Kisah Sultan Agung, Imogiri, dan Segenggam Tanah dari Mekkah

Jum'at, 26 Desember 2014 - 05:00 WIB
Kisah Sultan Agung,...
Kisah Sultan Agung, Imogiri, dan Segenggam Tanah dari Mekkah
A A A
Ada kisah menarik dari pembangunan makam raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram di Dusun Pajimatan, Desa Giriloyo, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kisah ini sering dituturkan oleh pemandu dan juru kunci pasareyan soal legenda kesaktian Sultan Agung dan proses pembangunan Pasareyan Pajimatan Imogiri atau lebih dikenal Makam Imogiri ini.

Dalam satu versi dikisahkan, berkat tingginya ilmu kanuragan yang dimilikinya, Sultan Agung selalu menjalankan salat Jumat di Makkah al Mukarramah yang berjarak ribuan kilometer dari Pulau Jawa.

Sering hadir dan merasakan kedamaian di tanah suci umat Islam ini, memunculkan hasrat bagi Sang Raja Jawa ini untuk dapat dimakamkan disana, suatu saat kelak jika dipanggil Allah SWT.

Konon pada suatu hari setelah selesai menunaikan salat Jumat di Mekkah, Sultan Agung bercakap-cakap dengan ulama Mekkah Imam Sufingi yang juga merupakan pejabat.

Sultan Agung menyatakan keinginannya kepada Imam Sufingi untuk membangun makam di Kota Mekkah di sebelah Barat makam Nabi Muhammad SAW.

Namun Imam Sufingi menolak secara halus permintaan Sultan Agung. Alasannya bahwa Sultan Agung adalah raja Jawa sehingga jika wafat, rakyat di tanah Jawa tidak bisa dengan mudah berziarah ke makamnya.

Sehingga oleh ulama Arab tersebut Sultan Agung disarankan untuk membuat pemakaman di tanah kelahirannya.

Kemudian ulama Arab tersebut memberikan segenggam tanah dari Mekkah kepada Sultan Agung. Kepada Sultan Mataram ini sang Ulama menyarankan agar tanah ini dilemparkannya saat tiba di tanah Jawa.

Ulama tersebut mengatakan, dimana tanah itu jatuh dan berbau harum, disitulah tempat terbaik yang pantas menjadi makamnya.

Konon setelah Sultan Agung kembali ke tanah Jawa, sebagian tanah itu lalu dilemparkannya dan jatuh di sebuah bukit di sebelah selatan istananya di Kerta.

Sultan Agung lalu memerintahkan untuk membangun pesareyan di bukit yang kemudian dikenal dengan nama Giriloyo itu.

Namun ketika pembangunan makam di Giriloyo itu tengah dikerjakan, salah satu paman Sultan Agung yang bernama Gusti Pangeran Juminah mengajukan permintaan kepada Sultan Agung agar jika dia wafat dimakamkan di tempat berbau harum itu.

Atas permintaan tersebut Sultan Agung berkata bahwa sebaiknya sekarang sajalah Pangeran Juminah meninggal dan segera dimakamkan di Giriloyo. Tak lama kemudian pamannya itu meninggal dan akhirnya dimakamkan di Giriloyo.

Karena lokasi makam di Giriloyo telah digunakan untuk memakamkan pamannya, maka Sultan Agung berencana membuat makam baru buat dirinya dan keturunannya.

Sultan Agung pun kemudian melemparkan sisa tanah atau pasir dari Mekkah. Sisa tanah itu jatuh ke Gunung Merak di Imogiri dan konon tempat itu pun kemudian berbau harum.

Maka Sultan Agung pun memerintahkan pembangunan makam untuk dirinya dan keturunannya di Gunung Merak. Arsitektur Pajimatan Imogiri ini diserahkan kepada Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo.

Saat ini Makam Imogiri terbagi tiga bagian. Bagian tengah merupakan kompleks makam yang pertama kali dibangun oleh Sultan Agung dan merupakan tempat dia dimakamkan.

Sedangkan bangunan kedua dan ketiga merupakan kompleks makam untuk keturunan Kasunanan Surakarta dan Kasultan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Komplek makam Kasunanan berada di sebelah kanan atau barat dari Kompleks Makam Sultan Agung. Sedangkan Kompleks makam Kasultanan berada di sebelah kiri atau timur makam Sultan Agung.

Hingga kini makam Sultan Agung sangat dikeramatkan sehingga tidak sembarang orang bisa memasuki kompleks makam tersebut.

Ada juga kisah dan mitos tentang kesaktian Sultan Agung tentang ucapan saktinya yang membuat salah seorang punggawanya tidur tanpa pernah bangun lagi di Pajimatan Imogiri.

Waktu itu ada seorang punggawa yang duduk di tangga sampai tertidur. Kebetulan Sultan Agung lewat, ketika ditanya punggawa itu mengatakan enak tidur di situ.

“Kalau begitu, tidurlah terus di situ,” ucap Sultan Agung. Dan betul punggawa itu tidur kembali tapi tidak pernah bangun lagi.

Bagi yang ingin berziarah ke Imogiri ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu para peziarah dilarang menggunakan alas kaki, membawa kamera, memakai perhiasan terutama dari emas dan harus mengenakan pakaian khas Jawa.

Untuk peziarah laki-laki harus mengenakan pakaian Jawa berupa blangkon, beskap, kain, sabuk, timang dan samir. Sedangkan untuk peziarah perempuan harus memakai kemben dan kain panjang.

Selain itu, untuk mencapai makam raja-raja itu, pengunjung atau peziarah harus mendaki lebih dari 340 anak tangga.

Konon jika berhasil menghitung dengan tepat jumlah anak tangga yang didaki, keinginan atau kehidupan yang lebih baik akan terjadi dikemudian hari.

Misteri berikutnya adalah kewajiban pengunjung atau peziarah menginjak lantai gerbang utama. Menurut abdi dalem di bawah gerbang utama makam tersebut terdapat jenazah Patih Endarata.

Sang patih Mataram ini dahulu sebelum meninggal telah berkhianat dan membocorkan rahasia penyerangan Mataram ke Batavia kepada pihak VOC. Sehingga oleh Sultan Agung sang Patih dihukum mati dan sebagian jenazahnya dimakamkan disitu.

wallahualam bissawab

Sumber : wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0998 seconds (0.1#10.140)