Fuad Amin Dijerat Kasus Baru
A
A
A
JAKARTA - Tengarai adanya kasus lain yang dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan Fuad Amin Imron menjadi kenyataan. KPK telah menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) baru untuk Fuad. Kali ini kapasitasnya sebagai mantan Bupati Bangkalan.
Fuad yang juga Ketua DPRD Bangkalan ini sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Kabupaten Bangkalan. “Kasus Fuad sudah ada ekspos lagi dan akhirnya dikeluarkan sprindik baru. Sprindik barunya itu mengenai posisi dia sebagai kepala daerah,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Bambang mengatakan, sprindik Fuad saat operasi tangkap tangan (OTT) dalam kapasitasnya sebagai ketua DPRD, sedangkan sprindik yang baru dalam posisi Fuad sebagai Bupati Bangkalan sejak 2006.
Bambang belum bersedia menjelaskan secara rinci pasal apa yang disangkakan kepada Fuad dalam sprindik kedua ini. Dia mengatakan, hal itu diumumkan langsung Juru Bicara KPK Johan Budi SP. ”Pasalnya nanti diumumkan, jangan sekarang dong! Sudah resmi, tapi pasalnya nanti diikuti nanti saja biar lebih detail,” ujar dia.
Kemarin KPK kembali memeriksa Fuad. Bersama ajudannya, Abdul Ra’uf, Fuad diperiksa sebagai saksi untuk berkas tersangka Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko. Bersama mereka, ada pihak lain yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Dia adalah Abdul Hakim. Sebaliknya, Antonio juga diperiksa sebagai saksi untuk berkas Ra’uf. “Hari ini semua pemeriksaan sebagai saksi,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi kemarin. Dalam kasus suap jual beli gas untuk pembangkit tenaga listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, KPK telah menetapkan empat tersangka.
Mereka adalah Fuad Amin, Ra’uf, Antonio, dan Koptu Darmono. Fuad menugaskan Ra’uf untuk mengambil uang yang diberikan Antonio melalui Koptu Darmono. Berkaitan dengan perjanjian jual beli gas dari blok West Madura Offshore ini, sehari sebelumnya KPK juga memeriksa dua mantan pejabat PT Pertamina EP.
Mereka adalah mantan Presiden Direktur PT Pertamina EP Tri Siwindono dan mantan Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu. Seusai diperiksa, keduanya tutup mulut, meski dikonfirmasi berbagai pertanyaan mulai dari proses penandatanganan kontrak Pertamina EP dengan PT Media Karya Santosa pada Agustus 2007, distribusi gas fiktif, hingga pemberian suap kepada Fuad Amin.
“Saya pusing. Tanya ke atas (penyidik KPK) di atas,” kata Tri saat duduk di bangku mobil. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyatakan, KPK sedang mendalami peran Pertamina EP dan pejabatnya dalam kasus dugaan suap Ketua DPRD Bangkalan KH Fuad Amin Imron dkk.
Terutama, berkaitan dengan dugaan penyimpangan kontrak Pertamina EP dengan PT Media Karya Sentosa (MKS). “Misalnya kenapa dari 2007 pembangkit listrik tidak dibangun- bangun, padahal sudah ada kontraknya dan uangnya dikucurkan. Itu sedang kami dalami, termasuk gasnya selama ini lari ke mana,” kata Adnan.
Dia menuturkan, alokasi gas alam dari kontrak Pertamina EP dan PT MKS itu sebenarnya diperuntukkan bagi BUMD Bangkalan, PD Sumber Daya yang nantinya disalurkan untuk pembangunan pembangkit listrik.
Sementara, BUMD tersebut berada di bawah bupati. Penyimpangan dari 2007–2014 juga dilihat dengan mendalami Bupati Bangkalan 2013–2018 sekaligus anak Fuad, Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon.
”Justru bupati sekarang itu yang kami dalami. Kenapa duitnya diterima, tapi tidak dibangun. Kalau uang diterima kan pasti masuk ke kas perusahaan karena gas (juga) dikirim ke BUMD lainnya,” paparnya.
