Tuntut UMK, Buruh Ruwat Wali Kota
A
A
A
SEMARANG - Ratusan buruh di Kota Semarang kembali menggelar unjuk rasa di sejumlah tempat, kemarin. Mereka meminta Wali Kota Semarang dan Gubernur Jawa Tengah menetapkan Upah Minimum Kota (UMK) 2015 Semarang sesuai harapan.
Diketahui, wali kota telah mengusulkan UMK 2015 senilai Rp1.685.000 kepada gubernur. Angka itu naik Rp261.500 dibanding UMK tahun ini yang hanya Rp1.423.500.
Unjuk rasa buruh tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Semarang berlangsung tegang.
Sempat terjadi aksi saling dorong antara buruh dan petugas kepolisian ketika demonstran berusaha menerobos pintu gerbang Balai Kota menemui wali kota.
Ketegangan berhasil diredam setelah Ketua Pengurus Cabang FSPMI Semarang Muhtarom meminta para buruh tidak terpancing provokasi. Mendengar hal itu, para buruh kembali duduk dengan tenang. “Kita tidak ingin aksi dengan kekerasan, tetapi dengan santun dan damai,” katanya di tengah ketegangan massa.
Dalam unjuk rasa kemarin, buruh juga melakukan teatrikal meruwat wali kota. Dengan memakai ikat kepala dan berpakaian Jawa, perwakilan buruh membakar kemenyan, menabur bunga mawar merah dan putih, serta uba rampe lainnya. Dengan ritual itu diharapkan wali kota dan gubernur dapat mengambil keputusan bijak terkait UMK 2015.
Ketua Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jateng Prabowo menyatakan, nilai upah buruh di Jateng, termasuk Kota Semarang, masih sangat memprihatinkan. Dari data yang dihimpun, Jateng masuk wilayah terendah dalam pengupahan. Ironisnya, UMK sekelas Kota Semarang yang notabene adalah Kota Metropolitan, juga terendah dari kota besar lainnya.
Menurutnya, UMK Kota Semarang hanya naik 3%. “Waktu wali kota menyiapkan angka pengusulan Rp1,6 juta, tapi yang diterapkan provinsi hanya Rp1,55 juta, ini suatu kemunduran,” ujarnya.
Rendahnya nilai upah buruh karena indeks perkiraan kebutuhan hidup layak (KHL) di Jateng hanya diakumulasi per Juli. Padahal susunan survei KHL semestinya diberikan hingga perkiraan inflasi pada Desember sebagai dasar perhitungan kenaikan upah buruh.
Upaya buruh yang ingin bertemu dengan Wali Kota Hendrar Prihadi tidak tercapai karena sedang di Jakarta. Ratusan buruh pun kembali naik truk menuju ke kantor gubernur dan kembali melakukan aksi unjuk rasa.
Sistem Pengupahan Jateng Dinilai Masih Buruk
Sementara itu, Pelaksana Tugas (plt) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertras) Jawa Tengah, Wika Bintang, membenarkan sistem pengupahan yang diterapkan di sejumlah perusahaan di Jateng buruk. Banyak perusahaan tidak menerapkan struktur skala upah dalam menggaji karyawannya.
“Jumlah perusahaan di Jateng mencapai 22.300 perusahaan. Dari jumlah itu yang menggunakan struktur skala upah persentasenya mungkin baru 5%,” katanya di sela diskusi tentang Problematika Perburuhan Jateng di Gedung Berlian Semarang, kemarin.
Menurut Wika, penerapan struktur skala upah perlu terus didorong agar tidak selalu meributkan persoalan nominal upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sebab UMK itu seharusnya diperuntukkan bagi pekerja yang masa kerjanya 0-1 tahun. Sementara untuk satu tahun ke atas diminta mengacu pada struktur skala upah. “Ini terus didorong dengan tujuan sistem pengupahan menjadi adil,” katanya.
Sekretaris Komisi E DPRD Jateng Hasan Asy’ari menambahkan, masalah pengupahan seharusnya tidak hanya dibahas masalah kenaikan UMK, tapi masalah masa kerja juga perlu dipertimbangkan. “Ke depan, semua unsur perlu duduk bersama membahas persoalan pengupahan ini,” ujar politikus PKB Jateng ini.
