Sumur Kedewan Semburkan Lumpur
A
A
A
BOJONEGORO - Sumur minyak tua D.02-Kedewan di kawasan Desa Hargomulyo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, mengalami semburan liar (blow out ).
Sumur minyak tua yang berada di tengah hutan itu menyemburkan minyak mentah bercampur lumpur, gas, dan air dengan ketinggian hingga 20 meter. Semburan liar dari sumur tua itu terjadi sejak Sabtu (22/11) pukul 08.00 WIB. Saat itu sumur tua tersebut sedang dioperasikan sekelompok penambang tradisional lantaran baru selesai dibor oleh PT CSI dan memasuki tahap percobaan.
Namun, setelah para penambang berusaha menarik seling untuk mengambil kandungan minyak mentah atau biasa disebut lantung di bawah tanah saat tarikan ke-20 muncul semburan hebat ke permukaan. Selain itu, seling dan pancing yang dipakai untuk mengambil minyak ikut tertarik keluar bersama munculnya semburan.
“Ya belum menghasilkan lantung (minyak mentah, red). Saat itu juga seling penarik terputus karena tekanan semburan material dari dalam perut bumi begitu kuat,” ujar ketua kelompok penambang sumur tradisional D.02-Kedewan, Jarman, saat di lokasi penambangan tradisional Wonocolo-Kedewan.
Jarman mengungkapkan, upaya pengendalian dan pembersihan sumur itu sepenuhnya diserahkan kepada PT CSI selaku kontraktor lapangan. Namun, kata dia, biasanya semburan liar dibiarkan reda dengan sendirinya seperti sumur minyak tua lain yang pernah mengalami semburan liar beberapa waktu lalu. “Kalau melihat semburannya diperkirakan bisa sampai satu pekan baru normal kembali,” ucapnya.
Sumur yang mengalami semburan liar itu memiliki kedalaman hingga 450 meter. Proses untuk mencapai titik tersebut dilakukan selama kurang lebih lima bulan. Sampai saat ini, semburan sumur minyak tua yang ditambang secara tradisional oleh warga sekitar itu masih berlangsung hebat tanpa bisa dikendalikan.
Besarnya tekanan material cair yang keluar dari sumur tua itu membuat lumpur minyak mentah mengalir deras hingga ke wilayah sekitar hutan. Sumur tua yang mengalami semburan liar ini berada di wilayah sumur minyak tua milik Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Asset 4 Cepu. Namun, karena sumur itu sudah tidak berproduksi warga setempat memanfaatkannya dengan cara mengebor di sekitar area dengan dibantu PT CSI.
Sementara itu, pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bojonegoro juga telah mendatangi lokasi sumur yang mengalami semburan liar tersebut. BLH khawatir dampak yang ditimbulkan dari semburan minyak mentah bercampur lumpur, gas, dan air itu berbahaya bagi masyarakat mulai lingkungan, kondisi air, hingga manusianya. “Kami sudah datang lokasi dengan tim dari Pemkab Bojonegoro,” ujar Kepala BLH Bojonegoro, Tedjo Sukmono.
Tedjo mengungkapkan, kondisi di lapangan memang sangat memprihatinkan. Begitu juga dengan semburan hebat yang belum bisa dihentikan. Namun, untuk mengetahui dan memastikan apakah semburan yang keluar dari perut bumi itu mengandung zat berbahaya atau tidak, pihaknya belum bisa menyimpulkan. “Ya harus diuji dan diteliti dulu,” ujarnya.
Sebelumnya, sumur tua D 67 di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, juga menyemburkan minyak bercampur lumpur. Setelah diteliti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Bojonegoro, kandungan dalam semburan itu berupa lumpur, air, pasir, dan minyak.
Sumur minyak tradisional ini berada di daerah perbukitan dan kawasan hutan di sebelah utara Sungai Bengawan Solo wilayah Bojonegoro Sumur minyak tua di kawasan Kedewan dan Malo ini merupakan sumur minyak peninggalan Belanda.
Saat ini produksi minyak mentah sumur-sumur tua Kedewan dan Malo itu hanya sekitar 280 barel per hari dari 250 sumur tua yang ada.
