Antar Botia sampai ke Benua Eropa
A
A
A
SUNGAI Musi menyimpan banyak kekayaan fauna, salah satunya ikan hias Botia (Kecublang). Hanya ada di Sumsel dan Kalimantan, ikan khas Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) ini cukup jadi primadona bahkan hingga ke Benua Eropa.
Ikan yang memiliki motif berwarna kuning hitam bergaris ini merupakan salah satu ikan hias air tawar unggulan milik Indonesia yang hanya bisa ditemui Sumsel dan Kalimantan.
Namun sayang, populasi ikan ini di Sungai Musi terus mengalami penurunan. Kondisi tersebut disebabkan berbagai faktor, seperti berkembang biak secara besarbesaran yang harus menunggu siklus lima tahunan atau saat air pasang tinggi, semakin berkurangnya lahan perairan yang sebelumnya digunakan untuk tempat pemijahan di alam, dan adanya penangkapan liar.
Hal tersebut membuat Pemkab Muba mengambil langkah strategis dengan melakukan pembudidayaan ikan Botia secara menyeluruh. Budidaya sendiri dilakukan dengan cara atau proses sebaik mungkin di sebuah tempat yang diberi nama Hatcheryatau pembenihan. “Kita lakukan budidaya ikan hias Botia ini karena populasinya di alam sudah semakin sedikit,” ujar Kepala Dinas Perikanan Muba, A Mukohir, saat dibincangi wartawan KORAN SINDO PALEMBANG, kemarin.
Selain melestarikan ikan khas Kabupaten Muba, budidaya ikan ini juga bertujuan untuk meningkatkan ekspor ikan Botia ke berbagai negara. Di mana harga untuk satu ekor ikan Botia ini di pasaran internasional dapat mencapai 1 US dollar, bahkan lebih karena dinilai dari ukuran ikan itu sendiri. “Kalau untuk harga, kita jual ke importir di Jakarta sebesar Rp3.000 sampai Rp5.000 dengan ukuran sekitar 2 inci atau umur 4-6 bulan. Di tangan Importir, ikan akan dipilah dan dibesarkan lagi dengan tujuan dapat meningkatkan harga,” beber dia.
Di dunia internasional, ikan Botia saat ini sudah mulai melakukan ekspansi ke berbagai negara, khususnya Benua Eropa, Amerika, dan Asia. “Sudah ada 34 negara yang menerima ekspor Botia, dominannya itu Perancis, Kanada, Amerika, China, dan negara-negara Timur Tengah,” ucap dia. Dominannya negara-negara di Eropa menerima ikan Botia, dijelaskan Mukohir, disebabkan teknologi pertama budidaya ikan Botia memang diciptakan oleh peneliti asal Perancis yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Sejak tahun 80an, budidaya ikan Botia di Depok itu bibitnya diambil dari Muba, tepatnya di Danau Cala. Sekarang, kita sendiri yang lakukan budidaya untuk lestarikan ikan Botia,” terang dia. Adapun proses budidaya ikan Botia yakni, ikan yang di dapat dari alam terlebih dahulu masuk dalam ruang karantina, setelah itu ikan akan dimasukkan ke dalam bak kanvas untuk pemeliharaan induk dan pematangan telur.
Setelah dilakukan seleksi, akan dilakukan pemintahan ke tempat pematangan induk, selanjutnya baru akan dilakukan pemijahan. Di mana sperma ikan jantan dimasukkan ke dalam sel telur betina yang dalam waktu 24 jam dapat hidup. “Untuk menjaga telur agar dapat hidup, suhu udara dan air harus stabil yakni 25 derajat. Jika di atas maka telurnya akan mati,” ujar Kabid Budidaya Dinas Perikanan Muba, Heru Gunawan.
Benih yang telah lahir, akan dipindahkan ke ruang pemeliharaan larva dan benih, dimana dalam waktu satu minggu larva sudah dapat berubah menjadi benih. “Ikan Botia ini rentan terhadap penyakit, seperti jamur yang disebabkan kualitas air yang sering berubah. Oleh karena itu, untuk memastikan kualitas air agar tetap bersih harus dilakukan penyaringan dengan bioboli, batu zeolit, dan kulit kerang,” tandas dia.
