampu mengeluarkan uang sampai ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk membuka usaha tambak udang. Jika berutang di perbankan, maka dia mempertanyakan apakah bank akan bersedia mengucurkan kreditnya untuk usaha ilegal seperti tambak udang tersebut.
“Tidak mung kin bank mau memberi pin jaman untuk usaha ilegal. Ke pemilikan warga sekitar itu hanya sekadar kedok, padahal pemilik tambak adalah investor dari luar,” ungkapnya. Kepala Seksi Pengendalian dan Pengawasan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Haryono mengatakan, memang ada tambak udang termasuk yang berizin yaitu PT Indokor yang menyalahi sempadan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).
Tambak-tambak udang tersebut menyalahi sempadan karena jaraknya kurang 27 meter dari garis tengah (as) JJLS seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34/2006 tentang Jalan. “Kalau sempadan jalannya itu aturannya belum keluar, menunggu Peraturan Bupati. Akan tetapi berdasarkan PP Nomor 34/2006 tersebut, aturannya berbunyi badan jalan itu 12 meter dan ruang pengawasan jalan 15 meter. Tambak harus di luar itu,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, General Manajer PT Indokor Bangun Desa, Indrawan Prasetya Hu da menandaskan PT Indokor akan menaati aturan dari pemerintah setempat. Jika m emang mereka harus menutup turut tambak udang yaitu sebanyak enam petak karena melanggar sempadan JJLS, maka mereka akan menurutinya.
Bahkan pihaknya menyambut baik jika enam petak tambak udang tersebut direlokasi ke tempat lain yang konon tidak menyalahi aturan. “Kalau mau direlokasi justru kami senang. Karena di sini wind barrier-nya sudah hilang,” ujarnya.
Erfanto Linangkung
(ftr)