Danai Rp781 M, Sita Aset Lapindo
A
A
A
JAKARTA - Ini kabar gembira bagi korban semburan lumpur Lapindo Brantas Inc. Pemerintah memutuskan membayar ganti rugi yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya kepada korban lumpur sebesar Rp781 miliar.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, rapat dengan presiden memutuskan penyelesaian sisa pembelian tanah di kawasan area terdampak Lumpur Lapindo. Menurutnya, nilai pembayaran total tanah yang ada di area terdampak sekitar Rp3,8 triliun.
PT Minarak sudah membayar sebesar Rp3,03 T sehingga masih tersisa Rp781 miliar. ”Karena Lapindo sudah menyatakan tidak ada kemampuan lagi melunasi atau membeli tanah itu. Diputuskan oleh rapat tadi, pemerintah akan membeli tanah itu Rp781miliar, tapi Lapindo harus menyerahkan semuanya keseluruhan tanah yang ada di peta terdampak,” kata Basuki di Istana Kepresidenan, kemarin.
Basuki mengatakan, tujuan pemerintah tidak untuk membeli tanah, tapi membantu menyelesaikan tanah itu untuk rakyat yang sudah 8 tahun lebih menunggu. ”Sehingga nanti BPLS (badan penanggulangan lumpur Sidoarjo) bisa kerja supaya tidak ada dampak yang lebih luas lagi di luar peta terdampak,” katanya.
Pembayaran ganti rugi informasinya menggunakan pos BA99, dana taktis di dalam APBN Perubahan 2015. Meski ditalangi pemerintah, Lapindo tetap harus melunasi kewajibannya. Sebab pemerintah juga turut menyita seluruh aset Lapindo sebagai jaminan. ”Lapindo diberi waktu 4 tahun. Kalau bisa lunasi Rp781 miliar kepada pemerintah, maka itu dikembalikan ke Lapindo. Kalau lewat, maka disita,” ungkapnya.
Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto menegaskan, Presiden Jokowi sudah bertemu bupati dan gubernur membicarakan soal Lapindo. Menurutnya, rakyat di wilayah terdampak menunggu 8 tahun tanpa kejelasan. ”Maka negara harus hadir, harus segera diselesaikan, bisa diselesaikan solusi yang disetujui semua pihak, baik korban, Minarak Lapindo,” kata Andi.
Andi menjelaskan, PT Minarak sudah tidak mampu membayar ganti rugi. Menurutnya, pemerintah akan mengambil lahan yang dikuasai Lapindo. ”Kalau tidak bisa dilakukan diambil alih oleh pemerintah, baik dari menteri PU, kepala daerah, BPLS akan segera rampungkan dalam bentuk aturan hukum yang sesuai dengan diputuskan MK,” katanya.
Andi berkilah presiden belum sempat berpikir soal sanksi untuk Lapindo. Fokus Presiden Jokowi adalah harapan rakyat mengenai ganti rugi segera terselesaikan. ”Hal-hal lain terkait fairness dari Minarak Lapindo, kita pikirkan kemudian. Pemerintah juga siap bayarkan kerugian yang seharusnya dibayarkan Lapindo,” kata Andi.
Keputusan Presiden Jokowi ini sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada saat itu, MK telah memutuskan untuk pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo ditanggung melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Hal itu seperti dikutip dari risalah sidang di situs MK, www .mahkamahkonstitusi.go.id.
”Menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang- Undang (UU) Nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),” bunyi hasil putusan di situs MK, Rabu (26/3).
Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut, ditetapkan kerugian masyarakat di Peta Area Terdampak (PAT) menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas. Sementara kerugian di luar PAT menjadi tanggung jawab negara.
Pembagian tanggung jawab tersebut menyebabkan dikotomi ketentuan hukum dan ketidakadilan di PAT dan luar PAT. Karena dikotomi tersebut, lahirlah ketentuan ganti rugi untuk masyarakat di dalam PAT adalah tanggung jawab PT Lapindo.
