ISIS Metamorfosis Baru Al-Qaeda

Minggu, 30 November 2014 - 10:46 WIB
ISIS Metamorfosis Baru Al-Qaeda
ISIS Metamorfosis Baru Al-Qaeda
A A A
Al-Qaeda, yang keberadaannya sempat memantik kecaman masyarakat dunia, tidak pernah kehabisan cara mengembangkan pola pemikirannya. Organisasi itu hadir dengan nama baru, Islamic State Irak Syiria (ISIS) yang kini menjadi isu internasional.

Setidaknya, kesamaan antara ISIS dengan Al-Qaeda diungkapkan Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH As’ad Said Ali dalam bedah buku karyanya, Al-Qaeda, Tinjauan Sosial-Politik, Ideology dan Sepak Terjangnya kemarin. ”Al-Qaeda dan ISIS sama saja, berbeda di dalam nama tetapi serupa dalam bentuk dan tujuannya,” papar As’ad Said Ali.

Ketua PWNU Jawa Timur (Jatim) KH Hassan Mutawakkil Alallah menyambut baik acara bedah buku ini. Menurutnya, ada tiga alasan yang membuat bedah buku karangan KH. As’ad Said Ali ini istimewa. Pertama, karena penulisnya merupakan salah satu tokoh organisasi keagamaan terbesar di dunia. Saat ini As’ad Said Ali tercatat sebagai Wakil Ketua PBNU. Kedua, karena momentumnya yang pas karena dunia Islam internasional sedang fokus mengamati perkembangan Islam ashlus sunnah waljamaah.

Di mana ada keinginan Islam yang dipraktikkan kaum nahdliyin dijadikan platfompembangunan Islam internasional. Tujuannya ingin menciptakan perdamaian di antara beragamnya pemeluk agama dan aliran. “Pas juga dengan presiden baru. Mudah-mudahan pemimpin kita yang baru lebih memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bangsa,” paparnya.

Ketiga, buku ini ditulis atas data akurat dan analisis yang tajam. Selain itu, data yang diangkat juga berdasarkan pengalaman penulis dan dialog antarras, suku, dan agama. Oleh karena itu, keberadaan buku ini sulit ditiru. ”Ibarat hadis, buku ini shohih, tidak perlu diragukan lagi kualitas buku ini,” tandas Mutawakkil. NU dalam menegakkan syiar Islam berlandaskan pada hadis dan Alquran.

Selain itu, juga selalu mengedepankan nilai- nilai kemasyarakatan seperti tawasuth, tawazun, tasamuh, dan ta’adul. Mutawakkil memandang gerakan keagamaan tidak bisa dilihat benar dan salah, tapi juga dilihat dari cara gerakan keagamaan itu dilakukan. “Walaupun benar dalam prinsipnya, tapi dalam praktiknya buruk maka NU menolak,” tandas Mutawakkil.

Mutawakkil mengaku buku ini cocok dibaca oleh aktivis ulama, tokoh NU dalam menghadapi era globalisasi yang dinamis. Sementara itu, bedah buku tersebut dihadiri oleh sekitar 22 PWNU dan 42 pengurus cabang di seluruh Indonesia. Karena itu, Mutawakkil sempat menyinggung kesiapannya sebagai tuan rumah Munas NU. ”Kalau adem ayem seperti ini, kompak, Jawa Timur siap menyambut munas,” ucapnya.

Turut hadir dalam bedah buku ini Rois Am PBNU KH. Ahmad Mustofa Bisri, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Menpora Imam Nahrawi, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Rois Syuriah PWNU Jatim KH Miftahul Akhyar dan KH. Agoes Ali Masyhuri, dan beberapa perwakilan pengurus NU di seluruh Indonesia.

Rois ‘Am PBNU KH. Ahmad Mustofa Bisri menambahkan, banyak negara yang ingin belajar Islam dari Indonesia. NU sebagai ormas mayoritas ternyata jauh berbeda dari Arab Saudi. Arab mengembangkan ketakutan dalam mengekspresikan keagamaannya, sedangkan Islam NU mengutamakan ketenteraman dan kesejukan.

Soeprayitno
Surabaya
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7052 seconds (0.1#10.140)