Amarullah diansyah
Ikan yang memiliki motif berwarna kuning hitam bergaris ini merupakan salah satu ikan hias air tawar unggulan milik Indonesia yang hanya bisa ditemui Sumsel dan Kalimantan.
Namun sayang, populasi ikan ini di Sungai Musi terus mengalami penurunan. Kondisi tersebut disebabkan berbagai faktor, seperti berkembang biak secara besarbesaran yang harus menunggu siklus lima tahunan atau saat air pasang tinggi, semakin berkurangnya lahan perairan yang sebelumnya digunakan untuk tempat pemijahan di alam, dan adanya penangkapan liar.
Hal tersebut membuat Pemkab Muba mengambil langkah strategis dengan melakukan pembudidayaan ikan Botia secara menyeluruh. Budidaya sendiri dilakukan dengan cara atau proses sebaik mungkin di sebuah tempat yang diberi nama Hatcheryatau pembenihan. “Kita lakukan budidaya ikan hias Botia ini karena populasinya di alam sudah semakin sedikit,” ujar Kepala Dinas Perikanan Muba, A Mukohir, saat dibincangi wartawan KORAN SINDO PALEMBANG, kemarin.
Selain melestarikan ikan khas Kabupaten Muba, budidaya ikan ini juga bertujuan untuk meningkatkan ekspor ikan Botia ke berbagai negara. Di mana harga untuk satu ekor ikan Botia ini di pasaran internasional dapat mencapai 1 US dollar, bahkan lebih karena dinilai dari ukuran ikan itu sendiri. “Kalau untuk harga, kita jual ke importir di Jakarta sebesar Rp3.000 sampai Rp5.000 dengan ukuran sekitar 2 inci atau umur 4-6 bulan. Di tangan Importir, ikan akan dipilah dan dibesarkan lagi dengan tujuan dapat meningkatkan harga,” beber dia.
Di dunia internasional, ikan Botia saat ini sudah mulai melakukan ekspansi ke berbagai negara, khususnya Benua Eropa, Amerika, dan Asia. “Sudah ada 34 negara yang menerima ekspor Botia, dominannya itu Perancis, Kanada, Amerika, China, dan negara-negara Timur Tengah,” ucap dia. Dominannya negara-negara di Eropa menerima ikan Botia, dijelaskan Mukohir, disebabkan teknologi pertama budidaya ikan Botia memang diciptakan oleh peneliti asal Perancis yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Sejak tahun 80an, budidaya ikan Botia di Depok itu bibitnya diambil dari Muba, tepatnya di Danau Cala. Sekarang, kita sendiri yang lakukan budidaya untuk lestarikan ikan Botia,” terang dia. Adapun proses budidaya ikan Botia yakni, ikan yang di dapat dari alam terlebih dahulu masuk dalam ruang karantina, setelah itu ikan akan dimasukkan ke dalam bak kanvas untuk pemeliharaan induk dan pematangan telur.
Setelah dilakukan seleksi, akan dilakukan pemintahan ke tempat pematangan induk, selanjutnya baru akan dilakukan pemijahan. Di mana sperma ikan jantan dimasukkan ke dalam sel telur betina yang dalam waktu 24 jam dapat hidup. “Untuk menjaga telur agar dapat hidup, suhu udara dan air harus stabil yakni 25 derajat. Jika di atas maka telurnya akan mati,” ujar Kabid Budidaya Dinas Perikanan Muba, Heru Gunawan.
Benih yang telah lahir, akan dipindahkan ke ruang pemeliharaan larva dan benih, dimana dalam waktu satu minggu larva sudah dapat berubah menjadi benih. “Ikan Botia ini rentan terhadap penyakit, seperti jamur yang disebabkan kualitas air yang sering berubah. Oleh karena itu, untuk memastikan kualitas air agar tetap bersih harus dilakukan penyaringan dengan bioboli, batu zeolit, dan kulit kerang,” tandas dia.
Amarullah diansyah
(ars)