Muhammad roqib
Sumur minyak tua yang berada di tengah hutan itu menyemburkan minyak mentah bercampur lumpur, gas, dan air dengan ketinggian hingga 20 meter. Semburan liar dari sumur tua itu terjadi sejak Sabtu (22/11) pukul 08.00 WIB. Saat itu sumur tua tersebut sedang dioperasikan sekelompok penambang tradisional lantaran baru selesai dibor oleh PT CSI dan memasuki tahap percobaan.
Namun, setelah para penambang berusaha menarik seling untuk mengambil kandungan minyak mentah atau biasa disebut lantung di bawah tanah saat tarikan ke-20 muncul semburan hebat ke permukaan. Selain itu, seling dan pancing yang dipakai untuk mengambil minyak ikut tertarik keluar bersama munculnya semburan.
“Ya belum menghasilkan lantung (minyak mentah, red). Saat itu juga seling penarik terputus karena tekanan semburan material dari dalam perut bumi begitu kuat,” ujar ketua kelompok penambang sumur tradisional D.02-Kedewan, Jarman, saat di lokasi penambangan tradisional Wonocolo-Kedewan.
Jarman mengungkapkan, upaya pengendalian dan pembersihan sumur itu sepenuhnya diserahkan kepada PT CSI selaku kontraktor lapangan. Namun, kata dia, biasanya semburan liar dibiarkan reda dengan sendirinya seperti sumur minyak tua lain yang pernah mengalami semburan liar beberapa waktu lalu. “Kalau melihat semburannya diperkirakan bisa sampai satu pekan baru normal kembali,” ucapnya.
Sumur yang mengalami semburan liar itu memiliki kedalaman hingga 450 meter. Proses untuk mencapai titik tersebut dilakukan selama kurang lebih lima bulan. Sampai saat ini, semburan sumur minyak tua yang ditambang secara tradisional oleh warga sekitar itu masih berlangsung hebat tanpa bisa dikendalikan.
Besarnya tekanan material cair yang keluar dari sumur tua itu membuat lumpur minyak mentah mengalir deras hingga ke wilayah sekitar hutan. Sumur tua yang mengalami semburan liar ini berada di wilayah sumur minyak tua milik Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Asset 4 Cepu. Namun, karena sumur itu sudah tidak berproduksi warga setempat memanfaatkannya dengan cara mengebor di sekitar area dengan dibantu PT CSI.
Sementara itu, pihak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bojonegoro juga telah mendatangi lokasi sumur yang mengalami semburan liar tersebut. BLH khawatir dampak yang ditimbulkan dari semburan minyak mentah bercampur lumpur, gas, dan air itu berbahaya bagi masyarakat mulai lingkungan, kondisi air, hingga manusianya. “Kami sudah datang lokasi dengan tim dari Pemkab Bojonegoro,” ujar Kepala BLH Bojonegoro, Tedjo Sukmono.
Tedjo mengungkapkan, kondisi di lapangan memang sangat memprihatinkan. Begitu juga dengan semburan hebat yang belum bisa dihentikan. Namun, untuk mengetahui dan memastikan apakah semburan yang keluar dari perut bumi itu mengandung zat berbahaya atau tidak, pihaknya belum bisa menyimpulkan. “Ya harus diuji dan diteliti dulu,” ujarnya.
Sebelumnya, sumur tua D 67 di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, juga menyemburkan minyak bercampur lumpur. Setelah diteliti Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Bojonegoro, kandungan dalam semburan itu berupa lumpur, air, pasir, dan minyak.
Sumur minyak tradisional ini berada di daerah perbukitan dan kawasan hutan di sebelah utara Sungai Bengawan Solo wilayah Bojonegoro Sumur minyak tua di kawasan Kedewan dan Malo ini merupakan sumur minyak peninggalan Belanda.
Saat ini produksi minyak mentah sumur-sumur tua Kedewan dan Malo itu hanya sekitar 280 barel per hari dari 250 sumur tua yang ada.
Muhammad roqib
(ars)