Abdikan Hidupnya untuk Menjaga Saluran Air

Rabu, 24 Desember 2014 - 10:29 WIB
Abdikan Hidupnya untuk...
Abdikan Hidupnya untuk Menjaga Saluran Air
A A A
BANTUL - Kulitnya hitam terbakar matahari dengan badan yang bungkuk terlihat jika ia seorang pekerja keras. Rambut ikal tak beraturan dengan lekuk mata tampak menonjol semakin menandaskan bahwa laki-laki ini pekerja keras.

Bawaannya santai dan bersahaja menghadapi semua orang menjadi ciri khas Wiwit Pramono, 42 tahun. Dia adalah wakil dari Bantul dan DIY yang berhasil menjadi Juru Irigasi Teladan tingkat Nasional tahun 2014. Pakaiannya sedikit kumal dengan bau lumpur menyengat menjadi kesehariannya, seperti ketika ditemui media di Bendung Ketonggo-Bibis, Dusun Jejeran, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, kemarin.

Dia tampak mengamati kerja beberapa orang yang sedang membersihkan endapan sampah di Bending tepat berada di sebelah selatan Jembatan Jejeran itu. Garis otot tampak terlihat di lengannya yang hitam legam tersengat matahari menandakan berbagai pengalaman telah ia lalui sebagai orang yang berada di garda depan pengendali banjir di Bantul dan DIY ini.

Bagaimana tidak, sejak 1990, pria kelahiran 24 Januari 1972 ini setiap hari mengawasi ratusan kilometer saluran irigasi di tiga kecamatan, yakni Piyungan, Pleret dan Banguntapan. “Setiap hari saya selalu berkeliling,” tutur pria yang memiliki dua orang anak ini.

Meski berat, tapi dia berusaha melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Karena wataknya yang suka mengabdi kepada kepentingan masyarakat, maka apa pun dikorbankan demi menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tak hanya itu, waktu bersama dengan keluarga juga yang sering dikorbankan untuk menjaga agar aliran air tetap lancar.

Berbagai pengalaman pernah dia rasakan untuk membuat aliran air di saluran irigasi ataupun sungai tetap mengalir dengan lancar dan tidak sampai terjadi banjir. Pernah empat bulan lalu, dia hampir meregang nyawa saat membersihkan saluran yang mampat di Bendung Salakan, Desa Potorono, Pleret. “Malam itu pukul 3 dini hari, saluran mampat ada batang pohon di tengah. Saya masuk ke dalamnya, padahal air setinggi leher. Saya sempat terbawa arus dan tenggelam, untung tidak apa-apa,” tuturnya.

Pada musim hujan ini, tugasnya semakin berat karena 24 jam penuh harus stand by mengecek dan memastikan semua bendungan atau saluran irigasi agar bisa dilalui air dengan lancar. Gempuran sampah dari wilayah hulu menjadi makanannya sehari-hari. Namun bersama dengan timnya, dia berusaha terus menyingkirkan agar tidak terjadi banjir ke permukiman ataupun ke area persawahan milik warga.

Ke-11 Bendung di beberapa sungai itu, yakni Sungai Gawe, Sungai Pranti, Kalibuntung ataupun Sungai Mruwe, dan Sungai Belik, yang harus dia awasi, termasuk saluran tersier dan sekunder yang berada di bawahnya. Dia tidak boleh lengah sedikit pun membiarkan tumpukan sampah atau sesuatu yang bisa menghambat aliran air. “Jadwal saya kerja itu sebenarnya enam hari dalam seminggu, tetapi kadang Minggu pun tidak ada di rumah karena berada di lapangan,” tuturnya.

Setiap hari berangkat dari rumah di Dusun Pajangan, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, laki-laki lulusan sekolah teknik menengah (STM) ini ke kantor UPT Opak Hulu di Dusun Gandok, Desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon. Seusai absen di kantor, tak lama-lama dia langsung terjun ke lapangan mengecek kondisi bendungan.

Pada musim kemarau, kerjanya juga bukan berarti berkurang. Karena dia juga harus memastikan pasokan air ke lahan-lahan pertanian bisa teraliri. Dia juga harus bisa menjaga kerukunan yang ada di lingkungan petani. Biasanya, friksi-friksi selalu terjadi ketika musim kemarau berlangsung, yaitu saat debit air sudah tinggal sedikit.

“Kami berusaha membaginya dengan adil agar semua mendapatkannya. Kalau tidak nanti akan kami gilir antara saluran satu dengan saluran yang lain. Tetapi sebelumnya, kami berembuk dulu dengan gabungan perkumpulan petani pengguna air (GP3A). Kalau tidak, petani bisa bacokbacokan gara-gara air,” ujarnya.

Kepala Seksi Operasi Jaringan Irigasi Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Bantul, Suyitno mengungkapkan, memasuki musim hujan ini pihaknya membentuk satgas pemantau air. Mereka bertugas memantau keberadaan bendungan atau pintu air agar tidak terjadi banjir.

Mereka sudah dilatih dari intern oleh Dinas SDA dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul. “Intinya jangan sampai terjadi banjir,” ucapnya.

Erfanto Linangkung
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6304 seconds (0.1#10.140)