Pembebasan Tanah dengan Konsinyasi

Jum'at, 19 Desember 2014 - 14:08 WIB
Pembebasan Tanah dengan Konsinyasi
Pembebasan Tanah dengan Konsinyasi
A A A
KUDUS - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus menggunakan mekanisme konsinyasi untuk membebaskan tanah yang akan digunakan lokasi pembangunan Waduk Logung.

Ini karena hingga kemarin masih banyak warga yang tidak bersedia menerima harga ganti rugi yang ditawarkan pemerintah. Ketua tim pembebasan lahan Waduk Logung Noor Yasin mengatakan, dari 196 hektare atau 697 bidang lahan yang dibutuhkan untuk Waduk Logung, masih ada 68 bidang atau sekitar 30-35 hektare yang belum bisa dibebaskan.

Lahan-lahan itu berada di Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe. Sementara di Desa Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo hanya sekitar 2 hektare. Menurut Noor Yasin, pihaknya memberi tenggat waktu hingga hari iniagarpara pemiliklahanmau menerima uang ganti rugi yang nominalnya sudah ditetapkan tim appraisal, yakni Rp28.000 untuk tanah miring dan Rp31.000 untuk tanah datar.

Namun, jika sampai batas waktu yang ditentukan pemilik tanah masih belum mau melepas lahannya, pemkab akan mengambil langkah konsinyasi. “Besok (hari ini) akan kita konsinyasi. Jadi mulai Sabtu (20/12) pemilik lahan urusannya nanti dengan pengadilan,” kata Yasin, yang juga Sekda Kudus ini kemarin.

Langkah konsinyasi diatur dalamUUNo 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Konsinyasi atau ganti kerugian dari pemerintah yang dititipkan ke pengadilan negeri setempat, sesuai dengan Pasal 42. Konsinyasi berlaku bagi warga yang menolak ganti kerugian sesuai hasil musyawarah.

Syarat utama untuk mekanisme ini adalah pembangunan ditujukan untuk kepentingan umum. Yasin mengaku tidak ingat jumlah uang yang akan dititipkan ke pengadilan. Dia hanya menegaskan jika uang itu sudah ada jika pemilik lahan akan mengambilnya. “Yang pasti miliaran rupiah. Tinggal dikalikan saja nominal ganti rugi dengan lahan yang belum dibebaskan,” ucapnya.

Selain lahan milik warga, ada juga sekitar 35 hektare lahan milik Perhutani yang belum dibebaskan. Saat ini tim pembebasan lahan masih menunggu izin dari Kementrian Kehutanan. Bupati Kudus Musthofa berharap proses ganti rugi dapat dituntaskan tahun ini. Dia menekankan agar proses ganti rugi melalui konsinyasi harus berpijak pada aturan main. “Prinsipnya itu. Semoga tahun depan konsentrasi sudah bisa kita arahkan untuk pembangunan waduk,” ujarnya.

Salah seorang pemilik lahan yang belum juga bersedia menerima ganti rugi adalah Khosiatun, warga Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe. Dia belum mau menerima ganti rugi karena adanya perbedaan antara hasil ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan dokumen tanah yang dikantonginya.

“Kalau di letter C luasan tanah saya 5.810 meter persegi. Tapi setelah diukur ulang oleh BPN, malah menjadi 5.300-an meter persegi. dan ketika saya ukur manual, itu malah mencapai 6.000 meter persegi,” paparnya.

Dia ingin BPN bisa menunjukkan hasil riil dari pengukuran yang dilakukan. BPN sendiri memang berniat akan mengukur kembali tanah miliknya. Sebagian warga juga meminta tanah pengganti bagi tanah yang digunakan untuk waduk.

Menurut juru bicara warga, Harjono, opsi ini belum pernah dikaji serius oleh pemkab. Sesuai aturan, sebelum dilakukan konsinyasi, warga berhak mengajukan keberatan ke pengadilan umum hingga kasasi ke Mahkamah Agung.

Setelah ada putusan dengan kekuatan hukum tetap, tanah milik warga yang menolak PLTU Batang langsung dikuasai negara.

Muhammad Oliez
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5474 seconds (0.1#10.140)