Permintaan Melonjak, Gandakan Kuota Produksi

Senin, 22 Desember 2014 - 10:45 WIB
Permintaan Melonjak,...
Permintaan Melonjak, Gandakan Kuota Produksi
A A A
MALANG - Musim libur Natal dan akhir tahun sudah semakin dekat. Wilayah Malang Raya yang menjadi salah satu tujuan wisata untuk mengisi liburan, sudah dipastikan akan kebanjiran pengunjung dari berbagai wilayah.

Kehadiran para wisatawan dari berbagai daerah ini, menjadi rezeki tersendiri bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Malang Raya. Termasuk produsen jamu tradisional Bu Roes, yang ada di Jalan Semeru II No. 10, Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.

Pemilik usaha jamu tradisional Bu Roes, Syaiful Hamzah, 45, menyebutkan, saat ini sudah melakukan berbagai persiapan produksi untuk menyambut ledakan permintaan. “Pada kondisi normal, setiap bulannya kami memproduksi jamu tradisional rata-rata 2.400 botol ukuran 1,5 liter. Rata-rata omzetnya setiap bulan mencapai Rp60 juta,” ungkapnya.

Tetapi, saat musim liburan tiba, permintaan bisa naik berkali lipat. Bahkan, dalam satu pekan dia bisa memproduksi jamu tradisional sekitar 3.200 botol. Setiap botolnya dijual dengan harga Rp25.000. Konsumennya datang dari berbagai daerah, bahkan dia juga harus melayani permintaan pengiriman hingga ke luar pulau.

Jamu tradisional yang didapatkan dari resep keluarga secara turun-temurun ini mampu bertahan selama enam hari pada kondisi tidak disimpan di dalam lemari pendingin. Sementara saat disimpan di lemari pendingin, mampu bertahan hingga dua bulan.

Pria yang sebelumnya menekuni usaha penjualan sepatu ke Pulau Bali ini, sejak tahun 2007 lalu banting setir membuka usaha jamu tradisional, karena sebelumnya mengalami kerugian akibat gagalnya membuat usaha penjualan tanaman hias jenis antorium.

Jamu tradisional yang diproduksinya antara lain beras kecur, kunyit asem, kunci sirih, temulawak, dan kunir luntas. “Jamu tradisional ini, biasanya dipasarkan dalam bentuk jamu gendong. Tetapi, dalam usaha yang kami bangun, kami coba kembangkan dalam kemasan botol yang lebih praktis,” ujar pria yang akrab disapa Ujang ini.

Berawal dari usaha kecil yang dikelolanya sendiri, kini usaha jamu tradisional ini sudah berkembang dan mampu merekrut sebanyak 22 orang pekerja. Para pekerja ini merupakan warga yang tinggal di sekitar rumah Ujang.

Selain jamu tradisional, menjelang hari besar dan hari libur, kebanjiran permintaan juga dirasakan pemilik usaha bumbu kemasan Bumbu Hidayah, Ny. Umi Li’ati Sunardi, 58. “Kalau mendekati hari-hari besar keagamaan, permintaan bumbu kemasan ini bisa naik 300% bila dibandingkan hari biasa,” ujarnya.

Setiap harinya, di rumah produksinya yang ada di Jalan Sriwijaya, Dusun Junwatu, Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu tersebut mampu memproduksi berbagai jenis resep bumbu tradisional antara 30 ribu–40 ribu kemasan. Jumlah ini akan meningkat tajam hingga 300% saat menjelang perayaan hari besar.

Usaha yang dirintis sejak tahun 1990 silam ini dengan hanya diawali produksi sebanyak 30 bungkus, dan modal awal hanya Rp3.000 tersebut, kini sudah berkembang luar biasa besar. Omzetnya mencapai sekitar Rp60 juta/hari. Jumlah pekerja untuk produksinya saja sudah mencapai 38 orang.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan tenaga pemasaran. Bumbu tradisional warisan leluhur yang diproduksi di rumah Bumbu Hidayah, mencapai 26 jenis bumbu, tetapi yang banyak permintaan di pasaran ada sebanyak 12 jenis. Di antaranya bumbu rawon, lodeh, bali, soto, kare, dan krengsengan. Li’ati mengaku, awalnya memasarkan bumbu kemasannya ini hanya di pasar-pasar tradisional di seputaran Kota Malang saja.

“Bahkan, dahulu saya mempromosikannya dengan membagi-bagikan kepada para pengguna angkutan umum, dan peserta pengajian. Sekarang, pasarnya hampir di seluruh Indonesia. Sering kali juga di bawa keluar negeri oleh warga Negara Indonesia yang berangkat ke luar negeri,” ungkapnya.

Yuswantoro
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7981 seconds (0.1#10.140)