Indonesia Kebanjiran Produk KW

Kamis, 27 November 2014 - 12:23 WIB
Indonesia Kebanjiran...
Indonesia Kebanjiran Produk KW
A A A
BANDUNG - Menjelang bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 mendatang, Indonesia harus terbebas dari produk berkualitas rendah alias KW. Sebab, hingga kini, produk KW masih membanjiri Indonesia.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menekankan pentingnya stan darisasi produk, bukan hanya untuk melindungi industri tapi juga konsumennya. Dia men contohkan produk mainan anak-anak berkualitas rendah yang banyak dijual di pasaran.

“Jika terkena panas lebih dari suhu tertentu kemudian dihisap oleh anak, akan menurunkan daya tahan tubuhnya. Ini bahaya, jangan selalu ingin produk yang murah tapi dampak sosialnya besar. Produk yang tidak terstandar hanya akan melemahkan daya saing,” ungkap Rachmat pada Temu Pelanggan Direktorat Metrologi Ke menterian Perdagangan di Hotel Horison, Kota Bandung, kemarin.

Menurutnya, pasar domestik harus diperkuat dengan pro duk terstandar. Dia berharap Indonesia tidak menjadi pasar bagi pengusaha luar negeri. “Daya saing produk lokal harus di ting katkan. Jangan menyalahkan kalau sampai pasar kita diisi produk luar karena mereka bisa men-supply demand pasar domestik,” katanya.

Meskipun begitu, pihaknya mengaku tidak akan menghilangkan impor. Sebab impor menurutnya tidak bersifat melemahkan. Tetapi, kata dia, dampak impor tersebut harus bisa membangun industri nasional. “Belajar dari barang impor, bagaimana membangun kekuatan. Kemendag mendorong agar industri lokal bisa mengisi pasar dalam negeri.Seperti mainan anak, banyak dari luar, tiru bagaimana caranya, nantinya kan kalau sudah bisa di buat industri dalam negeri, kenapa harus impor,” tuturnya.

Agar harapan itu terwujud, lanjut Rachmat, standar pro duk industri harus ditetapkan agar produk lokal memenuhi pasar dalam negeri. Setelah mam pu mengisi pasar dalam negeri, kata dia, diharapkan produk asal Indonesia mampu menguasai pasar luar negeri. “Di Indonesia ini masih banyak beredar produk-produk KW. KW1, KW2. Jangan sampai bangsa kita ini jadi bangsa “KW”. Kita harus jadi bangsa yang ber kualitas, dimulai dari produk yang berkualitas,” ucapnya.

Dia mengakui, kesadaran masyarakat terkait standarisasi produk masih rendah. Padahal, Indonesia seharusnya memanfaatkan standarisasi produk untuk menciptakan produkpro duk berkualitas saat pasar bebas diberlakukan. “Untuk itu perlu standarisasi nasional industri, termasuk bagaimana penggunaan alat ukur yang benar agar tidak merugikan konsumen,” sebutnya.

Menurutnya, Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai standarisasi produk di Indonesia bertujuan untuk melindungi keselamatan maupun kesehatan konsumen. Pihaknya mendorong dunia usaha untuk mendaftarkan produknya agar memeroleh SNI. Meskipun dia mengakui, untuk mendapatkannya tidak mudah . “Jangan sampai SNI itu bisa didapatkan dengan mudah begitu saja. Kalaupun ada perusahaan yang belum mampu, misalnya IKM (industri kecil menengah) kita akan lakukan pembinaan,” sambungnya.

Pembinaan merupakan salah satu upaya untuk melindungi produk lokal di tengah gempuran produk impor. Terlebih, di Indonesia, produk impor ilegal pun masih cukup banyak. “Kami terus mendorong agar bisa membangun kesadaran masyarakat terhadap produk berkualitas dan berstandar,” pungkasnya.

Sementara itu, penerapan SNI untuk produk-produk mainan anak hingga saat ini masih terkendala. Salah satunya yakni soal perizinan di tingkat daerah. “Industri kecil masih kesulitan mendapatkan sertifikasi SNI yaitu soal perizinan di tingkat daerah. Proses sertifikasi di daerah memakan waktu sehingga industri menjadi enggan untuk mengurusnya,” kata Direktur Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Euis Saedah di Jakarta, kemarin.

Menurut Euis, proses perizinan di daerah yang panjang tersebut menyebabkan biayanya menjadi mahal. “Mereka mengatakan izin ini biayanya mahal, tidak punya uang. Tetapi proses produksi mereka harus ada penyesuaian, sehingga mereka butuh waktu dan biaya untuk mendapatkan produk sesuai SNI ini,” lanjutnya.

Selain itu, lanjut Euis, persoalan dana juga menjadi masalah tersendiri bagi IKM untuk mendapatkan sertifikat SNI mainan anak. Sebab, meskipun Kemenperin telah menyiapkan dana sekitar Rp2,5 miliar untuk mem biayai industri kecil tersebut, namun dana tersebut hanya bisa untuk membiayai 100 sertifikasi saja.

“Kami akan coba benahi. Jadi belum bisa diterapkan secara maksimal,” ujarnya. Di sisi lain, untuk mengatasi masalah SNI ini, Euis akan meminta perusahaan besar sebagai retail yang menjual produk untuk membantu IKM mendapatkan SNI.

Fauzan/ Oktiani Endarwati
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9457 seconds (0.1#10.140)