Demo di Kodam, MKPJN Tuntut Penundaan Pelantikan Jokowi
A
A
A
SURABAYA - Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara (MKPJN) menuntut MPR RI menunda sidang pelantikan Presiden dan wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Maklumat tersebut disampaikan saat ratusan massa dari MKPJN menggelar aksi demo di halaman Makodam V/Brawijaya, Jalan Hayam Wuruk, Surabaya, Jumat (17/10/2014).
Dalam maklumat tersebut juga berisi alasan penundaan karena dugaan korupsi Presiden terpilih Joko Widodo ketika menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Salah satunya adalah Kasus Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) pada tahun 2010 yang hingga kini belum jelas penanganannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemudian terkait dugaan korupsi Bus Transjakarta, saat itu Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hingga saat ini kasus tersebut masih ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Kemudian, belum seleseinya laporan pertanggung jawabab Jokowi saat menjadi Gubernur DKI. Hasil temua BPK RI melaporkan adanya ketidak wajaran keuangan APBD DKI Jakarta yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1,54 triliun.
Zuhdi, salah satu orator dalam aksi tersebut juga menyinggung masalah 'proposal Jokowi' yang diduga sebagai bentuk komitmen Jokowi kepada rakyat Papua yang memperbolehkan Papua lepas dari NKRI.
"Ini merupakan pelanggaran berat perlu adanya klarifikasi dari Jokowi. Ini sangat berbahaya jika isu ini benar," katanya dalam aksi di Lapangan Makodam V/Brawijaya, Jumat (17/10/2014).
Massa juga menuntut klarifikasi Jokowi sebelum dilantik terkait dugaan rekening yang bernilai miliaran atasnama Joko Widodo dan Jusuf Kalla di luar negeri yang sengaja tidak dilaporkan ke negara.
Massa yang menggunakan kaos berwarna hitam ini juga melakukan aksi dengan cara naik di atas pembatas pinggir lapangan Kodam.
Setelah berorasi ini, Zuhdi dan beberapa perwakilan bertemu dengan pejabat di Makodam v/Brawijaya untuk menyerahkan maklumat tersebut.
Perwakilan pendemo ini ditemui oleh Kapendam V/Brawijaya Letkol ARM Totok Sugiarto dan Asisten Intel Kodam V/Brawijaya Kolonel Inf Dedy Agus Purwanto.
Maklumat tersebut disampaikan saat ratusan massa dari MKPJN menggelar aksi demo di halaman Makodam V/Brawijaya, Jalan Hayam Wuruk, Surabaya, Jumat (17/10/2014).
Dalam maklumat tersebut juga berisi alasan penundaan karena dugaan korupsi Presiden terpilih Joko Widodo ketika menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Salah satunya adalah Kasus Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) pada tahun 2010 yang hingga kini belum jelas penanganannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemudian terkait dugaan korupsi Bus Transjakarta, saat itu Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hingga saat ini kasus tersebut masih ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Kemudian, belum seleseinya laporan pertanggung jawabab Jokowi saat menjadi Gubernur DKI. Hasil temua BPK RI melaporkan adanya ketidak wajaran keuangan APBD DKI Jakarta yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1,54 triliun.
Zuhdi, salah satu orator dalam aksi tersebut juga menyinggung masalah 'proposal Jokowi' yang diduga sebagai bentuk komitmen Jokowi kepada rakyat Papua yang memperbolehkan Papua lepas dari NKRI.
"Ini merupakan pelanggaran berat perlu adanya klarifikasi dari Jokowi. Ini sangat berbahaya jika isu ini benar," katanya dalam aksi di Lapangan Makodam V/Brawijaya, Jumat (17/10/2014).
Massa juga menuntut klarifikasi Jokowi sebelum dilantik terkait dugaan rekening yang bernilai miliaran atasnama Joko Widodo dan Jusuf Kalla di luar negeri yang sengaja tidak dilaporkan ke negara.
Massa yang menggunakan kaos berwarna hitam ini juga melakukan aksi dengan cara naik di atas pembatas pinggir lapangan Kodam.
Setelah berorasi ini, Zuhdi dan beberapa perwakilan bertemu dengan pejabat di Makodam v/Brawijaya untuk menyerahkan maklumat tersebut.
Perwakilan pendemo ini ditemui oleh Kapendam V/Brawijaya Letkol ARM Totok Sugiarto dan Asisten Intel Kodam V/Brawijaya Kolonel Inf Dedy Agus Purwanto.
(sms)