Stres, Pengungsi Perlu Trauma Healing

Jum'at, 19 Desember 2014 - 14:09 WIB
Stres, Pengungsi Perlu Trauma Healing
Stres, Pengungsi Perlu Trauma Healing
A A A
BANJARNEGARA - Korban selamat bencana tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, harus secepatnya mendapat penanganan khusus dari sisi psikologis atau trauma healing.

Mereka yang saat ini berada di pengungsian rata-rata dalam keadaan bingung, tak bisa tidur, dan tak bisa makan. Para pengungsi harus sering diajak mengobrol sehingga pikiran mereka tidak kosong.

“Jangan sampai para pengungsi ini dibiarkan sendiri, harus diajak mengobrol, sehingga mereka dan bisa mengeluarkan unekuneknya. Atau bisa juga di be rikan aktivitas lainnya. Sebab akan berbahaya bagi psikologi para korban,” kata Epi Supiadi, koordinator tim trauma healing dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung di Posko Pengungsian TPQ Da russalam, Dusun Alian, Sampang, Karangkobar, kemarin.

Menurutnya, kebanyakan korban bencana hanya mendapat bantuan untuk kebutuhan fisik dan logistik. Sementara ke butuhan untuk bantuan psikologisnya kurang mendapat perhatian. “Terutama di posko ini, di mana para pengungsi merupakan korban bencana langsung. Traumanya lebih besar dibanding pengungsi lainnya,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, anak-anak biasanya langsung ditangani dengan sejumlah permainan. “Sedangkan orang dewasa yang selamat justru kadang tidak mendapatkan penanganan psiko logi,” katanya. Dari hasil pendampingan yang di lakukannya selama beberapa hari, banyak para pengungsi dalam keadaan stres. “Itu karena mereka banyak pikiran. Aktivitas sosial mereka terganggu karena kehilangan kebiasaan sosial. Apalagi banyak yang kehilangan anggota keluarga (meninggal),” ujarnya.

Menurutnya, hal itu harus mendapat penanganan khusus. Sebab akan berbahaya jika lebih dari sebulan dibiarkan. “Bisa dilakukan dengan terapi-terapi. Kalau tidak nanti bisa menjadi Post Traumatik Stres Disorder (PTSD) atau gangguan stres setelah mengalami kejadian traumatis,” ucapnya.

Jika kondisi selama satu bulan tidak ditangani, akan lebih sulit lagi penanganannya. Menyembuhkan luka psikis akan lebih sulit daripada luka fisik. “Besok (hari ini) kami jadwalkan untuk terapi, misal terapi energik psikologis, katarsis atau semacam curhat, psikodinamika, dan sejumlah pendekatan lain,” katanya.

Sepekan sudah para pengungsi berada di posko-posko pengungsian. Selama sepekan itu pula mereka bergantung hidup pada bantuan yang dikirim ke posko. “Untuk saat ini Alhamdulillah kebutuhan para pengungsi terpenuhi, baik makanan sampai pakaian untuk anak-anak juga ada. Termasuk obat-obatan,” kata Khotijah, 33, warga RT 5/RW 1, Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar.

Dia sejak Jumat (12/12) malam, mengungsi di posko pengungsian TPQ Darussalam, Dusun Alian, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar. Selain itu, ada pula hiburan untuk anak-anak. Mereka diberi sejumlah permainan oleh para tim relawan. “Ada permainan anak-anak dan mewarnai gambar,” katanya.

Meski keluarganya luput dari maut, ibu dua anak itu mengaku masih trauma dengan kejadian yang mengubur ratusan warga itu. “Kepinginnya ya dipindah saja. Sebab masih takut kalau pulang ke rumah. Rumah saya juga nyaris kena, jadi masih trauma,” ungkapnya.

Namun, dia berharap relokasi itu dilakukan tak jauh dari rumahnya sehingga dia dan suami tetap bisa bercocok tanam. “Ya, kalau bisa jangan jauhjauh, yang penting aman dari longsor. Jadi kami tetap bisa bertani. Sebab cuma bertani saja pekerjaan saya dan suami. Sawah saya sebagian sudah kena longsor juga,” katanya.

