Peradaban Indonesia Pernah Sejajar Dengan Eropa
A
A
A
PERADABAN Indonesia di zaman sebelum masuknya penjajahan asing, pernah menyamai bangsa Eropa. Bahkan mungkin lebih tinggi. Jauh sebelum abad ke-15, bangsa Indonesia sudah mahir di dalam membuat mesiu, dan membuat meriam untuk kepentingan perang mereka sendiri.
Keahlian orang Indonesia mengolah logam sudah diakui Dunia. Terutama dalam membuat keris atau pisau belati yang berombak yang bentuknya sangat indah. Seperti diakui penulis asing E R Scidmore, dalam bukunya Java, the Garden of the East, New York, 1898.
Dikutip dalam buku Sejarah Alternatif Indonesia karangan Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, tahun 1979, terjemahan Djaman Baroe, Yogyakarta, bekerjasama dengan Sajogyo Institute, Bogor, 2001.
Dalam bukunya, E R Scidmore mengakui keahlian orang Indonesia dalam mengolah logam menjadi barang mewah, seperti yang pernah disaksikannya sendiri. Dikatakannya, keahlian orang Indonesia menempa baja, dengan menggunakan besi, dan baja secara bersama-sama, serta dalam memberi ukiran pada keris sangat menakjubkan.
"Ukiran-ukiran yang indah ini didapat dengan merendam pisau itu, gabungan dari potongan logam lembut dan keras, di dalam air jeruk dan arsenik, sampai pemukaan besinya terkikis," demikian Scidmore.
Sebelum bangsa Eropa datang ke Indonesia di abad ke-16, orang Indonesia juga sudah mahir membuat perahu sendiri. Perdagangan antar pulau telah memaksa bangsa Indonesia membuat perahunya sendiri, dan melakukan perdagangan hingga ke luar negeri.
Pusat perdagangan di Indonesia dahulu adalah Jawa dan Sumatera. Teknik pelayaran dan ilmu kelautan yang dimiliki bangsa Indonesia juga sangat tinggi. Terbukti dengan berhasilnya para pedagang Indonesia mengarungi lautan negeri Cina, Afrika, India, Sri Langka, Timur Tengah, Madagaskar, dan beberapa belahan bumi lainnya.
Dikutip dalam buku yang sama, catatan perjalanan orang Indonesia itu tercatat penulis asing R Oliver dan J D Fage dalam bukunya A Short History of Africa, tahun 1962, dan Africa dan Indonesia, tahun 1964.
Berbagai bukti pun bisa ditunjukan tentang adanya perjalanan para pelaut Indonesia itu. Di Madagaskar, terdapat orang-orang Indonesia.
Bahkan di Huva, pendatang asal Indonesia sudah lebih dahulu menetap dari orang Negero asal Afrika yang letak wilayahnya lebih dekat.
Bukti lainnya adalah adanya kapal orang-orang Indonesia di Afrika Barat. Kedatangan orang-orang Indonesia ini lebih dahulu dari orang Eropa. Tentang hal inipun dicatat oleh R Oliver dan J D Fage.
Dalam hal pembagian kerja, bangsa Indonesia juga terkenal sangat baik, sesuai bidangnya, dan terspesialisasi. Metode agrikultur disesuaikan dengan baik pada iklim dan tanah. Dengan metode ini, tingkat ekonomi Indonesia bisa lebih maju.
Terbukti, sebelum datangannya orang Eropa, bangsa Indonesia sudah memiliki pelabuhan terbesar di dunia.
Pelabuhan itu adalah Pelabuhan Malaka, di semenanjung Malaya, seberang Selat Malaka dari Sumatera. Ketika orang Eropa datang ke tempat ini, pelabuhan itu merupakan yang terbesar dengan komunitas dagangnya yang sangat luas di belahan bumi atau internasional.
Pelabuhan ini terus menyambung dengan pelabuhan-pelabuhan kecil yang menyebar ke seluruh kepulauan di Indonesia. Para pedagang Eropa yang baru masuk juga tidak bisa sesuka hati melakukan usaha dagang di pelabuhan ini.
Sebab pelabuhan ini sangat teratur.Semua jenis komunitas dagang ada di sini, sistem pengaturan dan tata cara dagang juga sudah terbangun. Semua terkonsep dengan matang. Tanpa mengikuti semua ketentuan yang telah ditetapkan, para pedagang dari Eropa bisa dipastikan tidak akan bisa masuk pelabuhan.
