Ratusan Penderita HIV/AIDS di Solo Tak Terdata
A
A
A
SOLO - Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo menilai, banyak penderita HIV/AIDS di Kota Solo yang tidak terdata. Hal itu membuat pihak petugas kesehatan kesulitan melakukan pengobatan.
Pengelola Program KPA Solo Tommy Prawoto menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi itu mencapai ratusan, tersebar di wilayah Kota Solo, dan sekitarnya.
Para penderita itu tidak pernah memeriksakan diri ke puskesmas atau lembaga kesehatan yang ada. Sehingga, keberadaan mereka tidak terdeteksi.
Pihaknya menyebutkan, para penderita yang tidak terdeteksi itu sebenarnya sangat berbahaya. Sehingga harus dilakukan penanggulangan baik dari Tim KPA atau dari Dinas Kesehatan Kota Solo.
"Ini penting agar para penderita itu memiliki harapan hidup yang tinggi," katanya, kepada wartawan, Senin (1/12/2014).
Selain itu, penanggulangan juga dilakukan agar HIV/AIDS tidak menular kepada sanak dan keluarga para penderita. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan para keluarga penderita tidak mengetahui keluarganya mengidap virus mematikan.
“Jumlah yang mengidap penyakit itu hingga Oktober 201 sudah mencapai 1.417 orang. Dari jumlah itu, setidaknya ada 30-40 persen yang tidak terdeteksi,” terangnya.
Tomy menambahkan, banyak faktor yang membuat penderita itu tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan. Salah satunya pemikiran negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.
"Akibat pemikiran itu, banyak penderita yang merasa malu, dan akhirnya pergi ke luar Kota untuk mencari komunitas baru," jelasnya.
Faktor lain dari pemikiran negatif itu adalah, banyak penderita yang merasa dirinya berbeda dengan yang lain, kemudian para penderita itu menutup diri, dan tidak memberitahu kepada keluarga ataupun orang terdekatnya.
“Kami berharap agar mereka yang tidak terdeteksi itu untuk segera berobat. Jumlah yang meninggal sampai saat ini di Solo Raya mencapai 426 jiwa,” ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang penderita Agus Badrullah berharap, para penderita itu dirangkul oleh masyarakat. Mereka ingin diperlakukan seperti layaknya manusia biasa di lingkungan masyarakat.
"Jangan dicap sebagai orang yang menderita penyakit mematikan. Perlakuan masyarakat itu penting, agar para penderita semakin bersemangat untuk hidup," tukasnya.
Pengelola Program KPA Solo Tommy Prawoto menyebutkan, jumlah penderita HIV/AIDS yang tidak terdeteksi itu mencapai ratusan, tersebar di wilayah Kota Solo, dan sekitarnya.
Para penderita itu tidak pernah memeriksakan diri ke puskesmas atau lembaga kesehatan yang ada. Sehingga, keberadaan mereka tidak terdeteksi.
Pihaknya menyebutkan, para penderita yang tidak terdeteksi itu sebenarnya sangat berbahaya. Sehingga harus dilakukan penanggulangan baik dari Tim KPA atau dari Dinas Kesehatan Kota Solo.
"Ini penting agar para penderita itu memiliki harapan hidup yang tinggi," katanya, kepada wartawan, Senin (1/12/2014).
Selain itu, penanggulangan juga dilakukan agar HIV/AIDS tidak menular kepada sanak dan keluarga para penderita. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan para keluarga penderita tidak mengetahui keluarganya mengidap virus mematikan.
“Jumlah yang mengidap penyakit itu hingga Oktober 201 sudah mencapai 1.417 orang. Dari jumlah itu, setidaknya ada 30-40 persen yang tidak terdeteksi,” terangnya.
Tomy menambahkan, banyak faktor yang membuat penderita itu tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan. Salah satunya pemikiran negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS.
"Akibat pemikiran itu, banyak penderita yang merasa malu, dan akhirnya pergi ke luar Kota untuk mencari komunitas baru," jelasnya.
Faktor lain dari pemikiran negatif itu adalah, banyak penderita yang merasa dirinya berbeda dengan yang lain, kemudian para penderita itu menutup diri, dan tidak memberitahu kepada keluarga ataupun orang terdekatnya.
“Kami berharap agar mereka yang tidak terdeteksi itu untuk segera berobat. Jumlah yang meninggal sampai saat ini di Solo Raya mencapai 426 jiwa,” ungkapnya.
Sementara itu, salah seorang penderita Agus Badrullah berharap, para penderita itu dirangkul oleh masyarakat. Mereka ingin diperlakukan seperti layaknya manusia biasa di lingkungan masyarakat.
"Jangan dicap sebagai orang yang menderita penyakit mematikan. Perlakuan masyarakat itu penting, agar para penderita semakin bersemangat untuk hidup," tukasnya.
(san)