Perjanjian Investor Pasar Turi dengan Pemkot Tidak Jelas
A
A
A
SURABAYA - Kasus pembangunan Pasar Turi, Surabaya, Jawa Timur, makin rumit. Masing-masing pihak, investor dan Pemkot Surabaya memiliki penafsiran sendiri terkait jumlah stan yang harus dibangun.
PT Gala Bumi Perkasa, investor bekas pasar terbesar se-Indonesia timur itu menegaskan bahwa dalam perjanjian antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa, investor harus mampu menyelesaikan stan khusus bagi pedagang lama pada Oktober 2014. Jumlah stan yang harus diselesaikan sebanyak 3.800 unit.
Namun, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini beberapa waktu lalu dengan tegas menyatakan, investor harus mampu menyelesaikan seluruh stan Pasar Turi yang jumlahnya mencapai 6.500 unit. Stan ini tidak hanya diperuntukkan bagi pedagang lama, tapi juga pedagang baru. Jika tidak selesai pada 14 Oktober mendatang, Pemkot Surabaya siap mengambil alih dan sekaligus mengelola Pasar Turi.
"Perjanjiannya itu sebanyak 3.800 stan untuk menampung pedagang lama agar bisa berjualan lagi. Sekarang, sebanyak 5.700 stan sudah kami selesaikan. Jadi kan kami sudah memenuhi perjanjian untuk menyelesaikan 3.800 stan yang itu untuk pedagang lama," kata Direktur Utama Henry J Gunawan saat hearing dengan anggota DPRD Kota Surabaya, Kamis (2/10/2014)
Henry menegaskan, perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa itu adalah Build-Operate-Transfer (BOT) selama 25 tahun. Perjanjian ini terhitung sejak tahun 2010. Dengan mengacu perjanjian ini, Pemkot Surabaya tidak bisa seenaknya sendiri mengambil alih pembangunan Pasar Turi. Apalagi, dana yang digunakan dalam pembangunan pasar tersebut tidak sepeser pun menggunakan dana APBD.
"Perjanjian penyerahan 3.800 stan itu antara kami dengan pedagang, tidak dengan pemkot. Dalam perjanjian itu, ketika kami terlambat menyerahkan stan ke pedagang, maka kami kena denda. Begitu pula dengan pedagang, ketika mereka telat melunasi pembayaran stan, juga kena denda," paparnya.
Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya Eri Cahyadi juga senada dengan investor. Dia mengungkapkan bahwa dalam perjanjian yang harus diselesaikan investor adalah sebanyak 3.800 stan, bukan 6.500 stan.
Kontrak ini berawal ketika Pemkot Surabaya ingin pedagang lama korban kebakaran Pasar Turi pada 2007 bisa tertampung dalam berjualan lagi. Jika menggunakan kerja sama dengan investor menggunakan sistem BOT, pemkot mempersilakan untuk membangun sebanyak 6.500 stan.
"Kontraknya berbunyi 3.800 stan untuk pedagang lama. Tapi saat ini kami masih konsultasi dengan kejaksaan bagaimana langkah kami ketika pada 14 Oktober nanti investor tak kunjung menyelesaikan proyeknya," terangnya.
Lebih jauh Eri menjelaskan, proses kerja sama dengan investor terjadi pada 9 Maret 2010. Saat itu terjadi serah terima lahan Pasar Turi dari Pemkot Surabaya ke PT Gala Bumi Perkasa. Dalam perjanjian itu, kondisi lahan yang diserahkan harus dalam keadaan bersih. Tapi sayangnya, saat itu masih ada bangunan masjid dan genset. Lalu, investor meminta pemkot agar waktu penyerahannya diundur hingga lahan bersih.
Akhirnya serah terima dilakukan pada 13 Februari 2012. Sejak saat itu investor langsung melakukan pengerjaan. Jangka waktu pengerjaan selama 24 bulan atau dua tahun, terhitung sejak tanggal 13 Februari 2012. Sehingga, jika 14 Februari 2014 belum selesai, pemkot bisa mengambil alih pembangunan.
"Tapi pada 14 Februari 2014 tidak selesai. Investor mengatakan pembangunan terkendala karena masih banyak TPS (tempat penampungan sementara) di sekitar proyek," jelas Eri.
Selanjutnya, kata dia, Pemkot Surabaya meminta petunjuk ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akhirnya, BPKP melakukan review atas progres pembangunan Pasar Turi. Hasilnya, BPKP meminta agar investor diberi perpanjangan waktu penyelesaian hingga Oktober.
Pemkot menetapkan tanggal 14 Oktober mengacu pada waktu penyelesaian awal, yakni 14 Februari. Namun, yang menjadi permasalahan, ada perbedaan penafsiran. Penyerahan stan pada 14 Oktober itu apakah untuk pedagang lama ataukah semua pedagang, termasuk pedagang baru.
"Untuk persoalan berapa jumlah stan yang harus diserahkan, kami masih minta petunjuk dari kejaksaan selaku pengacara Negara. Kami harapkan secepatnya hasil review dari kejaksaan mengenai kontrak-kontrak Pasar Turi bisa turun."
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha menilai, polemik dalam persoalan Pasar Turi hanya pada penafsiran kontrak. Sebenarnya, antara pernyataan DCTR Kota Surabaya dengan investor tidak ada masalah. Keduanya memahami bahwa kontrak serah terima stan itu hanya untuk 3.800 stan.
Tapi sayangnya, beberapa waktu lalu Risma, panggilan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, menyatakan, pada 14 Oktober itu sebanyak 6.500 stan harus selesai semua. "Kami harap kejaksaan bisa secepatnya memberi keputusan atas review yang mereka lakukan soal Pasar Turi ini. Sehingga semuanya menjadi jelas," terangnya.