M Abduh/Amin Fauzi
Diketahui, wali kota telah mengusulkan UMK 2015 senilai Rp1.685.000 kepada gubernur. Angka itu naik Rp261.500 dibanding UMK tahun ini yang hanya Rp1.423.500.
Unjuk rasa buruh tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Semarang berlangsung tegang.
Sempat terjadi aksi saling dorong antara buruh dan petugas kepolisian ketika demonstran berusaha menerobos pintu gerbang Balai Kota menemui wali kota.
Ketegangan berhasil diredam setelah Ketua Pengurus Cabang FSPMI Semarang Muhtarom meminta para buruh tidak terpancing provokasi. Mendengar hal itu, para buruh kembali duduk dengan tenang. “Kita tidak ingin aksi dengan kekerasan, tetapi dengan santun dan damai,” katanya di tengah ketegangan massa.
Dalam unjuk rasa kemarin, buruh juga melakukan teatrikal meruwat wali kota. Dengan memakai ikat kepala dan berpakaian Jawa, perwakilan buruh membakar kemenyan, menabur bunga mawar merah dan putih, serta uba rampe lainnya. Dengan ritual itu diharapkan wali kota dan gubernur dapat mengambil keputusan bijak terkait UMK 2015.
Ketua Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jateng Prabowo menyatakan, nilai upah buruh di Jateng, termasuk Kota Semarang, masih sangat memprihatinkan. Dari data yang dihimpun, Jateng masuk wilayah terendah dalam pengupahan. Ironisnya, UMK sekelas Kota Semarang yang notabene adalah Kota Metropolitan, juga terendah dari kota besar lainnya.
Menurutnya, UMK Kota Semarang hanya naik 3%. “Waktu wali kota menyiapkan angka pengusulan Rp1,6 juta, tapi yang diterapkan provinsi hanya Rp1,55 juta, ini suatu kemunduran,” ujarnya.
Rendahnya nilai upah buruh karena indeks perkiraan kebutuhan hidup layak (KHL) di Jateng hanya diakumulasi per Juli. Padahal susunan survei KHL semestinya diberikan hingga perkiraan inflasi pada Desember sebagai dasar perhitungan kenaikan upah buruh.
Upaya buruh yang ingin bertemu dengan Wali Kota Hendrar Prihadi tidak tercapai karena sedang di Jakarta. Ratusan buruh pun kembali naik truk menuju ke kantor gubernur dan kembali melakukan aksi unjuk rasa.
Sistem Pengupahan Jateng Dinilai Masih Buruk
Sementara itu, Pelaksana Tugas (plt) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertras) Jawa Tengah, Wika Bintang, membenarkan sistem pengupahan yang diterapkan di sejumlah perusahaan di Jateng buruk. Banyak perusahaan tidak menerapkan struktur skala upah dalam menggaji karyawannya.
“Jumlah perusahaan di Jateng mencapai 22.300 perusahaan. Dari jumlah itu yang menggunakan struktur skala upah persentasenya mungkin baru 5%,” katanya di sela diskusi tentang Problematika Perburuhan Jateng di Gedung Berlian Semarang, kemarin.
Menurut Wika, penerapan struktur skala upah perlu terus didorong agar tidak selalu meributkan persoalan nominal upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sebab UMK itu seharusnya diperuntukkan bagi pekerja yang masa kerjanya 0-1 tahun. Sementara untuk satu tahun ke atas diminta mengacu pada struktur skala upah. “Ini terus didorong dengan tujuan sistem pengupahan menjadi adil,” katanya.
Sekretaris Komisi E DPRD Jateng Hasan Asy’ari menambahkan, masalah pengupahan seharusnya tidak hanya dibahas masalah kenaikan UMK, tapi masalah masa kerja juga perlu dipertimbangkan. “Ke depan, semua unsur perlu duduk bersama membahas persoalan pengupahan ini,” ujar politikus PKB Jateng ini.
M Abduh/Amin Fauzi
(ftr)