Soeharto Dituding Menculik Sutan Syahrir
A
A
A
PRESIDEN Republik Indonesia ke-2 Soeharto dituding terlibat dalam penculikan terhadap Perdana Menteri (PM) Sutan Syahrir, pada 3 Juli 1946. Tudingan itu disampaikan mantan Wakil Perdana Menteri I era Presiden Soekarno, Dr H Soebandrio di dalam bukunya "Yang Saya Alami Peristiwa G30S".
"Percobaan kudeta terhadap PM Sutan Syahrir, pada 3 Juli 1946, dilancarkan dibawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba, juga mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto," tulis Soebandrio, di halaman 12.
Diceritakan, penculikan terhadap PM Sutan Syahrir, terjadi pada 20 Juni 1946, saat Syahrir dan kawan-kawannya sedang berada di Surakarta. Para penculiknya kelompok militer dibawah komando Divisi III Mayjen Sudarsono. Saat itu, Soeharto menjabat Komandan Militer Surakarta.
Beberapa minggu kemudian, pada 2 Juli 1946, gerombolan penculik berkumpul di markas Soeharto, sebanyak dua batalyon. Pasukan lantas diperintah untuk menguasai RRI, dan Telkom.
"Malam itu juga mereka menyiapkan surat keputusan pembubaran Kabinet Syahrir, dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani Presiden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta, esok harinya," beber Soebandrio lagi.
Surat keputusan itu dibuat dalam empat tingkat. Pertama keputusan Presiden RI dibuat dalam maklumat nomor 1, 2, dan 3. Semua maklumat yang dibuat mengarah pada tindakan kudeta.
Dalam maklumat nomor dua tingkatan kedua disebutkan, terhadap Ketua Revolusi Indonesia yang berjuang untuk rakyat, kami atas nama kepala negara hari ini memberhentikan seluruh Kementerian Negara Sutan Syahrir, Yogyakarta, 3 Juli 1946.
Namun percobaan kudeta ini gagal. Semua pelakunya ditangkap dan ditahan. Soeharto yang dari awal berkomplot dengan gerombolan penculik, tiba-tiba berbalik arah, dan ikut menangkapi para penculik.
"Dia berdalih, keberadaannya sebagai anggota komplotan penculik merupakan upaya untuk 'mengamankan' para penculik (agar tidak melarikan diri). Inilah karakter Soeharto," demikian Soebandrio, mengungkap keterlibatan Soeharto dalam Peristiwa 3 Juli 1946.
Sementara itu, dalam buku otobiografinya "Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya", seperti dipaparkan kepada G Dwipayana, dan Ramadhan KH, Soeharto menceritakan, saat terjadi penculikan itu, dia menjadi rebutan pihak yang saling bertentangan.
"Saya berusaha bersikap tenang, teguh dalam pendirian, bahwa saya tidak boleh terlibat dalam percaturan yang saling berlawanan," ungkapnya, di halaman 37.
Soeharto melanjutkan, dirinya sempat kaget saat diperintahkan untuk menangkap atasannya Mayor Jenderal Sudarsono. Dia lantas menghadap Panglima Divisi Mayor Jenderal Sudarsono. Namun, saat itu dia tidak bilang bahwa dirinya mendapat perintah untuk menangkap Sudarsono.
"Saya tidak melaporkan bahwa ada perintah untuk menangkap, tetapi yang saya laporkan informasi adanya laskar pejuang yang belum jelas, yang akan menculik Mayor Jenderal Sudarsono," jelasnya.
Kelihaian Soeharto dalam melaksanakan perintah, rupanya berjalan dengan sangat mulus. Sudarsono mau diajaknya ke Resimen III Wiyoro. Namun rupanya Sudarsono mengetahui akal bulus Soeharto, anak buahnya itu. Dia lalu membuat strategi untuk Soeharto.
Tetapi strategi Sudarsono dapat dibaca oleh Soeharto. Tanpa pengawalan, Sudarsono datang sendirian ke Resimen III. Dia membawa telegram dari Panglima Besar Jenderal Soedirman yang isinya diminta untuk menghadap segera. Soeharto tahu, itu akal-akalan saja.
Lalu Soeharto meminta satu pleton anak buahnya mengawal Sudarsono yang seorang diri. Soeharto sudah mendapat telepon dari Soedirman agar Sudarsono tetap berada di Resimen III.
Pada tengah malam, Sudarsono kembali ke Resimen III membawa para tawanan yang terdiri para pemimpin politik yang dikeluarkan dari Rumah Tahanan Wirogunan. Kepada Soeharto, Sudarsono mengatakan telah mendapat kuasa dari Soedirman.
Soeharto tahu, kuasa yang diberikan Soedirman tidak benar. Karena sebelumnya Soedirman telah menghubunginya. Sudarsono mengatakan, paginya dia akan menghadap Soekarno untuk memberikan surat keputusan yang telah dibuat malam itu.
"Keterlaluan panglima saya ini, dikira saya tidak mengetahui persoalannya. Saya mau diapusi. Tidak ada jalan lain, selain balas ngapusi dia," terang Soeharto, menjelaskan rencana Sudarsono.
Dari situ, Soeharto lantas menghubungi Presiden Soekarno dan menjelaskan apa yang terjadi di Resimen III Wiyoro. Tanggal 3 Juli 1946 pagi, rombongan Sudarsono berangkat ke Istana. Setibanya di Istana, dia ditangkap Pasukan Pengawal Presiden.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi tentang Peristiwa 3 Juli 1946. Pro dan kontra dalam peristiwa itu dikembalikan kepada sidang pembaca. Semoga menambah cakrawala pengetahuan tentang kabut sejarah awal berdirinya RI.