Sabir Laluhu/ SINDONEWS
Fuad yang juga Ketua DPRD Bangkalan ini sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Kabupaten Bangkalan. “Kasus Fuad sudah ada ekspos lagi dan akhirnya dikeluarkan sprindik baru. Sprindik barunya itu mengenai posisi dia sebagai kepala daerah,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Bambang mengatakan, sprindik Fuad saat operasi tangkap tangan (OTT) dalam kapasitasnya sebagai ketua DPRD, sedangkan sprindik yang baru dalam posisi Fuad sebagai Bupati Bangkalan sejak 2006.
Bambang belum bersedia menjelaskan secara rinci pasal apa yang disangkakan kepada Fuad dalam sprindik kedua ini. Dia mengatakan, hal itu diumumkan langsung Juru Bicara KPK Johan Budi SP. ”Pasalnya nanti diumumkan, jangan sekarang dong! Sudah resmi, tapi pasalnya nanti diikuti nanti saja biar lebih detail,” ujar dia.
Kemarin KPK kembali memeriksa Fuad. Bersama ajudannya, Abdul Ra’uf, Fuad diperiksa sebagai saksi untuk berkas tersangka Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Djatmiko. Bersama mereka, ada pihak lain yang diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama.
Dia adalah Abdul Hakim. Sebaliknya, Antonio juga diperiksa sebagai saksi untuk berkas Ra’uf. “Hari ini semua pemeriksaan sebagai saksi,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi kemarin. Dalam kasus suap jual beli gas untuk pembangkit tenaga listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, KPK telah menetapkan empat tersangka.
Mereka adalah Fuad Amin, Ra’uf, Antonio, dan Koptu Darmono. Fuad menugaskan Ra’uf untuk mengambil uang yang diberikan Antonio melalui Koptu Darmono. Berkaitan dengan perjanjian jual beli gas dari blok West Madura Offshore ini, sehari sebelumnya KPK juga memeriksa dua mantan pejabat PT Pertamina EP.
Mereka adalah mantan Presiden Direktur PT Pertamina EP Tri Siwindono dan mantan Direktur PT Pertamina EP Haposan Napitupulu. Seusai diperiksa, keduanya tutup mulut, meski dikonfirmasi berbagai pertanyaan mulai dari proses penandatanganan kontrak Pertamina EP dengan PT Media Karya Santosa pada Agustus 2007, distribusi gas fiktif, hingga pemberian suap kepada Fuad Amin.
“Saya pusing. Tanya ke atas (penyidik KPK) di atas,” kata Tri saat duduk di bangku mobil. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyatakan, KPK sedang mendalami peran Pertamina EP dan pejabatnya dalam kasus dugaan suap Ketua DPRD Bangkalan KH Fuad Amin Imron dkk.
Terutama, berkaitan dengan dugaan penyimpangan kontrak Pertamina EP dengan PT Media Karya Sentosa (MKS). “Misalnya kenapa dari 2007 pembangkit listrik tidak dibangun- bangun, padahal sudah ada kontraknya dan uangnya dikucurkan. Itu sedang kami dalami, termasuk gasnya selama ini lari ke mana,” kata Adnan.
Dia menuturkan, alokasi gas alam dari kontrak Pertamina EP dan PT MKS itu sebenarnya diperuntukkan bagi BUMD Bangkalan, PD Sumber Daya yang nantinya disalurkan untuk pembangunan pembangkit listrik.
Sementara, BUMD tersebut berada di bawah bupati. Penyimpangan dari 2007–2014 juga dilihat dengan mendalami Bupati Bangkalan 2013–2018 sekaligus anak Fuad, Makmun Ibnu Fuad alias Ra Momon.
”Justru bupati sekarang itu yang kami dalami. Kenapa duitnya diterima, tapi tidak dibangun. Kalau uang diterima kan pasti masuk ke kas perusahaan karena gas (juga) dikirim ke BUMD lainnya,” paparnya.
Sabir Laluhu/ SINDONEWS
(ftr)