Tingginya perputaran ekonomi dan kebudayaan bangsa Indonesia saat itu secara langsung ikut meningkatkan aktivitas masyarakatnya. Bukan hanya para saudagar, tetapi juga masyarakat biasa.
Dengan demikian, standar hidup bangsa Indonesia saat itu tidak jauh beda dengan orang-orang Eropa. Bahkan, dalam bukunya The Wealth of Nations, seperti dikutip dalam tulisan K Buchanan yang berjudul The Southeast Asian World, Adam Smith mengatakan, di akhir abad ke-18, India dan Cina tidak lebih jauh ekonominya dari Eropa.
Hal senada juga dengan perekonomian bangsa Indonesia saat itu. Seperti dikatakan Buchanan, pada abad ke-18, orang biasa yang hidup di Asia Tenggara mempunyai level kehidupan yang tidak jauh berbeda dari rekan mereka yang berada di Eropa Barat.
Bahkan, kehidupan kelas atas di Asia Tenggara dimungkinkan lebih beradab dan nyaman dari golongan kelas atas di bagian Eropa Barat. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan ilmu pengetahun di Indonesia yang tumbuh subur. Atas alasan itulah, banyak peneliti asing datang.
Hal yang mungkin jarang dicatat adalah peran kaum perempuan dalam kehidupan sosial di masa itu. Perempuan Indonesia masih lebih bebas dari kaum perempuan di dunia Timur, dan dinilai tidak lazim di Eropa.
Namun, sejak bangsa-bangsa Eropa masuk ke Indonesia dan mulai melakukan perdagangan, kemajuan bangsa Indonesia berangsur mengalami kemunduran. Terlebih ketika mereka mulai menerapkan sistem kolonialismenya. Bangsa Indonesia dipaksa untuk mengakui sedikit demi sedikit keunggulan bangsa Eropa, juga bangsa lainnya.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki letak yang sangat strategis. Bagi Australia, Indonesia merupakan benteng bagi perjuangan kemerdekaan daratan Asia Tenggara hingga Utara.
Bagi Jepang, Indonesia merupakan sasaran kegiatan ekonomi dan sumber bahan-bahan mentah.
Bagi Amerika Serikat, Indonesia merupakan pusat pertumbuhan rezim antikomunis di ASEAN, sekaligus gudang sumber daya alam. Sedang bagi Rusia, Indonesia bisa menjadi komponen vital sistem keamanan kolektif di Asia.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi kali ini, semoga dapat menambah cakrawala pemikiran pembaca tentang kebudayaan bangsa Indonesia di masa lampau. Semoga bermanfaat.
Keahlian orang Indonesia mengolah logam sudah diakui Dunia. Terutama dalam membuat keris atau pisau belati yang berombak yang bentuknya sangat indah. Seperti diakui penulis asing E R Scidmore, dalam bukunya Java, the Garden of the East, New York, 1898.
Dikutip dalam buku Sejarah Alternatif Indonesia karangan Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, tahun 1979, terjemahan Djaman Baroe, Yogyakarta, bekerjasama dengan Sajogyo Institute, Bogor, 2001.
Dalam bukunya, E R Scidmore mengakui keahlian orang Indonesia dalam mengolah logam menjadi barang mewah, seperti yang pernah disaksikannya sendiri. Dikatakannya, keahlian orang Indonesia menempa baja, dengan menggunakan besi, dan baja secara bersama-sama, serta dalam memberi ukiran pada keris sangat menakjubkan.
"Ukiran-ukiran yang indah ini didapat dengan merendam pisau itu, gabungan dari potongan logam lembut dan keras, di dalam air jeruk dan arsenik, sampai pemukaan besinya terkikis," demikian Scidmore.
Sebelum bangsa Eropa datang ke Indonesia di abad ke-16, orang Indonesia juga sudah mahir membuat perahu sendiri. Perdagangan antar pulau telah memaksa bangsa Indonesia membuat perahunya sendiri, dan melakukan perdagangan hingga ke luar negeri.
Pusat perdagangan di Indonesia dahulu adalah Jawa dan Sumatera. Teknik pelayaran dan ilmu kelautan yang dimiliki bangsa Indonesia juga sangat tinggi. Terbukti dengan berhasilnya para pedagang Indonesia mengarungi lautan negeri Cina, Afrika, India, Sri Langka, Timur Tengah, Madagaskar, dan beberapa belahan bumi lainnya.
Dikutip dalam buku yang sama, catatan perjalanan orang Indonesia itu tercatat penulis asing R Oliver dan J D Fage dalam bukunya A Short History of Africa, tahun 1962, dan Africa dan Indonesia, tahun 1964.