Sementara di luar PAT adalah tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo jo PP Nomor 48 tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP Nomor 14 tahun 2007 jo PP Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 14 jo PP Nomor 68 tahun 2011 perubahan ketiga atas PP Nomor 14 tahun 2007 jo PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Perubahan keempat atas PP Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Korban lumpur menyambut baik dana talangan dari pemerintah untuk melunasi ganti rugi korban lumpur. Wiwik Wahyutini misalnya, korban lumpur asal Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, ini menunggu delapan tahun baru ada kejelasan pelunasan.
Wiwik menambahkan, korban lumpur sejak zaman Presiden SBY sudah minta pelunasan ganti rugi ditalangi pemerintah. ”Kalau sudah ada keputusan dari presiden jika pembayaran ganti rugi ditanggung pemerintah, kami bersyukur. Itu yang selama ini kami tunggu,” ujarnya.
Wiwik mengaku belum memperoleh kabar terkait keputusan pemerintah memberi dana talangan. Namun, yang selama ini diinginkan korban lumpur adalah pelunasan ganti rugi. Selama ini Lapindo baru membayar 20% saja. Sementara sisanya diangsur tiap bulan yang nilainya bervariasi mulai Rp5 juta.
Namun, sejak tahun 2012, sudah tidak ada pembayaran lagi. Padahal sisa pembayaran yang harus dilunasi Rp781 miliar. Hal senada juga diungkapkan Pjs Kades Renokenongo, Subakri. Menurutnya, setelah ada putusan itu, warga korban lumpur akan lebih tenang. ”Tinggal menunggu pembayarannya kapan,” katanya.
Subakri menambahkan, sejak Lapindo menyatakan tidak punya dana untuk melunasi pembayaran, korban lumpur mendesak ada dana talangan dari pemerintah. Namun, baru kali ini pemerintah mau memberi dana talangan.
Korban lumpur banyak yang tidak tahu jika ada keputusan pemerintah memberi dana talangan. ”Korban lumpur akan menyambut gembira keputusan pemerintah,” kata Subakri.
Abdul Rouf/Sindonews
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, rapat dengan presiden memutuskan penyelesaian sisa pembelian tanah di kawasan area terdampak Lumpur Lapindo. Menurutnya, nilai pembayaran total tanah yang ada di area terdampak sekitar Rp3,8 triliun.
PT Minarak sudah membayar sebesar Rp3,03 T sehingga masih tersisa Rp781 miliar. ”Karena Lapindo sudah menyatakan tidak ada kemampuan lagi melunasi atau membeli tanah itu. Diputuskan oleh rapat tadi, pemerintah akan membeli tanah itu Rp781miliar, tapi Lapindo harus menyerahkan semuanya keseluruhan tanah yang ada di peta terdampak,” kata Basuki di Istana Kepresidenan, kemarin.
Basuki mengatakan, tujuan pemerintah tidak untuk membeli tanah, tapi membantu menyelesaikan tanah itu untuk rakyat yang sudah 8 tahun lebih menunggu. ”Sehingga nanti BPLS (badan penanggulangan lumpur Sidoarjo) bisa kerja supaya tidak ada dampak yang lebih luas lagi di luar peta terdampak,” katanya.
Pembayaran ganti rugi informasinya menggunakan pos BA99, dana taktis di dalam APBN Perubahan 2015. Meski ditalangi pemerintah, Lapindo tetap harus melunasi kewajibannya. Sebab pemerintah juga turut menyita seluruh aset Lapindo sebagai jaminan. ”Lapindo diberi waktu 4 tahun. Kalau bisa lunasi Rp781 miliar kepada pemerintah, maka itu dikembalikan ke Lapindo. Kalau lewat, maka disita,” ungkapnya.
Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto menegaskan, Presiden Jokowi sudah bertemu bupati dan gubernur membicarakan soal Lapindo. Menurutnya, rakyat di wilayah terdampak menunggu 8 tahun tanpa kejelasan. ”Maka negara harus hadir, harus segera diselesaikan, bisa diselesaikan solusi yang disetujui semua pihak, baik korban, Minarak Lapindo,” kata Andi.