PT Gala Bumi Perkasa, investor bekas pasar terbesar se-Indonesia timur itu menegaskan bahwa dalam perjanjian antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa, investor harus mampu menyelesaikan stan khusus bagi pedagang lama pada Oktober 2014. Jumlah stan yang harus diselesaikan sebanyak 3.800 unit.
Namun, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini beberapa waktu lalu dengan tegas menyatakan, investor harus mampu menyelesaikan seluruh stan Pasar Turi yang jumlahnya mencapai 6.500 unit. Stan ini tidak hanya diperuntukkan bagi pedagang lama, tapi juga pedagang baru. Jika tidak selesai pada 14 Oktober mendatang, Pemkot Surabaya siap mengambil alih dan sekaligus mengelola Pasar Turi.
"Perjanjiannya itu sebanyak 3.800 stan untuk menampung pedagang lama agar bisa berjualan lagi. Sekarang, sebanyak 5.700 stan sudah kami selesaikan. Jadi kan kami sudah memenuhi perjanjian untuk menyelesaikan 3.800 stan yang itu untuk pedagang lama," kata Direktur Utama Henry J Gunawan saat hearing dengan anggota DPRD Kota Surabaya, Kamis (2/10/2014)
Henry menegaskan, perjanjian antara Pemkot Surabaya dengan PT Gala Bumi Perkasa itu adalah Build-Operate-Transfer (BOT) selama 25 tahun. Perjanjian ini terhitung sejak tahun 2010. Dengan mengacu perjanjian ini, Pemkot Surabaya tidak bisa seenaknya sendiri mengambil alih pembangunan Pasar Turi. Apalagi, dana yang digunakan dalam pembangunan pasar tersebut tidak sepeser pun menggunakan dana APBD.
"Perjanjian penyerahan 3.800 stan itu antara kami dengan pedagang, tidak dengan pemkot. Dalam perjanjian itu, ketika kami terlambat menyerahkan stan ke pedagang, maka kami kena denda. Begitu pula dengan pedagang, ketika mereka telat melunasi pembayaran stan, juga kena denda," paparnya.
Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya Eri Cahyadi juga senada dengan investor. Dia mengungkapkan bahwa dalam perjanjian yang harus diselesaikan investor adalah sebanyak 3.800 stan, bukan 6.500 stan.
Kontrak ini berawal ketika Pemkot Surabaya ingin pedagang lama korban kebakaran Pasar Turi pada 2007 bisa tertampung dalam berjualan lagi. Jika menggunakan kerja sama dengan investor menggunakan sistem BOT, pemkot mempersilakan untuk membangun sebanyak 6.500 stan.
"Kontraknya berbunyi 3.800 stan untuk pedagang lama. Tapi saat ini kami masih konsultasi dengan kejaksaan bagaimana langkah kami ketika pada 14 Oktober nanti investor tak kunjung menyelesaikan proyeknya," terangnya.
Lebih jauh Eri menjelaskan, proses kerja sama dengan investor terjadi pada 9 Maret 2010. Saat itu terjadi serah terima lahan Pasar Turi dari Pemkot Surabaya ke PT Gala Bumi Perkasa. Dalam perjanjian itu, kondisi lahan yang diserahkan harus dalam keadaan bersih. Tapi sayangnya, saat itu masih ada bangunan masjid dan genset. Lalu, investor meminta pemkot agar waktu penyerahannya diundur hingga lahan bersih.
Akhirnya serah terima dilakukan pada 13 Februari 2012. Sejak saat itu investor langsung melakukan pengerjaan. Jangka waktu pengerjaan selama 24 bulan atau dua tahun, terhitung sejak tanggal 13 Februari 2012. Sehingga, jika 14 Februari 2014 belum selesai, pemkot bisa mengambil alih pembangunan.
"Tapi pada 14 Februari 2014 tidak selesai. Investor mengatakan pembangunan terkendala karena masih banyak TPS (tempat penampungan sementara) di sekitar proyek," jelas Eri.
Selanjutnya, kata dia, Pemkot Surabaya meminta petunjuk ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akhirnya, BPKP melakukan review atas progres pembangunan Pasar Turi. Hasilnya, BPKP meminta agar investor diberi perpanjangan waktu penyelesaian hingga Oktober.
Pemkot menetapkan tanggal 14 Oktober mengacu pada waktu penyelesaian awal, yakni 14 Februari. Namun, yang menjadi permasalahan, ada perbedaan penafsiran. Penyerahan stan pada 14 Oktober itu apakah untuk pedagang lama ataukah semua pedagang, termasuk pedagang baru.
"Untuk persoalan berapa jumlah stan yang harus diserahkan, kami masih minta petunjuk dari kejaksaan selaku pengacara Negara. Kami harapkan secepatnya hasil review dari kejaksaan mengenai kontrak-kontrak Pasar Turi bisa turun."
Sementara, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha menilai, polemik dalam persoalan Pasar Turi hanya pada penafsiran kontrak. Sebenarnya, antara pernyataan DCTR Kota Surabaya dengan investor tidak ada masalah. Keduanya memahami bahwa kontrak serah terima stan itu hanya untuk 3.800 stan.
Tapi sayangnya, beberapa waktu lalu Risma, panggilan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, menyatakan, pada 14 Oktober itu sebanyak 6.500 stan harus selesai semua. "Kami harap kejaksaan bisa secepatnya memberi keputusan atas review yang mereka lakukan soal Pasar Turi ini. Sehingga semuanya menjadi jelas," terangnya.
(zik)