Said Aqil Guru Besar Tasawuf UIN Sunan Ampel

Minggu, 30 November 2014 - 10:49 WIB
Said Aqil Guru Besar Tasawuf UIN Sunan Ampel
Said Aqil Guru Besar Tasawuf UIN Sunan Ampel
A A A
SURABAYA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Dr KH Said Aqil Siradj, MA dikukuhkan sebagai guru besar tidak tetap bidang ilmu tasawuf pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

Said Aqil merupakan guru besar ke-47 di UIN Sunan Ampel. Namun dia satu-satunya guru besar dengan keahlian ilmu tasawuf. Dalam pidatonya, pria kelahiranCirebon, 3 Juli 1953 ini menyampaikan materi berjudul “Tasawuf Sebagai Revolusi Spiritual dalam Kehidupan Masyarakat Modern”. Menurut Said Aqil, munculnya berbagai krisis manusia modern sesungguhnya bersumber pada masalah pemaknaan atas kehidupan.

Modernisme dengan kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi dapat menciptakan manusia meraih kehidupan dengan perubahan yang luar biasa. “Namun seiring dengan logika dan orientasi modern, kerja dan materi menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat sehingga gagasan tentang makna hidup terhancurkan. Implikasinya, manusia kemudian menjadi bagian mesin yang mati.

Masyarakat lantas tergiring pada proses penyamaan diri dengan segala materi serta pendalaman keterbelakangan mentalitas,” kata suami Nur Hayati Abdul Qodir ini. Manusia semakin terbawa arus deras desakralisasi, dehumanisasi, karena selalu disibukkan dengan pergulatan tentang subjek positif dan hal empiris.

Di satu sisi, kata Said Aqil, modernitasmenghadirkandampak positif dalam hampir seluruh konstruk kehidupan manusia. Namun pada sisi lain tidak dapat ditampik bahwa modernitas punya sisi yang sangat gelap. “Ini lantas memunculkan sisi kenyataan lain, spiritual semakin mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat modern dewasa ini. Ada kecenderungan baru bahwa dimensi spiritualitas yang bersumber dari agama mulai dilirik kembali oleh masyarakat modern.

Sebab kemajuan seperti dalam bidang iptek membuktikan bahwa problem yang muncul akibat kemajuan dunia global tetap belum terpecahkan,” rincinya. Said menegaskan munculnya persoalan besar di tengah umat manusia sekarang berada satu titik yaitu krisis spiritualitas. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dominasi rasionalisme, empirisme, dan positivism ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern dimana sekularisme menjadi mentalitas zaman dank arena itu spiritualisme menjadi semacam antagonisme bagi kehidupan modern.

“Tasawuf memang sering mendapatkan kritikan dan tuduhan menyakitkan. Beberapa orientalis dan pemikir muslim sendiri tidak sedikit yang menuduh tasawuf menjadi biang kemunduran peradaban Islam. Tasawuf dituduh sebagai ‘virus’ yang menghambat kemajuan dan menyebabkan ketertinggalan dunia muslim di kancah peradaban modern,” urainya.

Said menilai pendapat itu tidak benar. Cakupan tasawuf bukan sekadar etika, tapi lebih penting dari itu, tasawuf mengurai dan berkecimpung dalam wilayah estetika. Tasawuf tidak bicara lagi soal baik-buruk, tapi berbicara tentang sesuatu yang indah. Tasawuf selalu mengaitkan dengan jiwa, roh, dan intuisi. Tasawuf tidak hanya membangun dunia yang bermoral, tapi juga sebuah dunia yang indah dan penuh makna.

Rektor UIN Sunan Ampel Abdul A’la menilai Said Aqil layak menjadi guru besar dari sisi keilmuan. “Dia memenuhi kriteria guru besar. Kajian bidang tasawuf sekarang masih langka. Dia bukan hanya ahli tasawuf tapi juga seorang sufi,” kata A’la. Mantan Mendikbud Mohamad Nuh mengatakan bahwa sejak tahun 2013 sumber ilmu tidak harus datang dari dosen di perguruan tinggi. Perguruan tinggi tidak boleh tertutup bagi pihak luar yang bisa menjadi sumber ilmu.

“Karena Pak said Aqil bukan dosen tetap maka di sini(UINSunanAmpelguru besar dosen tidak tetap,” kata Nuh.

Soeprayitno
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7306 seconds (0.1#10.140)
pixels