Andi menjelaskan, PT Minarak sudah tidak mampu membayar ganti rugi. Menurutnya, pemerintah akan mengambil lahan yang dikuasai Lapindo. ”Kalau tidak bisa dilakukan diambil alih oleh pemerintah, baik dari menteri PU, kepala daerah, BPLS akan segera rampungkan dalam bentuk aturan hukum yang sesuai dengan diputuskan MK,” katanya.
Andi berkilah presiden belum sempat berpikir soal sanksi untuk Lapindo. Fokus Presiden Jokowi adalah harapan rakyat mengenai ganti rugi segera terselesaikan. ”Hal-hal lain terkait fairness dari Minarak Lapindo, kita pikirkan kemudian. Pemerintah juga siap bayarkan kerugian yang seharusnya dibayarkan Lapindo,” kata Andi.
Keputusan Presiden Jokowi ini sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pada saat itu, MK telah memutuskan untuk pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo ditanggung melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Hal itu seperti dikutip dari risalah sidang di situs MK, www .mahkamahkonstitusi.go.id.
”Menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang- Undang (UU) Nomor 15 tahun 2013 tentang perubahan UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),” bunyi hasil putusan di situs MK, Rabu (26/3).
Dalam pasal 9 ayat (1) tersebut, ditetapkan kerugian masyarakat di Peta Area Terdampak (PAT) menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas. Sementara kerugian di luar PAT menjadi tanggung jawab negara.
Pembagian tanggung jawab tersebut menyebabkan dikotomi ketentuan hukum dan ketidakadilan di PAT dan luar PAT. Karena dikotomi tersebut, lahirlah ketentuan ganti rugi untuk masyarakat di dalam PAT adalah tanggung jawab PT Lapindo.
Sementara di luar PAT adalah tanggung jawab pemerintah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo jo PP Nomor 48 tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP Nomor 14 tahun 2007 jo PP Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 14 jo PP Nomor 68 tahun 2011 perubahan ketiga atas PP Nomor 14 tahun 2007 jo PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Perubahan keempat atas PP Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
Korban lumpur menyambut baik dana talangan dari pemerintah untuk melunasi ganti rugi korban lumpur. Wiwik Wahyutini misalnya, korban lumpur asal Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, ini menunggu delapan tahun baru ada kejelasan pelunasan.
Wiwik menambahkan, korban lumpur sejak zaman Presiden SBY sudah minta pelunasan ganti rugi ditalangi pemerintah. ”Kalau sudah ada keputusan dari presiden jika pembayaran ganti rugi ditanggung pemerintah, kami bersyukur. Itu yang selama ini kami tunggu,” ujarnya.
Wiwik mengaku belum memperoleh kabar terkait keputusan pemerintah memberi dana talangan. Namun, yang selama ini diinginkan korban lumpur adalah pelunasan ganti rugi. Selama ini Lapindo baru membayar 20% saja. Sementara sisanya diangsur tiap bulan yang nilainya bervariasi mulai Rp5 juta.
Namun, sejak tahun 2012, sudah tidak ada pembayaran lagi. Padahal sisa pembayaran yang harus dilunasi Rp781 miliar. Hal senada juga diungkapkan Pjs Kades Renokenongo, Subakri. Menurutnya, setelah ada putusan itu, warga korban lumpur akan lebih tenang. ”Tinggal menunggu pembayarannya kapan,” katanya.
Subakri menambahkan, sejak Lapindo menyatakan tidak punya dana untuk melunasi pembayaran, korban lumpur mendesak ada dana talangan dari pemerintah. Namun, baru kali ini pemerintah mau memberi dana talangan.
Korban lumpur banyak yang tidak tahu jika ada keputusan pemerintah memberi dana talangan. ”Korban lumpur akan menyambut gembira keputusan pemerintah,” kata Subakri.
Abdul Rouf/Sindonews
(ftr)