Durasi Tiga Menit, Bawa Mimpi Jadi Nyata
A
A
A
KENDAL - Mimpi yang tertuang di dalam sebuah film pendek membawa tiga siswa SMKN 1 Kendal terwujud menjadi kenyataan.
Ya , film berjudul Mimpi Ke Jepang yang hanya berdurasi tiga menit benar-benar tiga kreatornya terbang ke Negeri Sakura. Ketiga siswa SMKN 1 Kendal itu adalah Rostya Septiana Putri, Alvian Nurkhalisa, dan Oktfia Kususma Sari. Impian itu menjadi kenyataan lantaran film tersebut berhasil meraih juara 1 tingkat nasional program Asian International Childrens Festival 2014 yang digelar oleh Jenesys.
Di Indonesia, festival tersebut diselenggarakan kedutaan besar Jepang di Indonesia dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Tidak hanya sekadar terbang ke Jepang, mereka bahkan diajak berkeliling mengunjungi tempat-tempat bersejarah penting di negeri Matahari Terbit itu. Selain itu, ketiganya diajak bertukar pengalaman pembelajaran di SMA Tsuna milik Prefektur Hyogo.
Ketiganya juga mengunjungi kota-kota lain, seperti Puau Awaji, Kota Minmai Awagi, Selat Naruto, tepatnya di ujung timur Pulau Shikoku dan belasan kota lainnya. “Total ada 11 tempat yang kami kunjungi selam tiga hari mulai 25-28 hari,” ujar Alvian Nurkhalisa kemarin.
Nurkhalisa menambahkan, di Jepang itu dia berkesempatan saling tukar pikiran dengan para peraih juara pada program lomba ini se-Asia Pasifik. “Jadi, di sana, tidak hanya dari Indonesia, tapi dari seluruh siswa perwakilan dari negara-negara se-Asia Pasifik. Jadi, ini adalah hadiah bagi para pemenang lomba festival film anak dengan mengangkat tema My Dream diambil tiga besar dan diberangkatkan ke Jepang,” ungkapnya.
Rostya Septiana Putri mengungkapkan, film berjudul Mimpi ke Jepang merupakan film yang kedua kali dia garap. Dia mengaku belajar tentang membuat film hanya secara autodidak. “Kami semua justru siswa akuntansi, bukan broadcasting ,” ujarnya.
Meski berhasil menang festival, Rostya justru tidak ingin jadi artis ataupun sutradara. “Ini hanya sekadar hobi saja, tidak sepenuhnya kami geluti. Makanya saat tahu berangkat ke Jepang itu antara percaya dan tidak percaya,” ucapnya. Film berdurasi tiga menit itu hanya mengisahkan impian ketiganya untuk bisa berangkat ke Jepang.
Menurutnya, Jepang memiliki kelebihan, terutama soal minimnya polusi dan tingkat kesadaran dalam disiplin yang tinggi. “Hal itu benar-benar ada di Jepang. Hampir tidak ada polusi udara. Selain itu, masyarakatnya sangat disiplin dan tepat waktu. Ini menjadi pelajaran penting bagi kami,” ungkapnya.
Wikha Setiawan
Ya , film berjudul Mimpi Ke Jepang yang hanya berdurasi tiga menit benar-benar tiga kreatornya terbang ke Negeri Sakura. Ketiga siswa SMKN 1 Kendal itu adalah Rostya Septiana Putri, Alvian Nurkhalisa, dan Oktfia Kususma Sari. Impian itu menjadi kenyataan lantaran film tersebut berhasil meraih juara 1 tingkat nasional program Asian International Childrens Festival 2014 yang digelar oleh Jenesys.
Di Indonesia, festival tersebut diselenggarakan kedutaan besar Jepang di Indonesia dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Tidak hanya sekadar terbang ke Jepang, mereka bahkan diajak berkeliling mengunjungi tempat-tempat bersejarah penting di negeri Matahari Terbit itu. Selain itu, ketiganya diajak bertukar pengalaman pembelajaran di SMA Tsuna milik Prefektur Hyogo.
Ketiganya juga mengunjungi kota-kota lain, seperti Puau Awaji, Kota Minmai Awagi, Selat Naruto, tepatnya di ujung timur Pulau Shikoku dan belasan kota lainnya. “Total ada 11 tempat yang kami kunjungi selam tiga hari mulai 25-28 hari,” ujar Alvian Nurkhalisa kemarin.
Nurkhalisa menambahkan, di Jepang itu dia berkesempatan saling tukar pikiran dengan para peraih juara pada program lomba ini se-Asia Pasifik. “Jadi, di sana, tidak hanya dari Indonesia, tapi dari seluruh siswa perwakilan dari negara-negara se-Asia Pasifik. Jadi, ini adalah hadiah bagi para pemenang lomba festival film anak dengan mengangkat tema My Dream diambil tiga besar dan diberangkatkan ke Jepang,” ungkapnya.
Rostya Septiana Putri mengungkapkan, film berjudul Mimpi ke Jepang merupakan film yang kedua kali dia garap. Dia mengaku belajar tentang membuat film hanya secara autodidak. “Kami semua justru siswa akuntansi, bukan broadcasting ,” ujarnya.
Meski berhasil menang festival, Rostya justru tidak ingin jadi artis ataupun sutradara. “Ini hanya sekadar hobi saja, tidak sepenuhnya kami geluti. Makanya saat tahu berangkat ke Jepang itu antara percaya dan tidak percaya,” ucapnya. Film berdurasi tiga menit itu hanya mengisahkan impian ketiganya untuk bisa berangkat ke Jepang.
Menurutnya, Jepang memiliki kelebihan, terutama soal minimnya polusi dan tingkat kesadaran dalam disiplin yang tinggi. “Hal itu benar-benar ada di Jepang. Hampir tidak ada polusi udara. Selain itu, masyarakatnya sangat disiplin dan tepat waktu. Ini menjadi pelajaran penting bagi kami,” ungkapnya.
Wikha Setiawan
(ftr)