Berbagai bukti pun bisa ditunjukan tentang adanya perjalanan para pelaut Indonesia itu. Di Madagaskar, terdapat orang-orang Indonesia.
Bahkan di Huva, pendatang asal Indonesia sudah lebih dahulu menetap dari orang Negero asal Afrika yang letak wilayahnya lebih dekat.
Bukti lainnya adalah adanya kapal orang-orang Indonesia di Afrika Barat. Kedatangan orang-orang Indonesia ini lebih dahulu dari orang Eropa. Tentang hal inipun dicatat oleh R Oliver dan J D Fage.
Dalam hal pembagian kerja, bangsa Indonesia juga terkenal sangat baik, sesuai bidangnya, dan terspesialisasi. Metode agrikultur disesuaikan dengan baik pada iklim dan tanah. Dengan metode ini, tingkat ekonomi Indonesia bisa lebih maju.
Terbukti, sebelum datangannya orang Eropa, bangsa Indonesia sudah memiliki pelabuhan terbesar di dunia.
Pelabuhan itu adalah Pelabuhan Malaka, di semenanjung Malaya, seberang Selat Malaka dari Sumatera. Ketika orang Eropa datang ke tempat ini, pelabuhan itu merupakan yang terbesar dengan komunitas dagangnya yang sangat luas di belahan bumi atau internasional.
Pelabuhan ini terus menyambung dengan pelabuhan-pelabuhan kecil yang menyebar ke seluruh kepulauan di Indonesia. Para pedagang Eropa yang baru masuk juga tidak bisa sesuka hati melakukan usaha dagang di pelabuhan ini.
Sebab pelabuhan ini sangat teratur.Semua jenis komunitas dagang ada di sini, sistem pengaturan dan tata cara dagang juga sudah terbangun. Semua terkonsep dengan matang. Tanpa mengikuti semua ketentuan yang telah ditetapkan, para pedagang dari Eropa bisa dipastikan tidak akan bisa masuk pelabuhan.
Tingginya perputaran ekonomi dan kebudayaan bangsa Indonesia saat itu secara langsung ikut meningkatkan aktivitas masyarakatnya. Bukan hanya para saudagar, tetapi juga masyarakat biasa.
Dengan demikian, standar hidup bangsa Indonesia saat itu tidak jauh beda dengan orang-orang Eropa. Bahkan, dalam bukunya The Wealth of Nations, seperti dikutip dalam tulisan K Buchanan yang berjudul The Southeast Asian World, Adam Smith mengatakan, di akhir abad ke-18, India dan Cina tidak lebih jauh ekonominya dari Eropa.
Hal senada juga dengan perekonomian bangsa Indonesia saat itu. Seperti dikatakan Buchanan, pada abad ke-18, orang biasa yang hidup di Asia Tenggara mempunyai level kehidupan yang tidak jauh berbeda dari rekan mereka yang berada di Eropa Barat.
Bahkan, kehidupan kelas atas di Asia Tenggara dimungkinkan lebih beradab dan nyaman dari golongan kelas atas di bagian Eropa Barat. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan ilmu pengetahun di Indonesia yang tumbuh subur. Atas alasan itulah, banyak peneliti asing datang.
Hal yang mungkin jarang dicatat adalah peran kaum perempuan dalam kehidupan sosial di masa itu. Perempuan Indonesia masih lebih bebas dari kaum perempuan di dunia Timur, dan dinilai tidak lazim di Eropa.
Namun, sejak bangsa-bangsa Eropa masuk ke Indonesia dan mulai melakukan perdagangan, kemajuan bangsa Indonesia berangsur mengalami kemunduran. Terlebih ketika mereka mulai menerapkan sistem kolonialismenya. Bangsa Indonesia dipaksa untuk mengakui sedikit demi sedikit keunggulan bangsa Eropa, juga bangsa lainnya.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki letak yang sangat strategis. Bagi Australia, Indonesia merupakan benteng bagi perjuangan kemerdekaan daratan Asia Tenggara hingga Utara.
Bagi Jepang, Indonesia merupakan sasaran kegiatan ekonomi dan sumber bahan-bahan mentah.
Bagi Amerika Serikat, Indonesia merupakan pusat pertumbuhan rezim antikomunis di ASEAN, sekaligus gudang sumber daya alam. Sedang bagi Rusia, Indonesia bisa menjadi komponen vital sistem keamanan kolektif di Asia.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi kali ini, semoga dapat menambah cakrawala pemikiran pembaca tentang kebudayaan bangsa Indonesia di masa lampau. Semoga bermanfaat.
(sms)