Sertifikasi Munculkan Penurunan Kinerja Guru
A
A
A
SURABAYA - Hari Guru Nasional yang diperingati, kemarin, justru memantik keprihatinan para siswa. Banyak di antara guru yang menomorduakan anak didik demi mengurus dan mengejar sertifikasi.
Keberadaan uang tunjangan profesi pendidik (TPP) cukup membuat di antara guru lupa akan jati dirinya. ”Saya sering mendengar guru dari sekolah lain, terutama sekolah negeri yang meninggalkan murid di kelas demi mengurus sertifikasi. Uang sertifi-kasi adalah hak guru, tapi jangan mau untung sendiri, dan melupakan tugas,” kata Shelsa Aurelia Gunawan Putri, siswi kelas 8-A SMP Muhammadiyah 2 Genteng, Surabaya.
Ditemui usai pemberian bunga kepada para guru, Shelsa tetap mengapresiasi guru di sekolahnya yang mengedepankan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. ”Sosok guru di sekolahan itu pahlawan. Kalau tidak ada guru bagaimana? Guru berjasa bagi kita. Guru harus dihormati setelah orang tua. Tanpa guru, bagaimana kehidupan bangsa?” tanyanya.
Siswi berjilbab ini mengaku beruntung melihat beberapa gurunya yang sudah sertifikasi namun tidak sampai mengabaikan kewajiban di sekolah. Vanda Mekasari, guru kelas 9-B yang spesialis mengajar Bahasa Inggris di SMP 2 Muhammadiyah Genteng mengapresiasi rekan di sekolahnya yang selalu mengedepankan tugas. ”Di SMP Muhammadiyah 2 Genteng ini ada delapan dari 50 guru yang sudah sertifikasi. Namun, saya tidak melihat rekan-rekan mengabaikan siswa demi mengurus haknya,” ungkapnya.
Vanda tidak setuju jika ada guru yang sampai menelantarkan siswa. Justru sebaliknya, harus lebih profesional seiring penerimaan TPP. ”Jangan konsumtif. Sertifikasi adalah apresiasi pemerintah pada guru,” ucapnya. Sementara Kepala SMP Muhammadiyah 2 Genteng Surabaya, Sudarusman, mengakui sertifikasi memunculkan kenyataan penurunan kinerja guru di sejumlah sekolah.
”Sertifikasi membuat ada kecenderungan guru sebagai inspirasi, sebagai teladan, jadi menurun. Sebab, yang namanya tunjangan disertai banyak persyaratan. Tiap tiga bulan ada persyaratan yang harus diajukan guru. Kondisi ini tidak menguntungkan siswa karena ditinggalkan,” kata Sudarusman.
Pria berkacamata minus ini menilai banyak di antara guru sekarang tidak lagi memosisikan diri sebagai pengajar, menekuni profesi guru berdasar panggilan jiwa. ”Sekarang ada kecenderungan wani piro? Semua diukur dengan uang. Harapan kita, Hari Guru Nasional tahun ini menjadi momen memperbaiki diri bagi guru. Uang tunjangan itu seharusnya untuk meningkatkan kemampuan diri guru. Ikut workshop, beli buku, dan lainnya. Tidak malah konsumtif,” tandas Sudarusman.
Soeprayitno
Keberadaan uang tunjangan profesi pendidik (TPP) cukup membuat di antara guru lupa akan jati dirinya. ”Saya sering mendengar guru dari sekolah lain, terutama sekolah negeri yang meninggalkan murid di kelas demi mengurus sertifikasi. Uang sertifi-kasi adalah hak guru, tapi jangan mau untung sendiri, dan melupakan tugas,” kata Shelsa Aurelia Gunawan Putri, siswi kelas 8-A SMP Muhammadiyah 2 Genteng, Surabaya.
Ditemui usai pemberian bunga kepada para guru, Shelsa tetap mengapresiasi guru di sekolahnya yang mengedepankan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. ”Sosok guru di sekolahan itu pahlawan. Kalau tidak ada guru bagaimana? Guru berjasa bagi kita. Guru harus dihormati setelah orang tua. Tanpa guru, bagaimana kehidupan bangsa?” tanyanya.
Siswi berjilbab ini mengaku beruntung melihat beberapa gurunya yang sudah sertifikasi namun tidak sampai mengabaikan kewajiban di sekolah. Vanda Mekasari, guru kelas 9-B yang spesialis mengajar Bahasa Inggris di SMP 2 Muhammadiyah Genteng mengapresiasi rekan di sekolahnya yang selalu mengedepankan tugas. ”Di SMP Muhammadiyah 2 Genteng ini ada delapan dari 50 guru yang sudah sertifikasi. Namun, saya tidak melihat rekan-rekan mengabaikan siswa demi mengurus haknya,” ungkapnya.
Vanda tidak setuju jika ada guru yang sampai menelantarkan siswa. Justru sebaliknya, harus lebih profesional seiring penerimaan TPP. ”Jangan konsumtif. Sertifikasi adalah apresiasi pemerintah pada guru,” ucapnya. Sementara Kepala SMP Muhammadiyah 2 Genteng Surabaya, Sudarusman, mengakui sertifikasi memunculkan kenyataan penurunan kinerja guru di sejumlah sekolah.
”Sertifikasi membuat ada kecenderungan guru sebagai inspirasi, sebagai teladan, jadi menurun. Sebab, yang namanya tunjangan disertai banyak persyaratan. Tiap tiga bulan ada persyaratan yang harus diajukan guru. Kondisi ini tidak menguntungkan siswa karena ditinggalkan,” kata Sudarusman.
Pria berkacamata minus ini menilai banyak di antara guru sekarang tidak lagi memosisikan diri sebagai pengajar, menekuni profesi guru berdasar panggilan jiwa. ”Sekarang ada kecenderungan wani piro? Semua diukur dengan uang. Harapan kita, Hari Guru Nasional tahun ini menjadi momen memperbaiki diri bagi guru. Uang tunjangan itu seharusnya untuk meningkatkan kemampuan diri guru. Ikut workshop, beli buku, dan lainnya. Tidak malah konsumtif,” tandas Sudarusman.
Soeprayitno
(ftr)