Gara-Gara Rp1.000, Mahasiswa Tewas Dikeroyok Pengamen
A
A
A
YOGYAKARTA - Tragis, itulah yang dialami Zulfi Karmajid (21), mahasiswa asal Halmahera Tengah, Maluku, yang menimba ilmu di Kota Gudeg Yogyakarta. Dia tewas dikeroyok tiga pengamen jalanan, saat tengah asik nongkrong di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta.
Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Slamet Santoso menyampaikan, korban meninggal, pada Senin 18 Agustus 2014 petang, di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta, akibat pendarahan hebat di bagian kepala, karena dipukuli menggunakan potongan bambu dan kayu.
"Dua tersangka sudah kita amankan, sedangkan satu pelaku masih kita kejar. Identitasnya sudah kita peroleh, mohon doanya agar cepat terungkap," kata Slamet Santoso, di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (19/8/2014).
Kedua tersangka berinisial FS (32) asal Banyuputih, Batang, Jawa Tengah, dan BS (27) warga Timbulharjo, Sewon, Bantul. Dari tangan keduanya, polisi mengamankan tiga potongan bambu, dan sebatang kayu balok yang dipergunakan memukil korban.
"Baru tadi malam kita amankan kedua pelaku," tegas pucuk pimpinan kepolisian di Kota Yogyakarta itu.
Motif dari pengeroyokan ini hanya masalah sepele, yakni uang seribu rupiah. Pelaku meminta uang Rp6.000 kepada korban bersama rombongannya, sementara korban hanya memberi uang Rp5.000.
"Ya, gara-gara uang seribu, kasus ini sangat disayangkan sekali, terjadi penganiayaan berat hingga menyebabkan korban meninggal dunia," kata Slamet.
Kronologis pengeroyokan ini bermula saat korban bersama lima rekannya asal Halmahera, tengah nongkrong menikmati malam di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 pada Jumat 15 Agustus 2014, pukul 22.00 WIB.
Saat itu, empat pengamen mendatangi rombongan korban. Mereka bernyanyi hingga lima lagu yang diminta rombongan korban. Usai menyanyi, rombongan korban memberi uang Rp5.000.
"Tidak ada transaksi setiap lagu berapa rupiah, cuma minta lagu hingga lima kali. Lalu korban memberi uang Rp5.000," urai Slamet.
Rombongan pengamen tersebut meminta tambahan seribu, namun korban tidak mau memberi. Terjadi cek-cok di antara mereka hingga terjadi perkelahian.
"Tidak semua pengamen mengeroyok, karena satu di antara empat pengamen tersebut adalah seorang perempuan. Dia kita jadikan saksi, karena tidak terlibat pengeroyokan," ujar Slamet.
Sementara rombongan korban juga sudah dimintai keterangan petugas. Ada dua orang terlibat perkelahiaan, termasuk korban. Sementara tiga lainnya sebagai saksi, karena tidak terlibat.
"Korban lari, tapi dikejar tiga pengamen tersebut. Korban terjatuh karena tergelincir, dan saat itulah para pelaku menganiaya korban hingga pingsan. Tiga hari mendapat perawatan medis, akhirnya korban meninggal dunia," bebernya.
Slamet menegaskan, dua pengamen yang sudah diamankan bakal dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari Pasal 338 KUHP Junto 170 KUHP Subsider 351 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Identitas satu pelaku yang buron tidak perlu kita ekspos, karena sudah kita tetapkan sebagai DPO," terangnya.
Slamet menambahkan, para pengamen yang melakukan pengeroyokan ditengarai mengkonsumsi minuman keras. "Dari pengakuan pelaku, mereka minum (minuman keras), tapi tidak sampai mabuk," tukasnya.
Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Slamet Santoso menyampaikan, korban meninggal, pada Senin 18 Agustus 2014 petang, di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta, akibat pendarahan hebat di bagian kepala, karena dipukuli menggunakan potongan bambu dan kayu.
"Dua tersangka sudah kita amankan, sedangkan satu pelaku masih kita kejar. Identitasnya sudah kita peroleh, mohon doanya agar cepat terungkap," kata Slamet Santoso, di Mapolresta Yogyakarta, Selasa (19/8/2014).
Kedua tersangka berinisial FS (32) asal Banyuputih, Batang, Jawa Tengah, dan BS (27) warga Timbulharjo, Sewon, Bantul. Dari tangan keduanya, polisi mengamankan tiga potongan bambu, dan sebatang kayu balok yang dipergunakan memukil korban.
"Baru tadi malam kita amankan kedua pelaku," tegas pucuk pimpinan kepolisian di Kota Yogyakarta itu.
Motif dari pengeroyokan ini hanya masalah sepele, yakni uang seribu rupiah. Pelaku meminta uang Rp6.000 kepada korban bersama rombongannya, sementara korban hanya memberi uang Rp5.000.
"Ya, gara-gara uang seribu, kasus ini sangat disayangkan sekali, terjadi penganiayaan berat hingga menyebabkan korban meninggal dunia," kata Slamet.
Kronologis pengeroyokan ini bermula saat korban bersama lima rekannya asal Halmahera, tengah nongkrong menikmati malam di depan Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 pada Jumat 15 Agustus 2014, pukul 22.00 WIB.
Saat itu, empat pengamen mendatangi rombongan korban. Mereka bernyanyi hingga lima lagu yang diminta rombongan korban. Usai menyanyi, rombongan korban memberi uang Rp5.000.
"Tidak ada transaksi setiap lagu berapa rupiah, cuma minta lagu hingga lima kali. Lalu korban memberi uang Rp5.000," urai Slamet.
Rombongan pengamen tersebut meminta tambahan seribu, namun korban tidak mau memberi. Terjadi cek-cok di antara mereka hingga terjadi perkelahian.
"Tidak semua pengamen mengeroyok, karena satu di antara empat pengamen tersebut adalah seorang perempuan. Dia kita jadikan saksi, karena tidak terlibat pengeroyokan," ujar Slamet.
Sementara rombongan korban juga sudah dimintai keterangan petugas. Ada dua orang terlibat perkelahiaan, termasuk korban. Sementara tiga lainnya sebagai saksi, karena tidak terlibat.
"Korban lari, tapi dikejar tiga pengamen tersebut. Korban terjatuh karena tergelincir, dan saat itulah para pelaku menganiaya korban hingga pingsan. Tiga hari mendapat perawatan medis, akhirnya korban meninggal dunia," bebernya.
Slamet menegaskan, dua pengamen yang sudah diamankan bakal dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari Pasal 338 KUHP Junto 170 KUHP Subsider 351 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
"Identitas satu pelaku yang buron tidak perlu kita ekspos, karena sudah kita tetapkan sebagai DPO," terangnya.
Slamet menambahkan, para pengamen yang melakukan pengeroyokan ditengarai mengkonsumsi minuman keras. "Dari pengakuan pelaku, mereka minum (minuman keras), tapi tidak sampai mabuk," tukasnya.
(san)