"Percobaan kudeta terhadap PM Sutan Syahrir, pada 3 Juli 1946, dilancarkan dibawah pimpinan Tan Malaka dari Partai Murba, juga mengajak kalangan militer Jawa Tengah, termasuk Soeharto," tulis Soebandrio, di halaman 12.
Diceritakan, penculikan terhadap PM Sutan Syahrir, terjadi pada 20 Juni 1946, saat Syahrir dan kawan-kawannya sedang berada di Surakarta. Para penculiknya kelompok militer dibawah komando Divisi III Mayjen Sudarsono. Saat itu, Soeharto menjabat Komandan Militer Surakarta.
Beberapa minggu kemudian, pada 2 Juli 1946, gerombolan penculik berkumpul di markas Soeharto, sebanyak dua batalyon. Pasukan lantas diperintah untuk menguasai RRI, dan Telkom.
"Malam itu juga mereka menyiapkan surat keputusan pembubaran Kabinet Syahrir, dan menyusun kabinet baru yang sedianya akan ditandatangani Presiden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta, esok harinya," beber Soebandrio lagi.
Surat keputusan itu dibuat dalam empat tingkat. Pertama keputusan Presiden RI dibuat dalam maklumat nomor 1, 2, dan 3. Semua maklumat yang dibuat mengarah pada tindakan kudeta.
Dalam maklumat nomor dua tingkatan kedua disebutkan, terhadap Ketua Revolusi Indonesia yang berjuang untuk rakyat, kami atas nama kepala negara hari ini memberhentikan seluruh Kementerian Negara Sutan Syahrir, Yogyakarta, 3 Juli 1946.
Namun percobaan kudeta ini gagal. Semua pelakunya ditangkap dan ditahan. Soeharto yang dari awal berkomplot dengan gerombolan penculik, tiba-tiba berbalik arah, dan ikut menangkapi para penculik.
"Dia berdalih, keberadaannya sebagai anggota komplotan penculik merupakan upaya untuk 'mengamankan' para penculik (agar tidak melarikan diri). Inilah karakter Soeharto," demikian Soebandrio, mengungkap keterlibatan Soeharto dalam Peristiwa 3 Juli 1946.
Sementara itu, dalam buku otobiografinya "Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya", seperti dipaparkan kepada G Dwipayana, dan Ramadhan KH, Soeharto menceritakan, saat terjadi penculikan itu, dia menjadi rebutan pihak yang saling bertentangan.
"Saya berusaha bersikap tenang, teguh dalam pendirian, bahwa saya tidak boleh terlibat dalam percaturan yang saling berlawanan," ungkapnya, di halaman 37.
Soeharto melanjutkan, dirinya sempat kaget saat diperintahkan untuk menangkap atasannya Mayor Jenderal Sudarsono. Dia lantas menghadap Panglima Divisi Mayor Jenderal Sudarsono. Namun, saat itu dia tidak bilang bahwa dirinya mendapat perintah untuk menangkap Sudarsono.
"Saya tidak melaporkan bahwa ada perintah untuk menangkap, tetapi yang saya laporkan informasi adanya laskar pejuang yang belum jelas, yang akan menculik Mayor Jenderal Sudarsono," jelasnya.
Kelihaian Soeharto dalam melaksanakan perintah, rupanya berjalan dengan sangat mulus. Sudarsono mau diajaknya ke Resimen III Wiyoro. Namun rupanya Sudarsono mengetahui akal bulus Soeharto, anak buahnya itu. Dia lalu membuat strategi untuk Soeharto.
Tetapi strategi Sudarsono dapat dibaca oleh Soeharto. Tanpa pengawalan, Sudarsono datang sendirian ke Resimen III. Dia membawa telegram dari Panglima Besar Jenderal Soedirman yang isinya diminta untuk menghadap segera. Soeharto tahu, itu akal-akalan saja.
Lalu Soeharto meminta satu pleton anak buahnya mengawal Sudarsono yang seorang diri. Soeharto sudah mendapat telepon dari Soedirman agar Sudarsono tetap berada di Resimen III.
Pada tengah malam, Sudarsono kembali ke Resimen III membawa para tawanan yang terdiri para pemimpin politik yang dikeluarkan dari Rumah Tahanan Wirogunan. Kepada Soeharto, Sudarsono mengatakan telah mendapat kuasa dari Soedirman.
Soeharto tahu, kuasa yang diberikan Soedirman tidak benar. Karena sebelumnya Soedirman telah menghubunginya. Sudarsono mengatakan, paginya dia akan menghadap Soekarno untuk memberikan surat keputusan yang telah dibuat malam itu.
"Keterlaluan panglima saya ini, dikira saya tidak mengetahui persoalannya. Saya mau diapusi. Tidak ada jalan lain, selain balas ngapusi dia," terang Soeharto, menjelaskan rencana Sudarsono.
Dari situ, Soeharto lantas menghubungi Presiden Soekarno dan menjelaskan apa yang terjadi di Resimen III Wiyoro. Tanggal 3 Juli 1946 pagi, rombongan Sudarsono berangkat ke Istana. Setibanya di Istana, dia ditangkap Pasukan Pengawal Presiden.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi tentang Peristiwa 3 Juli 1946. Pro dan kontra dalam peristiwa itu dikembalikan kepada sidang pembaca. Semoga menambah cakrawala pengetahuan tentang kabut sejarah awal berdirinya RI.
(san)