Pemkab Banyuwangi Larang Pendirian Klub Malam
A
A
A
BANYUWANGI - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi secara resmi melarang pendirian tempat hiburan malam atau klub malam, diskotek, dan panti pijat. Tidak hanya itu, pemkab juga menyetop izin pendirian tempat karaoke baru.
Larangan ini dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketertiban Umum yang baru disahkan. Dengan adanya payung hukum atas larangan itu, pemkab berharap peredaran narkoba, perdagangan manusia, dan penyebaran HIV/AIDS, dapat dicegah.
"Laporan dari pihak intelejen menyebutkan, tempat karaoke menjadi salah satu simpul peredaran narkoba, dan perdagangan manusia, atau human trafficking, di Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, kepada wartawan, Rabu (20/8/2014).
Ditambahkan dia, adanya tempat hiburan malam, dan panti pijat yang banyak terdapat di Banyuwangi juga telah dikeluhan warga melalui media sosial, dan ditujukan langsung kepada Pemkab Banyuwangi.
"Sejumlah radio 'gelap' di beberapa kecamatan yang difungsikan sebagai tempat karaoke juga berpotensi menjadi sarana peredaran narkoba. Tempat karaoke yang sudah beroperasi harus mengubah konsepnya," jelasnya.
Dilanjutkan dia, konsep tempat karaoke saat ini harus menjadi karaoke keluarga. Dengan begitu, menjadi jelas sasaran dari pelarangan itu bukan aktivitas bernyanyi sebagian warga.
"Yang kita atur adalah konsepnya, kalau bukan karaoke keluarga dengan tempat yang terang dan terbuka, tidak kami izinkan," tegasnya.
Tentang adanya pendirian tempat karaoke baru, pemkab telah memberlakukan moratorium. Pengajuan izin tempat karaoke ke pemkab, katanya, sudah mencapai puluhan, tapi tidak ada yang ditandatangani.
"Pelarangan tersebut tidak berdasar pada apakah aktivitas di klab malam atau panti pijat bermoral atau tidak, tapi lebih berdasar pada upaya memerangi peredaran narkoba, perdagangan manusia, dan penyebaran HIV/AIDS," pungkasnya.
Untuk itu, perhatian utama pemkab adalah kepada panti pijat terselubung. Setelah kebijakan itu berjalan, pemkab berharap dapat meningkatkan pengembangan pariwisata berbasis minat khusus (special interest tourism) di Banyuwangi.
"Sudah sejak awal Pemkab Banyuwangi mendesain pariwisata ke arah ekowisata, terutama dengan menyajikan wisata minat khusus berbasis alam dan budaya. Harus tertata," tambahnya.
Dia melanjutkan, tanpa adanya larangan itu, dapat dipastikan akan banyak tempat wisata, serta hotel short time yang secara terselubung menjadi simpul peredaran narkoba, dan perdagangan manusia untuk aktivitas seksual.
"Banyuwangi harus beda. Pariwisata harus menjadi stimulan untuk merangsang masyarakat menciptakan kegiatan ekonomi produktif berbasis daya kreatif, bukan berbasis aktivitas instan seperti tempat prostitusi terselubung," tukasnya.
Larangan ini dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketertiban Umum yang baru disahkan. Dengan adanya payung hukum atas larangan itu, pemkab berharap peredaran narkoba, perdagangan manusia, dan penyebaran HIV/AIDS, dapat dicegah.
"Laporan dari pihak intelejen menyebutkan, tempat karaoke menjadi salah satu simpul peredaran narkoba, dan perdagangan manusia, atau human trafficking, di Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, kepada wartawan, Rabu (20/8/2014).
Ditambahkan dia, adanya tempat hiburan malam, dan panti pijat yang banyak terdapat di Banyuwangi juga telah dikeluhan warga melalui media sosial, dan ditujukan langsung kepada Pemkab Banyuwangi.
"Sejumlah radio 'gelap' di beberapa kecamatan yang difungsikan sebagai tempat karaoke juga berpotensi menjadi sarana peredaran narkoba. Tempat karaoke yang sudah beroperasi harus mengubah konsepnya," jelasnya.
Dilanjutkan dia, konsep tempat karaoke saat ini harus menjadi karaoke keluarga. Dengan begitu, menjadi jelas sasaran dari pelarangan itu bukan aktivitas bernyanyi sebagian warga.
"Yang kita atur adalah konsepnya, kalau bukan karaoke keluarga dengan tempat yang terang dan terbuka, tidak kami izinkan," tegasnya.
Tentang adanya pendirian tempat karaoke baru, pemkab telah memberlakukan moratorium. Pengajuan izin tempat karaoke ke pemkab, katanya, sudah mencapai puluhan, tapi tidak ada yang ditandatangani.
"Pelarangan tersebut tidak berdasar pada apakah aktivitas di klab malam atau panti pijat bermoral atau tidak, tapi lebih berdasar pada upaya memerangi peredaran narkoba, perdagangan manusia, dan penyebaran HIV/AIDS," pungkasnya.
Untuk itu, perhatian utama pemkab adalah kepada panti pijat terselubung. Setelah kebijakan itu berjalan, pemkab berharap dapat meningkatkan pengembangan pariwisata berbasis minat khusus (special interest tourism) di Banyuwangi.
"Sudah sejak awal Pemkab Banyuwangi mendesain pariwisata ke arah ekowisata, terutama dengan menyajikan wisata minat khusus berbasis alam dan budaya. Harus tertata," tambahnya.
Dia melanjutkan, tanpa adanya larangan itu, dapat dipastikan akan banyak tempat wisata, serta hotel short time yang secara terselubung menjadi simpul peredaran narkoba, dan perdagangan manusia untuk aktivitas seksual.
"Banyuwangi harus beda. Pariwisata harus menjadi stimulan untuk merangsang masyarakat menciptakan kegiatan ekonomi produktif berbasis daya kreatif, bukan berbasis aktivitas instan seperti tempat prostitusi terselubung," tukasnya.
(san)