Pengajar Psikologi dari Universitas Diponegoro (Un dip) Semarang Ahmad M Akung menambahkan, stres disebabkan guncangan emosional saat kehilangan harta benda dan kedukaan. Ada beberapa fase yang dialami korban mulai dari impact period, recall period dan post power period. Impact period biasanya terjadi begitu bencana berlangsung.

“Perasaan tidak percaya dan tidak bisa berpikir untuk sementara waktu karena peristiwa begitu cepat,” ujarnya. Peran pendampingan, lanjut dia, adalah menemani korban dalam melewati masa sulit. Korban tidak merasa sendirian dan perlahan diajak menerima realitas sekaligus berdamai dengan keadaan.

Penyesuaian terhadap fase kehidupan baru juga memerlukan pendampingan untuk melepaskan trauma. “Kekuatan untuk bertahan tergantung dari masing-masing individu,” ujarnya.

Korban Tewas Didominasi Warga Luar Daerah

Korban tewas dalam musibah longsor di Dusun Jemblung, Sampang, Karangkobar, Banjarnegara, ternyata didominasi warga luar. Hingga tadi malam, korban tewas yang ditemukan 86 orang. “Dari 86 korban yang ditemukan itu, warga yang asli Dusun Jemblung sebanyak 33 orang, sisanya orang luar. Untuk orang luar itu mereka yang bertamu dan orang melintas,” ujar Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno.

Hadi mengaku belum bisa memperkirakan pasti korban musibah tersebut. Upaya evakuasi akan terus dilakukan semaksimal mungkin. “Termasuk penanganan pengungsi. Kami akan semaksimal mungkin melakukan penanganan,” katanya. Banjarnegara, diakuinya, memiliki kerawanan tinggi dalam bencana longsor.

Namun, satu sisi masyarakat juga ba nyak yang tinggal di kawasan itu. “Upaya kami tentu sosialisasi dan meningkatkan kewaspadaan. Untuk merelokasi semua warga yang tinggal di daerah rawan itu, tentu harus ada pembicaraan panjang,” katanya.

Komandan Kodim 0704/ Banjarnegara Letkol Inf Edy Rochmatullah memaparkan, evakuasi kemarin hanya menemukan tiga korban. Kondisi itu akibat pelaksanaan evakuasi terkendala cuaca buruk. Hujan deras turun mulai pukul 12.00 WIB. “Karena kami juga tidak memaksakan. Malah bisa berbahaya jika terus dilakukan pencarian, karena dampak longsor susulan mengkhawatirkan,” katanya.

Dia juga belum bisa memastikan apakah pencarian korban hanya akan dilakukan 7 hari atau lebih. Menurutnya, masa tanggap darurat bencana tersebut sebelumnya ditetapkan hingga tanggal 21 Desember 2014. “Memang besok (hari ini) akan masuk hari ketujuh. Namun tentu akan ada pembicaraan bersama. Yang pasti kita komitmen melakukan tugas-tugas pencarian, penanganan, dalam musibah ini,” katanya.

Terpisah, Kepala Bidang Kedokteran Kesehatan (Dokkes) Polda Jateng Kombes Pol Rini Muliawati mengatakan, identifikasi jenazah korban longsor tetap bisa dilakukan meskipun kondisinya tidak utuh. “Identifikasi bisa dilakukan dengan mengambil sampel DNA. Asalkan cocok (DNA) dengan warga pelapor ada anggota keluarganya yang hilang, berarti itu keluarganya,” katanya.

Salah satu relawan bencana longsor Banjarnegara, Pudjo Hardiansyah mengatakan, proses pemulasaran jenazah akan segera dihentikan dan berganti fokus pada trauma healing , pembersihan tempat kejadian longsor, dan prosesrecovery bencana lainnya. “Meski masih ada proses evakuasi, namun korban yang ditemukan tim sudah tidak berbentuk lagi karena terlalu lama tertimbun.

Berdasarkan diskusi dengan pihak terkait, tidak ada proses pemulasaran jenazah lagi, sehingga setelah evakuasi, korban langsung dimakamkan di pemakaman umum,” ujarnya.

Prahayuda Febrianto/ Eka Setiawan/ Hendrati Hapsari/ Muh Slamet
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4489 seconds (0.1#10.140)